Hi's Like, Idiot But Psiko

Aku Sudah Jadi Milikmu



Aku Sudah Jadi Milikmu

0Aleandra berendam di dalam bathtub saat itu untuk merenggangkan otot tubuhnya. Dia juga masih merasa nyeri dibagian sela pahanya. Ternyata hilang keperawanan lumayan sakit. Entah Max yang terlalu bersemangat atau memang sakitnya seperti itu, tapi dia masih bisa merasakan perihnya.     

Selama Aleandra berendam, Maximus berbicara dengan ibunya yang menghubungi saat itu. Dia memang pergi tanpa mengatakan pada ibunya terlebih dahulu. Tentu saja Marline mencari karena dia tidak mendapati Maximus berada di rumah bersama dengan Aleandra.     

"Jadi kau sedang pergi bersama Aleandra?" tanya ibunya.     

"Yeah, kami akan kembali beberapa hari lagi," Max melihat ke arah ranjang di mana terdapat darah keperawanan Aleandra di sana. Senyum terukir di bibir, gadis itu benar-benar sudah jadi miliknya sekarang. Setelah ini jangan harap gadis itu akan lepas karena dia tidak melepaskannya.     

"Baiklah, tidak perlu terburu-buru. Nikmati waktu kalian berdua di sana," ucap ibunya.     

"Kenapa Mommy mencariku?" tanya Max.     

"Aku dan Alesya ingin mengajaknya pergi untuk membeli beberapa pakaian. Mommy perhatikan Aleandra tidak memiliki pakaian yang bagus, sebab itu kami ingin mengajaknya berbelanja. Kau juga harus mempedulikan hal ini, Max. Jangan lupa memanjakan dirinya agar dia senang!"     

"Baiklah, Mom. Kau bisa mengajaknya saat kami sudah kembali. Mommy tidak perlu khawatir, aku tahu apa yang harus aku lakukan," ucap Maximus.     

"Good, Boy. Mommy senang mendengarnya. Nikmatilah waktu kalian berdua, semoga saja hubungan kalian semakin dekat."     

"Pasti, Mom!"     

Max masih berbicara dengan ibunya sebentar dan setelah selesai, dia menghubungi Jared untuk memberinya perintah. Dia ingin semua sudah siap saat mereka kembali nanti. Cukup lama dia memberikan perintah pada Jared dan setelah selesai, Max meletakkan ponselnya di atas meja yang terdapat di sisi ranjang.     

Max menuju kamar mandi, dia akan bergabung dengan Aleandra. Gadis itu menatapnya sejenak dengan wajah tersipu dan setelah itu Aleandra memalingkan wajahnya. Max tersenyum dan masuk ke dalam bathtub, air pun jadi tumpah saat dia bergabung dan duduk di belakang Aleandra.     

"Apa kau baik-baik saja, Aleandra?" Max memeluknya dan mencium bahunya.     

"Aku baik-baik saja, Max," Aleandra bersandar di bahunya dengan nyaman.     

"Apa masih sakit?" bibir Max tidak berhenti, kini bibirnya sudah bermain di telinga dan wajah Aleandra.     

"Masih terasa sedikit perih."     

"Shit, aku minta maaf. Padahal itu pertama kalinya bagimu tapi aku sedikit berlebihan!"     

"Tidak apa-apa, Max. Sebentar lagi rasa sakitnya akan hilang jadi tidak perlu merasa bersalah."     

"Baiklah," Max kembali mencium pipinya, dagu Alendra diangkat agar dia bisa mencium bibir gadis itu.     

Aleandra tersenyum dan kembali bersandar di bahunya, Max mengusap lengannya sesekali dengan air. Dia bahkan mengambil sabun dan memakaikannya di lengan Aleandra.     

"Siapa yang menghubungimu, Max?" tanya Aleandra.     

"Ibuku, dia dan Alesya ingin mengajakmu pergi tapi kita tidak ada."     

"Pergi ke mana?" tanya Aleandra lagi.     

"Membeli beberapa barang."     

Aleandra diam saja, tatapannya menerawang jauh. Bukannya dia tidak mau, tapi dia takut ibu Max juga sepupunya jadi terlibat permasalahan yang sedang dia alami.     

"Kenapa kau diam? Apa yang sedang kau pikirkan, Aleandra?"     

"Sebaiknya katakan pada mereka untuk tidak mengajak aku, Max. Aku takut ibumu dan Alesya jadi terlibat permasalahanku."     

"Tidak perlu khawatir, Aleandra. Jangan meremehkan mereka karena mereka tidak selemah yang kau kira!"     

"Baiklah, jadi apa yang akan kita lakukan besok, Max?"     

"Aku ingin melatihmu, Aleandra. Kau tidak keberatan, bukan?"     

"Melatihku?" tanya Aleandra sambil mengernyitkan dahi.     

"Yes, aku ingin melatih caramu menembak agar lebih baik lagi saat ada musuh. Selama ini kau belajar dari lokasi syuting saja, bukan? Aku yakin kau pasti tidak pernah memegang senjata asli sebelumnya."     

"Kau benar, Max. Ketika pertama kali kita diserang, itu pertama kalinya aku memegang senjata api sungguhan. Aku bahkan tidak menyangka bisa menembak target dengan tepat."     

"Sebab itu kemampuan menembakmu harus diasah agar lebih baik lagi. Di sini tidak akan ada yang tahu apa yang kita lakukan jadi kau mau, bukan?"     

"Tentu saja," Aleandra mengangkat wajah dan memberikan ciuman di pipi Max, "Aku sangat senang jika kau mau melatih kemampuanku agar lebih baik lagi," ucapnya.     

"Aku senang jika kau bersedia," dagu Aleandra diangkat, bibirnya di kecup dengan pelan. Senyum menghiasi wajah Aleandra, saat Maximus mengusap wajahnya. Max mencium wajah Aleandra, bibirnya menyelusuri wajah gadis itu dan turun ke bawah.     

Mata Aleandra terpejam, menikmati sentuhan bibir Max dan juga tangannya. Kedua tangan Max sudah berada di dadanya, jari jemarinya memainkan puncak dada Aleandra yang sudah menantang.     

Aleandra menggigit bibir, desahan napasnya yang berat terdengar. Max mengangkat satu kaki Aleandra, meletakkan kaki gadis itu di atas pahanya dan setelah itu jari Maximus mulai bermain di area intimnya.     

"Akh... Max!" Aleandra memegangi lengan pria itu dan menikmati sentuhan yang dia berikan.     

Tangan Maximus tidak berhenti, satu tangannya berada di dada Aleandra dan memainkan puncak dadanya. Bibirnya juga tidak berhenti mencium leher Aleandra.     

Suara desahan Aleandra masih terdengar apalagi Max tidak juga menghentikan tangannya. Gadis itu mulai menjadi candu baginya, dia benar-benar tidak bisa berhenti dan menginginkan gadis itu lagi dan lagi.     

"Aleandra," Max memanggilnya dengan suara berat. Tangan yang bermain di area intim Aleandra sudah berpindah. Paha Aleandra di usap dengan perlahan, bibirnya juga tidak henti mencium pipi Aleandra.     

Aleandra terengah, dadanya terlihat turun naik. Pikirannya kosong, dia merasa lama-lama hal itu akan menjadi candu baginya.     

"Apakah masih perih, Aleandra?" Max bertanya demikian karena dia tidak akan melakukannya jika Aleandra masih berasa perih.     

"No," ucap Aleandra dengan napas yang masih berat.     

"Jika begitu tidak masalah, bukan? Aku tidak akan melakukannya jika kau masih merasa sakit."     

Aleandra tersenyum, kaki yang masih berada di atas kaki Maximus diturunkan. Aleandra memutar tubuhnya dan duduk di atas pangkuan Max. Dia tahu Max mengkhawatirkan dirinya tapi dia rasa mereka sudah tidak perlu menahan diri lagi.     

"Kau sudah tidak perlu menahan diri lagi, Max. Aku sudah jadi milikmu. Bukankah kau bilang ingin bercinta denganku sepanjang hari? Kau bisa melakukannya sampai aku tidak bisa beranjak dari atas tempat tidur!"     

Max terkekeh, sebuah ciuman mendarat di pipi Aleandra dan juga usapan lembut dia berikan di wajah gadis.     

"Aku tidak segila itu, Aleandra. Aku menginginkan dirimu tapi aku tidak akan menyakiti dirimu."     

"Baiklah, apa jadi dilanjutkan?"     

"Tentu saja!" Maximus mencium bibir Aleandra dengan penuh nafsu. Satu tangannya kembali meremas dada Aleandra dan memainkan puncak dadanya. Mereka kembali dikuasai oleh api nafsu. Sebuah jilatan Max berikan di dada Aleandra. Lidahnya bahkan sedang memainkan puncak dadanya. Aleandra mendeseh nikmat, sosis Amerika yang sudah berubah bentuk dapat dia rasakan. Tangannya mulai menyentuh benda itu, memijatnya perlahan. Max memejamkan mata, sentuhan tangan Aleandra semakin membuatnya tidak tahan.     

"Lakukan, Aleandra!" ucapnya dengan suara parau.     

Aleandra mengangguk, posisi pun diambil dan setelah itu Aleandra menyatukan tubuh mereka. Suara erangan terdengar saat tubuh mereka bersatu, Aleandra mulai bergerak perlahan. Air yang ada di dalam bathtub pun mulai berguncang perlahan.     

Kedua tangan Max berada di bokong Aleandra, gadis itu semakin mempercepat gerakannya sampai air mulai tumpah keluar dari sisi kanan dan kiri bathtub. Maximus mencium bibirnya sesekali, meremas dadanya dan memberikan jilatan lebar di sana.     

"Max, ahh!" Aleandra semakin bergerak cepat, dia tidak peduli dengan apa pun bahkan air sudah hampir habis.     

"Faster, Aleandra!" Max memintanya dengan suara parau seksinya.     

Kedua tangan Aleandra menekan kedua bahunya, bokongnya bergoyang dengan cepat. Ternyata bermain dengan posisi seperti itu memberikan sensasi yang berbeda karena milik Max masuk ke bagian intimnya yang lebih dalam.     

Rambut Aleandra sudah berantakan, mereka berdua terlihat kacau apalagi mereka belum mencapai klimaks dari pemainan mereka. Napas mereka memburu, kedua tangan Max kembali berada di bokong Aleandra dan menahannya.     

"Max,"Aleandra mengusap rambut pria itu dan mencium dahinya. Mereka kembali berciuman dan setelah itu Aleandra kembali bergerak untuk mencapai sensasi akhir dari permainan panas yang mereka berdua lakukan.     

Rasanya ingin mengambil kendali tapi bathtub itu sempit. Max membiarkan Aleandra yang mengambil kendali, setelah ini dia yang akan mengambil kendali dan membuat gadis itu mengerang nikmat di bawahnya tapi untuk saat ini biarkan Aleandra yang memimpin.     

Gerakan Aleandra semakin cepat, air yang tersisa semakin terguncang karena gerakan Aleandra. Gerakan yang dia lakukan semakin cepat dan akhirnya, suara erangan mereka terdengar saat puncak kenikmatan itu datang. Tangan Max menahan bokong Aleandra saat pria itu menyemprotkan banyak cairan hangat di dalam sana. kepala Aleandra jatuh di bahunya, napasnya masih memburu. Mereka masih berada di posisi itu untuk menikmati sensasi nikmat yang masih bisa mereka rasakan.     

Tangan Max mengusap punggung Aleandra, ciumannya juga berada di pipi Alenadra.     

"Setelah ini bolehkan aku beristirahat terlebih dahulu?" pinta Aleandra.     

"Tentu saja, apa kau ingin makan sesuatu?"     

"Boleh juga, aku jadi merasa lapar."     

"Jika begitu segera bersihkan diri, aku akan mengambilkan makanan untukmu."     

Aleandra mengangguk, dia masih berada di posisi seperti itu tapi tidak lama kemudian mereka beranjak menuju shower. Max membantu Aleandra membersihkan tubuhnya. Gadis itu tidak membantah sama sekali.     

Sebuah handuk sudah melilit di tubuh Aleandra saat Max menggendongnya keluar. Baju pun dikenakan, Aleandra menerima perlakuan manis pria itu dengan perasaan bahagia.     

Max bahkan memintanya untuk menunggu di kamar karena dia yang akan mengambilkan makanan untuk Aleandra. Gadis itu menunggu di balkon, menikmati indahnya langit malam yang indah di sana.     

Max kembali dengan semangkok sereal yang dia buat, pria itu duduk di sisinya dan memberikan sereal yang dia bawa.     

"Makan ini, setelah ini kita tidur."     

"Thanks, Max. Apa kau tidak makan?" Aleandra mengambil sereal yang diberikan oleh Maximus.     

"Tidak, makanlah. Setelah itu kita masuk ke dalam karena udara semakin dingin!"     

Aleandra menjawab dengan anggukan, dia mulai menikmati serealnya sambil bersandar di bahu Maximus. Tangan Maximus membelai rambutnya tanpa henti dan setelah sereal sudah habis dan air putih di teguk, Max menggendong Aleandra masuk ke dalam kamar.     

Max memeluk Aleandra dengan erat, gadis itu berbaring dengan nyaman di dalam pelukannya yang hangat.     

"Good night, Max," ucap Aleandra seraya mencium pipinya.     

"Good night, Aleandra."     

Aleandra tersenyum saat Max mencium dahinya. Semoga saja mereka selalu seperti itu dan semoga tidak ada yang mengganggu hubungan mereka berdua.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.