Gentar Almaliki

Pertarungan Ramini dengan Lian Mei



Pertarungan Ramini dengan Lian Mei

0Saat itu hari sudah menjelang pagi, Gentar pun langsung meninggalkan rumah tersebut. Ia saat itu kembali ke bukit Datar untuk pulang ke rumahnya.     

Ketika ia sudah berada di rumahnya, Gentar mulai memikirkan langkah ke depannya dalam menghadapi berbagai persoalan hidup yang melanda dirinya.     

"Aku datang ke desa Marga timur berniat untuk mencari informasi tentang ayahku. Namun kenyataannya malah menimbulkan masalah, orang yang hendak ia pintai keterangan. Justru meregang nyawa di tangan para penjahat keji yang sudah tega nembunsakannya.     

"Setelah ini, aku harus mencari informasi ke mana lagi tentang keberadaan ayahku?" desis Gentar tampak bingung.     

Ketika dalam keadaan termenung, mendadak telinganya mendengar suara perempuan yang sangat merdu dan halus, "Apakah ada orang di dalam rumah ini. Aku datang ingin bertemu dengan sang pemilik rumah?!"     

Gentar merasa tidak asing lagi dengan suara tersebut. Itu adalah suara pendekar wanita yang selama ini mengikutinya. Gentar pun belum mengetahui namanya, karena mereka belum saling berkenalan.     

Gentar bangkit dan langsung keluar dari gubuknya. Wanita itu tampak terkejut ketika melihat Gentar keluar dari dalam gubuknya.     

"Ternyata benar sekali, ini adalah rumahmu. Tapi, kenapa kau mendirikan rumah di atas bukit ini?" tanya pendekar wanita itu mengerutkan kening. Dua bola matanya yang indah terus bergulir mengamati keadaan di sekitar bukit tersebut yang tampak sepi dan sunyi.     

"Ya, ini rumahku. Selamat pagi, senang bertemu lagi denganmu," jawab Gentar bersikap ramah terhadap sang tamu, meskipun kehadiran tamunya itu tidak ia kehendaki.     

"Kebetulan sekali kita masih punya urusan yang belum terselesaikan. Aku Ramini sengaja datang mencarimu, karena ingin menyelesaikan persoalan kita yang tempo hari tertunda," kata pendekar wanita tersebut, seraya memperkenalkan dirinya.     

Ramini masih satu guru dengan Dwi Juana dan Darneda. Mereka adalah murid Ki Jagat Rimba dari golongan pendekar aliran sesat.     

Gentar sangat mengerti akan maksud yang dikatakan oleh Ramini. Sejatinya, gadis itu menginginkan untuk adu tanding dengannya, karena ia masih penasaran setelah gagal bertarung dengan Gentar. Akan tetapi, Gentar tampak tidak semangat dalam melayani keinginan Ramini.     

"Aku harap kau mengerti dengan kondisiku! Saat ini aku tengah merasakan kekesalan yang tiada taranya!" jawab Gentar masih dengan sikap tenang dan ramah terhadap Ramini yang tiba-tiba datang ke kediamannya untuk kembali mengajak bertarung.     

"Baiklah, aku tidak akan memaksa. Tapi aku akan menawarkan diri," ujar Ramini sambil tersenyum manis.     

Tampak jelas raut wajahnya yang cantik ketika senyuman manis melekat di bibirnya, raut wajah dan bentuk tubuh Ramini memang boleh dikatakan sempurna. Di samping memiliki paras yang cantik, ia pun punya kemampuan yang tinggi dalam hal ilmu bela diri.     

Akan tetapi, Gentar tetap bersikap biasa-biasa saja. Ia tidak mempedulikan apa yang dikatakan oleh pendekar wanita itu. dan bahkan ia pun berusaha untuk tidak merespon tawaran dari gadis tersebut.     

"Hai! Kenapa kau diam? Kau mau tidak?" bentak Ramini mendelik ke arah Gentar.     

Meskipun demikian, Gentar pun kemudian menyahut, "Tentang apa?" tanya Gentar pura-pura tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh gadis tersebut.     

"Kau ini sudah dewasa tapi kurang peka terhadap apa yang aku katakan. Aku ini mengajakmu untuk bersantai, karena aku tidak mungkin memaksamu untuk bertarung denganku! Kau paham maksudku?" Ramini tampak kesal dengan sikap Gentar yang terkesan menyepelekan apa yang ia katakan tadi.     

Gentar mengerutkan keningnya, ia tampak ragu dengan tawaran dari gadis berkulit putih itu.     

Dengan demikian, Ramini pun dapat memahami apa yang terkandung di dalam pikiran Gentar kala itu. Ia dapat merasakan bahwa Gentar masih ragu terhadap dirinya. Bahkan, memiliki kecurigaan terhadapnya.     

"Aku tahu kau ini ragu denganku. Tapi, percayalah. Aku tidak sejahat yang kau pikirkan!" ungkap Ramini sambil tertawa kecil menatap wajah Gentar. Ia terus berusaha untuk meyakinkan pemuda itu, agar percaya terhadapnya.     

"Baiklah kalau memang seperti itu, aku setuju," kata Gentar menyetujui ajakan Ramini.     

Setelah itu, mereka pun langsung keluar rumah dan berjalan bersama menikmati suasana pagi yang sangat cerah itu. Gentar tidak menghiraukan rasa lelah yang menderanya, setelah semalaman ia tidak tertidur karena menghadapi banyak persoalan.     

"Apakah kau sedang sakit?" tanya Ramini sedikit berpaling ke arah Gentar yang berjalan di sampingnya.     

"Tidak! Aku ini lemah karena kurang tidur," jawab Gentar lirih.     

Mendengar jawaban tersebut, Ramini merasa tidak enak hati. Lantas, ia pun kembali berkata, "Kenapa kau tidak bilang sejak awal? Kalau aku tahu kau belum tidur semalaman, aku tidak mungkin memaksamu untuk menemani aku."     

Mendengar perkataan dari mulut Ramini, Gentar hanya tersenyum-senyum saja. Ia tidak menyahut dengan perkataan, namun hal itu cukup membuat Ramini paham dan mengerti dengan maksud Gentar yang tidak merasa keberatan diajak jalan oleh dirinya.     

Mereka berjalan-jalan menyusuri pusat keramaian kota Ponti, singgah sebentar di sebuah warung makan untuk menikmati makan, karena hari sudah semakin siang.     

Setelah itu, mereka kembali melanjutkan perjalanan, hingga tidak terasa mereka tiba di sebuah tempat yang sangat indah. Tempat tersebut berada di utara dari wilayah kota Ponti.     

Gentar dan Ramini duduk bersama di sebuah saung bambu yang berdiri kokoh di pinggiran danau yang ada di tempat tersebut.     

Gentar dengan pandangan kosong menerawang jauh ke sebrang danau tersebut. Entah apa yang dilihatnya, wajahnya tampak dirundung kedukaan yang teramat dalam.     

"Hai, Gentar! Kau ini sedang memikirkan apa? Wajahmu terlihat sangat kusut. Apakah kau tidak sudi menemani aku?" tanya Ramini ketus.     

"Kau tidak akan pernah tahu kegelisahan dalam jiwa dan pikiranku ini. Aku baru saja muncul di dunia persilatan, tapi kenapa aku selalu dihadapkan dengan berbagai persoalan yang sudah barang tentu membuat aku prustasi," jawab Gentar tanpa berpaling ke arah Ramini yang duduk di sebelahnya.     

Terdengar deru napasnya memburu, seakan-akan ada beban yang sangat besar dalam jiwa dan pikiran Gentar kala itu.     

"Kau menyanggul pedang pusaka, dan kau juga memiliki kesaktian yang luar biasa. Kenapa kau tidak menghadapi mereka dengan cara kekerasan saja?! Masalah dan persoalan yang kau hadapi ini harus kau selesaikan dengan angkat senjata! Jangan berkeluh kesah seperti ini!" tandas Ramini sambil menatap wajah Gentar.     

Gentar dibuat malu oleh ucapan Ramini, sedangkan dalam hatinya ia berkata-kata, Memang benar apa yang dikatakan oleh Ramini, aku memiliki kepandaian ilmu silat yang sangat luar biasa. Jadi, percuma saja jika tidak dipergunakan untuk menghadapi persoalan-persoalan ini."     

Demikianlah, emosi dalam jiwa dan pikirannya kembali memuncak dan membumbung di atas kepalanya. Kemudian, ia berpaling ke arah Ramini. Dipandanginya wajah yang cantik dan berkulit putih mulus itu. Lantas, ia pun berkata, "Apa yang kau katakan itu memang benar. Aku ini terlalu lemah dan suka mengalah salam persoalan yang aku hadapi ini, sementara mereka teramat kejam dan licik terhadapku."     

Tidak terduga, di belakang mereka sudah hadir sesosok pendekar wanita berdiri angkuh sambil memperdengarkan suara tertawa yang sangat keras.     

Pendekar wanita itu datang hanya berniat untuk menganggu kesenangan Ramini dan Gentar saja. Seakan-akan, ia iri melihat kebersamaan Gentar dengan gadis tersebut.     

"Rupanya kau baru tahu bahwa dunia persilatan ini syarat akan kemunafikan dan persaingan. Yang memiliki kekuatan, maka akan hebat, dan yang lemah akan tertindas!" Demikian ucapan wanita itu.     

Mendengar suara tersebut, Gentar dan Ramini tampak terperanjat dan merasa kaget. Mereka langsung berpaling ke arah belakang, tampak Lian Mei tengah berdiri sambil berkecak pinggang.     

Sedari tadi, Lian Mei memang sedang mengawasi Gentar yang tengah bersama Ramini. Bahkan, ia mengikuti Gentar dan Ramini hingga ke danau tersebut.     

Kemudian, ia berkata lagi, "Kalian sangat bahagia sekali duduk bersama di tempat yang indah ini."     

Mendengar apa yang diucapkan oleh Lian Mei, Ramini tampak gusar sekali. Seketika wajah Ramini berubah dingin.     

"Hai, Wanita sihir! Tutup mulutmu!" bentak Ramini sudah tampak emosi dengan sikap Lian Mei yang tiba-tiba datang dan mengganggunya.     

"Apa ada larangan untuk aku bicara kepada kalian?!" Lian Mei balas membentak sambil menatap tajam wajah Ramini.     

"Bagus sekali, rupanya kau sengaja datang hanya untuk mencari masalah denganku!" kata Ramini bangkit dari duduknya.     

Gentar hanya diam menyaksikan kedua gadis itu tengah berdebat, tanpa mengerti apa yang mereka perdebatkan.     

Lian Mei mendadak gusar mendengar apa yang dikatakan oleh Ramini. Seakan-akan, ia beranggapan bahwa Ramini mulai menantang dirinya.     

Tanpa terduga, dan tanpa basa-basi lagi. Lian Mei langsung menerjang Ramini dengan sebuah serangan yang sangat cepat.     

Lian Mei memang memiliki kemampuan ilmu bela diri yang sangat mumpuni, hanya dalam waktu sekejap saja, ia sudah dapat menyerang Ramini dengan beberapa kali serangan yang sangat berbahaya dan tentu sangat mengancam jiwa lawannya.     

Akan tetapi, bukanlah Ramini yang merupakan seorang gadis yang pandai berkelahi–murid Ki Jagat Rimba kalau harus menyerah begitu saja kepada Lian Mei. Ia tetap bersikap tenang dalam melayani keagresifan lawannya itu.     

"Kau memang mencari masalah denganku. Tak akan aku biarkan kau selamat keluar dari tempat ini!" ancam Ramini sambil menghunus pedangnya.     

Dengan sebuah pergerakan jurus pedang andalannya, Ramini langsung menyabetkan pedang tersebut ke arah tubuh Lian Mei. Lalu, tubuhnya memutar deras sambil menyabetkan pedang tersebut berulang kali hampir melukai Lian Mei.     

Pertarungan kedua pendekar itu, sudah tentu membuat Gentar serba salah. Siapa yang hendak ia bela, Gentar menghentakkan kakinya lalu melayang terbang ke dalam arena pertarungan itu. Ia pun mendarat tepat di tengah-tengah kedua pendekar wanita yang tengah bertikai.     

"Hentikan! Kalian ini bertarung untuk memperebutkan apa?" seru Gentar membentangkan kedua tangannya.     

"Kau tidak usah ikut campur!" bentak Ramini kepada Gentar. Ia tidak senang jika pertarungannya harus berhenti.     

Ramini kembali melakukan serangan dengan jurus pedang andalannya. Tak ada jeda baginya untuk membiarkan lawannya bernapas lega.     

Namun, meskipun demikian. Lian Mei malah semakin beringas dalam menghadapi serangan-serangan dari Ramini. Kalau bukan Ramini sudah pasti akan merasa takut dengan kecepatan jurus yang diperagakan oleh Lian Mei.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.