Hi's Like, Idiot But Psiko

Mana Mungkin Dia Peduli?



Mana Mungkin Dia Peduli?

0Aleandra sudah dibawa ke rumah sakit pribadi keluarga Smith. Dia langsung ditangani oleh para medis. Aleandra sudah hampir kehabisan darah begitu tiba di rumah sakit, jarak yang lumayan cukup jauh membuat kondisinya semakin memburuk. Max memerintahkan para dokter untuk segera menangani Aleandra, jangan sampai gadis itu mati sehingga usahanya menyelamatkan gadis itu menjadi sia-sia.     

Setelah membawa Aleandra ke rumah sakit. Max pulang ke rumah orangtuanya karena jarak dari rumah sakit ke rumah kedua orangtuanya tidak terlalu jauh. Tentu hal itu membuat Marline dan Michael heran karena mereka terbangun saat Max pulang. Max pulang waktu sudah menunjukkan pukul dua pagi dan yang semakin membuat mereka heran adalah, Max pulang dalam keadaan basah dan kotor.     

Tidak biasanya Max pulang begitu larut apalagi dalam keadaan basah dan kotor. Marline membuatkan minuman hangat untuk putranya, dia akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Apa putranya baru saja diserang oleh musuh?     

Max berada di kamar mandi. Dia berdiri di bawah shower dan diam saja. Max mengusap rambutnya yang basah dan tampak berpikir dan belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Entah kenapa malam ini dia merasa berbeda, Maximus Smith tidak seperti itu sebelumnya, Sungguh, dia sendiri tidak tahu. Tidak seharusnya dia melibatkan diri dalam permasalahan orang lain, sekarang dia tahu dia tidak bisa mundur lagi. Tapi tidak masalah, dia sedang bosan dan tidak ada kerjaan. Anggap sebagai penghilang rasa bosan. Lagi pula sudah lama tidak mendapat tantangan. Semoga saja orang-orang yang mengejar Aleandra tidak mengecewakan dan bisa memacu adrenalinnya.     

Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Max keluar dari kamar. Setelah ini dia harus pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan Aleandra. Sesungguhnya dia tidak mau, dia bisa tidur dengan nyaman tapi entah kenapa dia tidak bisa mengabaikannya.     

Max melangkah menuju dapur untuk mengambil air minum tapi dia terkejut ketika melihat ayah dan ibunya sedang menunggunya di sana. Max cuek saja dan melangkah melewati mereka.     

"Max, kemarilah. Mommy sudah membuatkan minuman hangat untukmu," ucap Marline. Memang segelas minuman hangat sudah berada di atas meja.     

"Ada apa, Mom? Kenapa kalian tidak tidur?" Max menghampiri mereka dan duduk bersama dengan mereka.     

"Kami ingin tahu, ada apa denganmu? Kenapa kau pulang dalam keadaan basah dan kotor? Apa terjadi sesuatu denganmu?" tanya ibunya.     

"Tidak," jawab Max seraya mengambil gelas minuman hangat yang sudah ibunya sediakan.     

"Tidak bagaimana? Apa ada yang menyerangmu secara tiba-tiba?" tanya ayahnya pula.     

"Bukan aku, Dad. Aku akan sangat senang jika ada musuh yang berani melakukannya. Aku sedang bosan, sudah lama tidak menyiksa seseorang."     

"Jika bukan dirimu, lalu apa yang terjadi?"     

"Hm, aku hanya menyelamatkan pelayanku saja."     

"Apa yang terjadi dengannya?" tanya ibunya ingin tahu.     

"Besok aku akan jelaskan, sekarang aku harus pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaannya."     

"Ada apa, Max? Kenapa terdengar begitu serius?" Marline semakin penasaran.     

"Besok, Mom. Aku janji akan menjelaskan pada kalian apa yang terjadi," ucap Max lagi. Dia sudah hendak beranjak tapi ayahnya menahan.     

"Jangan pergi dulu, Boy. Kita bicara sebentar," tahan ayahnya.     

"Dad, apa tidak bisa besok?" Max tampak gusar.     

"Tidak!" tolak Michael karena dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi malam ini juga.     

"Sekarang coba jelaskan pada kami apa yang telah terjadi!" ucap ayahnya lagi. Entah kenapa dia merasa putranya terlibat dengan sesuatu yang serius dan tentunya dia khawatir apalagi Maximus adalah satu-satunya putra yang mereka miliki.     

"Benar, Max. Jangan pergi dulu, coba jelaskan pada kami apa sebenarnya yang telah terjadi," ucap Marline pula.     

Max menatap kedua orangtuanya dan menghela napas. Dia tahu mereka pasti mengkhawatirkan dirinya. Padahal dia bukan anak kecil lagi tapi yeah, dia bisa memaklumkan kenapa mereka terlihat begitu khawatir. Sepertinya tidak ada salahnya menjelaskan pada mereka apa yang terjadi agar mereka tidak terlalu khawatir nantinya.     

"Max?" Marline memanggil karena putranya diam saja.     

"Pelayanku, aku baru saja menyelamatkan dirinya di dalam hutan." ucap Max.     

"Oh my, apa yang terjadi? Kenapa dia bisa berada di dalam hutan?" Marline tampak terkejut.     

"Apa dia melarikan diri darimu karena kau mengancamnya?" tanya ayahnya penasaran.     

"Bukan begitu, Dad. Aku menyelamatkan dirinya karena dia adalah seorang buronan yang berasal dari Rusia dan siang tadi dia hampir tertangkap dan mendapat dua tembakan," ucap Max.     

"Wait, apa maksudmu?" tanya ibunya tidak mengerti.     

"Sudah aku katakan dia seorang buronan," jawab Max.     

"Oh my God, buronan seperti apa maksudmu?" tanya Marline. Seperti putranya, dia juga mengira Aleandra adalah buronan yang sedang diburu oleh pihak berwajib. Jika demikian maka dia tidak mengijinkan putranya untuk menampung seorang buronan dan mungkin saja gadis itu berbahaya.     

"Jangan bermain-main dengan seorang buronan, Boy. Seharusnya kau menyerahkan dirinya pada pihak berwajib begitu kau tahu jika dia seorang buronan," ucap Michael. Dia juga beranggapan sama seperti istrinya.     

"Tidak seperti yang kalian kira, dia bukan buronan pihak berwajib."     

"Lalu?" tanya kedua orangtuanya secara bersamaan dan tentunya rasa penasaran semakin memenuhi hati mereka.     

"kalian terlihat begitu ingin tahu," ucap Max.     

"Tentu saja, Max. Tidak biasanya kau seperti ini. Lihat dirimu, kau selalu bersikap tidak peduli dengan orang di sekitarmu apalagi dengan orang yang tidak memiliki hubungan apa pun padamu. Malam ini untuk pertama kali Mommy melihat kau seperti ini. Aku tidak keberatan, aku senang kau mau mulai peduli dengan seseorang walau dia hanya seorang pelayan."     

"Entahlah, Mom," ucap Max. Dia sendiri tidak mengerti kenapa dia peduli dengan Aleandra, kenapa dia mau menolongnya. Padahal dia bisa membiarkan Aleandra mati di hutan itu, dia bisa menutup mata untuk hal itu tapi kenapa tidak bisa?     

Dia tahu ada yang salah pada dirinya, dia bahkan menganggap dirinya sudah gila. Dia harus masuk ke hutan dan melawan kawanan serigala sampai mencelakai anak buahnya bahkan dia harus turun ke lembah hanya untuk menolong seorang gadis yang tidaklah berarti sama sekali.     

Dia sendiri tidak mengerti kenapa dia mau melakukan hal itu walau dia sudah berpikir dengan keras. Seharusnya dia membiarkan Aleandra mati tapi dia justru mengkhawatirkan gadis itu yang sedang berada di rumah sakit saat ini.     

"Jadi, kenapa dia berada di hutan?" tanya Marline karena dia semakin penasaran.     

"Sepertinya dia lari ke sana agar tidak ada yang tahu. Dia berkata jika dia sedang melarikan diri dari orang-orang yang sudah menghabisi keluarganya."     

"Apa dia terlibat sesuatu selama berada di Rusia?" tanya Michael.     

"Tidak, dia bilang dia tidak tahu siapa orang yang telah menghabisi keluarganya. Dia hanya berusaha menyelamatkan diri sampai akhirnya dia bisa berada di negara ini."     

"Sungguh malang," ucap Marline. Dia tidak menyangka pelayan putranya mengalami kejadian buruk seperti itu.     

"Yeah, begitulah. Sebab itu aku pergi menyelamatkan dirinya di hutan." ucap Max. Walau sampai sekarang dia belum menemukan alasan bagus kenapa dia mau menolong gadis itu.     

"Itu bagus, Max. Mommy sangat senang kau mau membantunya, itu berarti kau peduli dengannya," ucap Marline sambil tersenyum lembut.     

"Tidak perlu berlebihan, Mom!"     

"Kenapa kau berkata seperti itu? Kau memang harus peduli dengan orang lain dan aku senang melihatmu seperti ini. Biasanya kau acuh tak acuh bahkan kau tidak mau terlibat dengan apa pun selain dengan permasalahan dalam keluarga kita. Kau selalu menutup mata dengan apa yang terjadi di sekitarmu dan kau tidak suka terlibat dengan permasalahan orang lain apalagi permasalahan yang tidak ada hubungannya denganmu."     

"Aku tahu, Mommy tidak perlu mengulangi perkataan itu!"     

"Bukan begitu, ini karena Mommy senang kau mau membantu orang lain. Setidaknya kau sudah mau berubah dan peduli dengan orang lain walau itu diawali dari pelayanmu."     

"Sudah aku katakan, Mommy tidak perlu terlalu berlebihan!" ucap Max kesal. Dia juga tidak mau membantu tapi gadis itu sudah mengusik dirinya. Awas saja saat dia sudah sadar nanti. Dia akan membuat perhitungan dengan gadis itu nanti.     

"Baiklah, jangan marah. Jika kau tidak peduli, lalu apa namanya? Kau pasti belum menyadarinya tapi percayalah jika apa yang kau lakukan saat ini karena kau peduli dengannya. Sekarang pergilah ke rumah sakit untuk melihat keadaannya dan jaga dia baik-baik. Besok Mommy dan Daddy akan pergi menjenguknya."     

"Mommy tidak perlu repot, aku tetaplah aku dan aku tidak peduli dengan siapa pun. Aku membantunya karena dia tawananku sebab itu aku tidak mengijinkan dirinya mati begitu saja karena yang akan membunuh dan menyiksanya adalah aku!" ucap Max seraya beranjak.     

Yeah, pasti karena itu dia mau membantu Aleandra. Sekali menjadi tawanannya maka tidak akan dia lepaskan. Dia pasti ingin gadis itu mati di tangannya sebab itu dia bersusah payah menyelamatkan Aleandra di dalam hutan.     

Marline dan Michael saling pandang, sepertinya putra mereka sedang menyangkal jika sesungguhnya dia peduli dengan gadis itu. Untuk saat ini biarkan saja Max berasumsi demikian tapi seiring berjalannya waktu, Max pasti menyadari jika dia peduli dengan gadis yang dia tawan. Entah kenapa Marine jadi berharap, semoga saja gadis itu bisa merubah putranya yang sedikit aneh.     

"Aku mau pergi!" ucap Max.     

"Hati-Hati, Sayang," teriak Marline karena putranya sudah melangkah keluar dapur.     

Max mengangguk dan berlalu pergi karena dia tidak mau melanjutkan percakapan itu, ibunya terlalu berlebihan. Tidak mungkin dia peduli dengan Aleandra. Dia hanya tawanan yang bisa dia bunuh kapan saja. Tapi walau dia beranggapan demikian, entah kenapa ucapan ibunya seperti menghantui dirinya. Apa benar dia peduli dengan gadis asal Rusia itu?     

Tidak, apa yang dikatakan ibunya tidaklah benar. Mana mungkin dia peduli? Walau dia selalu menyangkal namun dia tidak mendapat alasan lain kenapa dia mau repot menyelamatkan hidup Aleandra bahkan sekarang dia merepotkan diri pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan gadis itu.     

Max mengumpat, sial. Ada yang salah pada dirinya. Seharusnya dia pulang tidur tapi entah kenapa dia sangat ingin melihat keadaan Aleandra saat ini. Apakah yang dikatakan oleh ibunya benar? Apa dia peduli dengan gadis itu? Max kembali mengumpat, dia benar-benar tidak suka dengan keadaannya yang seperti ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.