Hi's Like, Idiot But Psiko

Rasa Kecewa Aleandra



Rasa Kecewa Aleandra

0Emosi Maximus sudah mereda, dia bahkan terlihat puas setelah mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Aleandra. Ternyata gadis itu tidak mengecewakan dirinya, walau emosi sempat memenuhi hati namun Aleandra benar-benar membuatnya tidak menyesal karena dia sudah menahan emosi.     

Walau begitu dia tidak akan memaafkan Fedrick jika pria itu berani memfitnah dirinya lagi apalagi dia masih harus menahan kekesalan di hati karena Fedrick menyentuh tangan Aleandra. Beruntungnya hanya itu saja yang dilakukan oleh pria itu. Maximus masih memperhatikan laptop, setelah ini Aleandra akan mendapatkan hukuman darinya.     

Di dalam ruangan, Fedrick dan Aleandra masih diam saja. Aleandra menunggu jawaban dari Fedrick tapi pemuda itu masih diam. Fedrick sedang mencari jawaban yang tepat, bagaimanapun hanya ini satu kesempatan yang dia miliki untuk meyakinkan Aleandra.     

"Kenapa kau diam, Fedrick? Kau tidak menjadi bisu mendadak, bukan?" tanya Aleandra.     

"Jawaban apa yang kau inginkan, Aleandra?" Fedrick menghela napas dan duduk di sebuah kursi. Air yang ada di atas meja diraih dan di teguk sampai habis, dia tidak menduga Aleandra akan bertanya seperti itu.     

"Kenapa kau bertanya seperti itu padaku?" Fedrick memandanginya dengan tatapan sendu.     

"Aku hanya ingin tahu saja apa yang akan kau lakukan jika kau berada di posisi ku, Fedrick. Sekarang jawab aku, jika kau tidak bisa menjawabnya maka jangan mengambil asumsi sendiri. Kau tidak mengenal Maximus, kau tidak tahu apa yang aku alami selama aku melarikan diri di kota ini," Aleandra menghampiri Fedrick dan duduk di sisinya.     

"Aku yakin kau pasti hanya menjadikan dirinya sebagai pelarian saja atas apa yang kau alami sebab itu kau mau bersama dengannya," ucap Fedrick.     

"Tidak, sudah aku katakan padamu jika tidak boleh mengambil asumsi sendiri. Pertemuanku dengan Maximus tidak seindah yang kau kira, dia juga hampir membunuh aku. Apa kau pikir begitu aku bertemu dengannya dia memberikan rasa aman padaku? Apa kau mengira kami langsung jatuh cinta saat kami bertemu?"     

Fedrick menatap ke arah Aleandra, gadis itu juga memandanginya dan tersenyum. Semoga mereka bisa berbicara tanpa melibatkan emosi lagi dan bisa membahas permasalahan mereka dengan kepala dingin. Dia lebih suka mereka berbicara seperti itu dari pada menggunakan emosi.     

"Aku baru sadar sekarang, ternyata kita tidak pernah berbicara seperti ini," ucap Fedrick. Matanya menerawang jauh, mereka benar-benar tidak pernah melakukan apa pun bahkan waktu seperti itu saja tidak pernah mereka miliki.     

"Bagaimana mungkin kita punya waktu berbicara seperti ini, Fedrick. Kau pergi tidak lama setelah kembali."     

"Aku tahu, Aleandra. Aku sudah menyia-nyiakan dirimu," Fedrick menunduk dan mengusap wajahnya. Mata terasa panas, dia tahu hubungan mereka sudah tidak bisa diperbaiki lagi.     

"Jika begitu seharusnya kau tahu jika kita sudah tidak bisa bersama lagi," ucap Aleandra.     

Fedrick menggeleng, dia tidak bisa menahan kesedihannya lagi. Kenapa perpisahan begitu menyakitkan? Dia sangat tidak menduga jika mereka akan berakhir seperti itu.     

"Aku mencintaimu Fedrick, tapi itu dulu. Walau sesungguhnya aku kecewa dengan hubungan kita namun aku tidak pernah berpikir untuk mengakhiri hubungan kita karena kita tidak seperti sedang menjalin hubungan. Kau sibuk dengan dunia-mu, aku juga sibuk dengan duniaku. Kita berdua seperti itu sepanjang tahun, orang-orang bahkan tidak percaya jika kita sedang menjalin hubungan."     

"Aku terlalu bodoh, Aleandra. Aku tidak menyangka kau akan bertemu dengan seseorang yang lebih mencintai dirimu dan aku tidak menduga kau akan meninggalkan aku."     

"Kita hanya tidak berjodoh Fedrick, jangan menyesalinya. Masih banyak wanita yang lebih baik dariku jadi jangan menyesali perpisahan kita. Mulai sekarang kau harus memperbaiki diri agar kau tidak mengulangi kesalahan yang sama."     

"Apa kita benar-benar sudah tidak bisa bersama lagi, Aleandra?" Fedrick berpaling dan memandanginya dengan tatapan penuh harap.     

"Seharusnya kau tahu itu sudah tidak mungkin, Fedrick. Aku sudah menyerahkan hatiku pada Maximus, aku sudah memilih dirinya. Aku juga sudah bersumpah tidak akan mengkhianati cinta yang dia berikan padaku. Aku memilih bersama dengannya bukan karena paksaan atau ancaman seperti yang kau kira namun aku bersama dengannya karena hatiku yang memilih dirinya. Memang pertemuan kami membuat aku menjadi buronannya tapi semakin aku mengenal dan bersama dengannya, aku merasa bahagia dan kebahagian itu tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Kau pria yang baik, Fedrick. Aku tahu itu tapi aku rasa kau memang tidak mencintai aku sebab itu kau tidak pernah memiliki waktu untukku. Mungkin kau enggan memutuskan hubungan kita karena kau iba denganku atau kau tidak peduli dengan hubungan kita yang tidak jelas sejak awal!"     

"Tidak, apa yang kau katakan tidak benar, Aleandra!" sangkal Fedrick.     

"Jika begitu katakan padaku, Fedrick. Apa yang membuatmu menyukai aku waktu itu? Apa yang kau lihat dariku waktu itu sehingga kau mengajak aku menjalin hubungan? Jangan tanyakan padaku kenapa aku menerima perasaanmu, aku menerimanya karena aku benar-benar jatuh cinta padamu waktu itu!" ucap Aleandra. Kenapa dia jadi merasa jika apa yang baru saja dia ucapkan tentang hubungan mereka adalah benar?     

Fedrick kembali diam mendengar pertanyaan Aleandra, sedangkan di ruangan lain Max jadi iba dengan Aleandra. Dia menebak Fedrick tidak bersungguh-sungguh menyukai Aleandra. Jangan katakan jika pria itu ingin bersama Aleandra hanya karena dia ingin terlihat memiliki kekasih saja.     

Rasanya ingin masuk ke dalam ruangan itu dan memeluknya erat, dia juga sudah sangat ingin membawa Aleandra pergi agar hatinya tidak semakin hancur. Rasanya ingin mendobrak pintu apalagi Aleandra terlihat menangis.     

"Kenapa lagi-lagi kau diam, Fedrick? Apakah tebakanku benar? Apa waktu itu kau hanya iseng saja mengajak aku menjalin hubungan tapi tanpa kau duga aku menerimanya?" Air mata Aleandra mengalir deras, dia sungguh tidak berani membayangkannya. Apa selama ini hanya dia saja yang menganggap jika mereka benar-benar pasangan kekasih?     

"Fedrick!" teriak Aleandar karena Fedrick diam saja.     

"Katakan padaku jika apa yang aku pikirkan saat ini salah, Fedrick!" air mata semakin mengalir deras. Aleandra terlihat kecewa, dia rasa apa yang dia pikirkan saat ini sangatlah benar.     

"Tidak, apa yang kau pikirkan tidak benar. Waktu itu aku benar-benar serius," Fedrick memeluk Aleandra karena dia ingin menghiburnya. Aleandra menangis tersedu, walau Fedrick berkata demikian tapi dia sangat yakin jika Fedrick tidak mencintainya sama sekali.     

Dia tidak menyangka akan mengetahui hal seperti ini, ternyata selama ini dia sungguh menyedihkan. Aleandra mendorong tubuh Fedrick dan beranjak pergi. Kecewa dan amarah menjadi satu dalam hatinya. Ternyata hubungan yang mereka jalani selama ini hanyalah hubungan palsu. Pantas saja Fedrick tidak pernah memberikan waktu untuknya, pantas saja pria itu selalu sibuk dengan dunianya. Sekarang sudah terjawab, ternyata selama ini memang tidak ada perasaan di hati Fedrick untuknya. Jika memang demikian, lalu untuk apa Fedrick mencarinya dengan susah payah dan mengajaknya kembali?     

"Aleandra, dengarkan aku!" Fedrick juga beranjak dan menghampiri dirinya.     

"Stop di sana, Fedrick. Jangan mendekat lebih dari pada itu!" teriak Aleandra. Air mata dihapus dengan kasar. Dia benar-benar menyedihkan. Dia tidak menduga ternyata dialah yang paling menyedihkan.     

"Kau salah paham, Aleandra. Aku sangat mencintaimu, percayalah. Aku menyadari perasaanku ini setelah kau pergi dariku. Aku datang karena aku memang ingin memperbaiki hubungan kita dan memulainya dari awal. Aku tidak berdusta untuk hal ini, aku sungguh mencintaimu!"     

"Cinta itu baru kau sadari setelah aku tidak ada, bukan? Jadi selama ini cinta yang ada hanyalah palsu!" teriak Aleandra lantang.     

Fedrick tidak bisa berkata apa-apa, dia hanya diam menyaksikan Aleandra menangis. Dia tidak bermaksud membuat Aleandra sedih, dia sendiri tidak menyangka Aleandra akan bertanya seperti itu dan dia sendiri tidak menyangka jika dia tidak bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Aleandra.     

Mereka berdua diam, hanya terdengar isak tangis Aleandra saja. Pintu ruangan terbuka, Maximus melangkah masuk ke dalam dan menghampiri Aleandra yang sedang menangis. Dia sudah tidak tahan melihatnya lagi, sebegitunya'kah pria itu tidak menghargai Aleandra?     

Fedrick menatap Maximus dengan tajam saat Aleandra memeluknya dan menangis dalam pelukannya. Dia benar-benar terlihat menyedihkan dan sesungguhnya dia malu Maximus masuk ke dalam ruangan itu dalam keadaannya yang menyedihkan.     

"Aku mau pulang, Max," ucap Aleandra.     

"Jika begitu kita akan pulang," ucap Maximus seraya mengusap kepala Aleandra..     

"Kita belum selesai, Aleandra!" ucap Fedrick.     

"Aku rasa tidak ada yang perlu di bahas lagi, Fedrick. Mataku sudah terbuka lebar sekarang, ternyata aku begitu menyedihkan. Ternyata kau tidak mencintai aku selama ini, kau menyadari perasaanmu setelah aku tidak ada. Aku benar-benar kecewa padamu, apa menyenangkan mempermainkan aku seperti ini?" tanya Aleandra.     

"Aku minta maaf, Aleandra. Sekarang aku ingin menjalin hubungan serius denganmu, kembalilah denganku. Ibuku ingin berbicara denganmu, dia sangat ingin bertemu denganmu jadi ikut aku kembali ke Rusia dan kita akan menikah!" ucap Fedrick.     

"Terima kasih, tapi kau sudah menghancurkan semuanya. Lebih baik kau tidak datang mencari aku, seharusnya kau bersikap seperti biasanya. Lagi pula aku tidak penting bagimu, bukan? Seharusnya kau tidak membuang waktumu untuk datang ke sini. Pertemuan hari ini akan jadi akhir pertemuan kita, aku harap kau segera kembali ke Rusia. Jaga kedua orangtuamu dengan baik, tolong sampaikan salamku pada mereka. Aku harap kau melupakan aku, jangan coba-coba melakukan apa pun apalagi bekerja sama dengan orang yang tidak dikenal agar aku bisa kembali padamu karena apa pun yang kau lakukan, kita tidak akan bisa bersama lagi!" ucap Aleandra.     

"Aleandra, aku?" Fedrick benar-benar tidak terima.     

"Stop, Fedrick. Selamat tinggal!" ucap Aleandra. Dia rasa sudah cukup jadi dia mengajak Maximus pergi dari sana. Fedrick tidak bergeming, rasa sesak memenuhi dada. Waktu itu memang tidak ada rasa cinta untuk Aleandra tapi sekarang? Rasa cinta itu semakin tumbuh subur di hati apalagi Aleandra lebih memilih bersama dengan pria lain.     

Apakah dia harus menyerah dengan cinta yang dia rasakan? Cintanya bahkan sudah layu sebelum berkembang. Fedrick melangkah menuju kursi dan menjatuhkan diri di sana, apakah dia harus melupakan rasa cintanya?     

"Sial!" Fedrick mengumpat, rasa cintanya pada Aleandra semakin menyesakkan dada. Apa dia benar-benar harus menyerah? Tidak, rasanya tidak rela.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.