Gentar Almaliki

Kemelut di Tepi Danau



Kemelut di Tepi Danau

0Lian Mei memandang wajah Gentar dengan sikap dingin, kemudian berkata, "Mentang-mentang sudah mempunyai teman seorang gadis cantik, kau lupa sama kakakmu ini. Apakah dia kekasihmu?" Raut wajah Lian Mei tampak ketus dan bersikap sinis terhadap Gentar dan Ramini yang tengah berdua-duaan di tepi danau itu.     

"Kau sudah salah paham, aku tidak mengerti dengan ucapanmu itu!" jawab Gentar tampak kesal dengan sikap Lian Mei.     

Belum sempat Lian Mei berkata lagi. Tiba-tiba saja, dari dalam perkebunan yang ada di bawah bukit itu terdengar suara langkah kaki. Kemudian bermunculan para pendekar gagah saling berloncatan menuju ke arah Gentar dan dua pendekar wanita itu.     

Mereka berasal dari Padepokan Iblis Merah dan juga beberapa golongan lainnya. Entah apa maksud kedatangan para pendekar itu, yang tiba-tiba saja menghampiri Gentar dan dua kawannya yang tengah berada di pinggir danau tersebut.     

Mereka berjumlah sekitar dua puluh orang lebih. Lian Mei berpaling ke arah Gentar, lalu berkata lirih, "Aku rasa ini adalah waktu yang tepat untukmu membuktikan bahwa dirimu tidak mudah digapai oleh pendekar lain yang hendak mencelakaimu!"     

Kemudian, Lian Mei berpaling ke arah para pendekar tersebut. Sorot matanya yang tajam mengamati satu-persatu orang-orang yang ada di hadapannya itu.     

Pria paruh baya yang terkenal dengan julukan Pendekar Tangan Besi tampak tersenyum-senyum melihat sikap Lian Mei.     

"Kenapa kau tersenyum? Apakah kau ini mengira bahwa aku ini wanita lemah?" bentak Lian Mei dengan sikap penuh keberanian.     

"Kami tidak ada urusan denganmu," jawab Pendekar Tangan Besi bersikap sinis terhadap Lian Mei, kemudian berpaling ke arah Gentar.     

Sambil mengelus-elus tongkatnya, Pendekar Tangan Besi bertanya kepada Gentar dengan suara lirih dan tetap bersikap tenang, "Apakah kau bisa menjawab pertanyaanku?"     

"Tentang apa?" Gentar balas bertanya sambil mengerutkan keningnya.     

"Kau harus menjawab dua perkara yang akan aku pertanyakan kepadamu! Ada hubungan apa kau dengan para pendekar dari golongan Garuda Hitam? Lantas, kau ada hubungan apa dengan wanita-wanita ini?"     

Gentar merasa geram menghadapi sikap para pendekar itu, terutama Pendekar Tangan Besi yang membuatnya semakin jengkel saja. Gentar paham bahwa kedatangan para pendekar itu sengaja untuk mengajak dirinya adu kekuatan.     

"Aku tidak ada hubungannya dengan kelompok Padepokan Garuda Hitam. Dan ini adalah Lian Mei dia adalah kakak angkatku dan itu adalah Ramini kawan baruku!" terang Gentar menjawab pertanyaan dari Pendekar Tangan Besi.     

"Aku tidak yakin dengan ucapanmu, sudah jelas kau ini keturunan bangsawan dari pulau Juku, mungkin wanita ini adalah saudara kandungmu. Semua peristiwa yang terjadi di wilayah ini merupakan ulah kalian berdua!" bentak pendekar lainnya sambil menudingkan jari telunjuknya ke arah Gentar dan Lian Mei yang ia anggap sebagai saudara kandung yang telah menebar teror dan di wilayah tersebut.     

Perkataan pendekar itu sangat menyinggung perasaan Lian Mei dan juga Gentar. Ia berkata tidak seperti kawannya yang terdengar lunak dan tidak kasar.     

Dengan demikian, Gentar pun mulai amarah dan balas membentak dengan suara yang lebih keras lagi terhadap pendekar tersebut.     

"Kau telah berlaku tidak sopan di hadapanku. Suaramu yang parau itu telah menyakiti telingaku, aku ingin tahu berapa tingginya kehebatanmu!" Gentar berkata sambil menatap tajam wajah pendekar tersebut.     

Setelah berbicara demikian, Gentar langsung berlalu begitu saja dari hadapan para pendekar tersebut. Seakan-akan, dirinya tidak peduli dengan kehadiran para pendekar itu.     

Akan tetapi, itu hanya sebatas rencana yang telah disusun oleh Gentar. Sejatinya, ia tengah melakukan siasat agar para pendekar itu terpancing emosinya dan segera melakukan penyerangan terhadapnya.     

Dengan demikian, sikapnya itu membuat para pendekar tersebut merasa tersinggung.     

Salah satu dari pendekar tersebut kembali membentak, "Hai, Pendekar muda! Jangan angkuh dan jumawa terhadap kami!" seru pendekar berjanggut tebal itu sambil melotot tajam ke arah Gentar yang sudah berdiri di tepi danau menghadap ke arah utara membelakangi para pendekar tersebut yang tiba-tiba datang membuat kegaduhan di tempat itu.     

Pendekar itu langsung menyerang Gentar dengan begitu amarahnya. Akan tetapi, dengan gerakan yang sangat cepat Ramini bangkit dan langsung menangkis serangan tersebut.     

"Hai! Kau ini siapa? Jangan turut campur dengan urusan kami!" bentak pendekar berjanggut tebal itu, melotot tajam ke arah Ramini.     

"Aku adalah Ramini. Tidak akan mudah bagi kalian untuk menyentuh tubuh Gentar barang sedikitpun! Karena aku akan mengambil tindakan tegas terhadap kalian!" sahut Ramin sambil menghunus pedangnya.     

Mendengar ucapan Ramini, maka pendekar itu pun tertawa lepas, "Ha ... ha ... ha...." Lantas, ia berkata, "Apakah kau sudah mempunyai kemampuan tinggi untuk melindungi diri? Aku tahu kau ini masih bagian dari murid Ki Soma Wilaga, lebih baik kau mundur dan jangan menghalangiku!"     

"Gentar adalah murid Ki Ageng Raksanagara. Antara guruku dan Ki Ageng ada urusan yang belum terselesaikan, sebagai gantinya adalah Gentar, dan aku akan melindunginya. Tidak boleh ada satu orang pun yang melukai Gentar, sebelum aku menyelesaikan semua urusanku dengannya!" bentak Ramini tampak gusar.     

Mendengar perkataan dari Ramini, Lian Mei mulai paham bahwa antara Gentar dan Ramini tidak memiliki hubungan apa-apa.     

"Ternyata wanita itu bukan kawan adik angkatku," desus Lian Mei mengamati pergerakan pendekar wanita yang usianya diperkirakan lebih muda dua tahun darinya.     

Dengan demikian, para pendekar itu pun mulai merasa bingung dengan persoalan yang semakin tak berujung itu. Niat mereka memburu Gentar yang mereka anggap sebagai orang yang harus bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi di kota Ponti. Akan tetapi, mereka kembali dihadapkan oleh persoalan baru dari seorang pendekar yang merupakan murid dari Ki Soma Wilaga.     

Hal tersebut, menjadikan sebuah dilema besar bagi para pendekar dari Padepokan Iblis Merah. Mereka tidak mau melakukan tindakan tegas terhadap Ramini karena mereka sangat menghormati Ki Soma Wilaga.     

"Persoalan ini semakin besar dan sukar untuk diselesaikan. Kini sudah bertambah lagi pendekar yang menghalangi jalan kita," desis salah seorang pendekar dari kelompok Padepokan Iblis Merah.     

Di masa lampau, Ki Soma Wilaga namanya sangat terkenal. Para pendekar sejagat raya sangat menghormatinya termasuk para pendekar dari Padepokan Iblis Merah.     

"Guru kita pun tidak mampu menandingi kesaktian Ki Soma Wilaga, apalagi kita? Jika kita menyakiti anak ini, maka kita akan berhadapan dengan pendekar tua itu." Kawannya menyahut dengan sikap yang serba salah.     

Seperti yang mereka ketahui, bahwa beberapa tahun silam Ki Soma Wilaga dikabarkan telah berhasil menewaskan ratusan pendekar di rimba persilatan yang ada di kepulauan Kaliwana.     

Kini muncul lagi seorang pendekar wanita yang masih muda bernama Ramini, yang secara tiba-tiba menghalangi langkah para pendekar iblis merah untuk menangkap Gentar.     

Dengan munculnya Ramini yang hendak membela Gentar, maka pimpinan dari para pendekar tersebut merasa dilema, dan tidak bisa mengahadapi kenyataan itu.     

"Kami tidak menghendaki bertarung denganmu, kami hanya ingin mengambil keris pusaka dari tangan pendekar itu. Setelah itu, kami akan pergi dari tempat ini," ujar pendekar tangan besi maju beberapa langkah mendekati Ramini.     

"Apa kalian yakin, pelakunya itu adalah Gentar?" bentak Ramini masih dalam keadaan siap siaga untuk menghadang pergerakan para pendekar itu.     

*****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.