Hi's Like, Idiot But Psiko

Keputusan Fedrick



Keputusan Fedrick

0Pagi itu, Jared mendapat telepon dari Fedrick. Pria itu sudah mengambil sebuah keputusan apa yang harus dia lakukan setelah sekian lama berpikir. Walau keputusan itu dia ambil dengan perasaan berat tapi dia sadar jika semua yang terjadi akibat kebodohan yang dia lakukan. Dia tahu jika dia tidak boleh egois apalagi semua yang terjadi karena kesalahannya sendiri.     

Nasi sudah menjadi bubur, dia rasa sulit untuk memperbaikinya apalagi dia bisa melihat jika Aleandra begitu marah dan kecewa padanya. Dia tahu sekalipun dia memaksa, sekeras apa pun dia berusaha tapi kebodohan yang terakhir kali dia lakukan sudah pasti semakin membuat Aleandra tidak mau kembali dengannya. Seharusnya dia menjawab pertanyaan yang Aleandra berikan tapi dia benar-benar pecundang. Dia sangat menyesali kebodohannya, dia sudah berpikir cukup keras setelah Aleandra pergi meninggalkan dirinya sampai akhirnya keputusan sulit pun dia buat.     

Fedrick sudah memutuskan untuk kembali ke Rusia, dia mengambil keputusan itu walau sesungguhnya dia tidak mau. Ibunya marah padanya karena dia gagal membawa Aleandra kembali, ibunya bahkan tidak mau berbicara dengannya untuk saat ini. Dia juga tahu dia tidak bisa memaksa Aleandra, sebab itu keputusan untuk kembali menjadi pilihan yang paling sulit dia ambil.     

Dia menghubungi Jared karena dia ingin bertemu dengan Aleandra sebelum dia kembali ke Rusia. Dia juga ingin meminta maaf dan mengucapkan kata perpisahan. Tidak saja bertemu dengan Aleandra, dia juga ingin bertemu dengan Maximus dan berbicara dengannya. Dia harap mereka mau menemui dirinya.     

Jared segera menjawab saat ponselnya berbunyi, dia tahu siapa yang menghubungi apalagi Fedrick sudah menghubunginya secara berkali-kali. Dia tidak bisa mengabaikan panggilan itu karena bisa saja ada hal penting yang hendak pria itu bicarakan.     

"Ada apa, Sir? Aku rasa bosku tidak ingin menemui anda lagi!" ucap Jared tanpa basa basi.     

"Tolong, hanya kali ini saja. Aku ingin menemui mereka karena ada hal penting yang hendak aku bahas dengan mereka!" ucap Fedrick.     

"Bicarakan sekarang, aku akan menyampaikannya!"     

"Ini penting, aku rasa tidak bisa diwakilkan karena aku ingin mengucapkan kata perpisahan jadi tolong sampaikan pada mereka aku ingin menemui mereka," Fedrick masih berusaha, bagaimana pun dia sudah memutuskan. Dia tidak mau menunda karena dia takut dia kembali tidak rela sehingga dia berubah pikiran.     

"Baiklah," ucap Jared. Dia rasa pemuda itu memang serius jadi tidak ada salahnya dia menyampaikan hal itu pada bosnya, "Aku akan menghubungimu dan memberimu kabar nanti," ucapnya lagi.     

"Terima kasih, aku tunggu. Aku harap kau segera memberi aku kabar!" Fedrick melihat ke arah barang-barangnya yang sudah dia rapikan. Setelah bertemu dengan Aleandra, dia akan langsung berangkat ke bandara untuk kembali ke Rusia.     

Walau sesungguhnya dia tidak ingin berpisah, dia sangat ingin memperbaiki hubungannya dengan Aleandra apalagi cinta yang terlambat dia sadari membuatnya semakin tidak ingin berpisah dengan Aleandra tapi dia tahu dia tidak bisa memaksa Aleandra untuk kembali dengannya. Untuk terakhir kali, dia sangat ingin tahu apakah Aleandra mau kembali dengannya atau tidak, entah kenapa dia sangat ingin mendengar jawaban dari Aleandra untuk terakhir kalinya.     

Jared segera menghubungi bosnya, dia tidak mau menunda apalagi pria itu terlihat begitu serius. Maximus terbangun saat mendengar suara ponselnya yang berbunyi, saat itu waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Mereka berdua masih tidur karena mereka melewatkan malam mereka dengan banyak bercinta. Mereka bahkan baru tidur saat waktu menunjukkan pukul lima pagi.     

Aleandra masih tertidur di dalam pelukannya yang hangat. Dia benar-benar lelah setelah melewati percintaan panas mereka. Dia juga lelah karena kekuatan yang Maximus miliki, setelah ini dia mau minta cuti untuk tidak bercinta selama satu minggu.     

Maximus berusaha meraih ponsel yang berada di atas meja, satu tangan memeluk Aleandra agar dia tidak terbangun kerena gerakan yang dia lakukan. Tangannya bahkan mengusap punggung Aleandra, mereka tidak sedang memakai apa pun saat itu.     

Ponsel sudah didapatkan, Max melihatnya sebelum menjawab. Dia lupa mengatakan pada Jared jika dia tidak pergi ke kantor hari ini. Asisten pribadinya mungkin sudah menunggu di luar sana.     

"Hari ini aku tidak pergi ke kantor, Jared," ucapnya.     

"Baik, Master. Tapi ada yang ingin bertemu dengan anda," ucap Jared.     

"Siapa?"     

"Pemuda berasal Rusia itu ingin menemui anda dan Nona Aleandra."     

"Ada apa lagi? Katakan aku tidak punya waktu!" tolak Maximus. Lagi-Lagi Fedrick, pria itu paling pandai menghancurkan harinya dengan Aleandra. Apa pembicaraan waktu itu masih kurang? Apa dia sengaja ingin menemui mereka lagi untuk menghancurkan hubungannya dengan Aleandra?     

"Tidak saja ingin bertemu denganmu dan Nona Aleandra tapi dia juga berkata jika dia ingin membicarakan hal yang sangat serius sehingga dia ingin membicarakan hal ini dengan kalian berdua saja. Jika tidak salah dia ingin mengucapkan kata perpisahan."     

Max mengernyitkan dahi, apakah Fedrick sudah menyadari jika dia tidak mungkin bisa mendapatkan Aleandra dan memutuskan untuk kembali ke Rusia? Semoga saja demikian. Walau sesungguhnya dia enggan tapi dia rasa tidak ada salahnya pergi menemui pria itu untuk terakhir kali. Mungkin saja dia benar-benar sudah menyadari kesalahan dan memutuskan akan kembali ke Rusia.     

"Baiklah, katakan padanya ini terakhir kalinya aku dan Aleandra menemuinya dan katakan juga jika dia masih ingin menyakiti perasaan Aleandra maka lupakan. Lebih baik tidak bertemu dari pada hanya membuat Aleandra menangis!"     

"Akan aku sampaikan," ucap Jared.     

Max meletakkan ponselnya setelah selesai berbicara dengan Jared. Semoga saja Fedrick benar-benar ingin mengucapkan kata perpisahan. Jika itu yang hendak pria itu lakukan maka dia akan memberikan kesempatan pada pria itu untuk menemui Aleandra untuk terakhir kali.     

Ciumannya mendarat di dahi Aleandra, usapan lembut juga dia berikan di punggung Aleandra. Setelah pertengkaran pertama mereka telah berlalu, hubungan mereka terasa semakin dekat. Maximus merasa jika dia semakin mencintai Aleanndra. Dia akan tetap memperjuangkan gadis itu walau sebesar apa pun rintangan yang harus dia hadapi nanti.     

Aleandra mengencangkan pelukannya, rasanya enggan bangun apalagi dia masih mengantuk. Max tersenyum, ciumannya kembali mendarat di pipi Aleandra.     

"Kau mau tidur sampai jam berapa, Aleandra?" Maximus berbisik dan memainkan bibirnya ke wajah Aleandra.     

"Aku masih mengantuk, Max," jawab Aleandra tanpa mau membuka matanya yang berat.     

"Ayolah, sudah siang. Ibuku meminta aku membawamu pulang hari ini, aku juga ingin mengajakmu ke suatu tempat," Max tidak mengatakan jika dia akan membawa Aleandra menemui Fedrick. Sebaiknya langsung membawa Aleandra menemui pria itu tanpa mengatakan apa pun.     

"Sebentar lagi saja, Max. Aku benar-benar mengantuk," Aleandra menggesekkan wajahnya ke dada bidang Maximus. Pria itu kembali tersenyum, dia jadi ingin menggoda Aleandra.     

Maximus mencium wajahnya, tangannya berada di pinggang Aleandra. Ciumannya tidak berhenti, begitu juga dengan tangannya yang terus bergerak ke atas.     

"Ngg... Max!" Aleandra berusaha menahan tangan Maximus yang sedang meremas dadanya dan memainkan puncaknya.     

"Oh... aku jadi menginginkan dirimu, Aleandra!" Maximus semakin bersemangat, sedangkan erangan Aleandra semakin terdengar.     

"A-Apa semalam kurang?" tanya Aleandra di balik desahan napas beratnya. Jantungnya berdebar, dia tidak menolak karena dia mulai ketagihan dengan kegiatan panas itu.     

"Apakah ada kata cukup untuk hal ini, Aleandra?" Maximus semakin liar, dia bahkan sedang menghisap dada Aleandra bagaikan bayi lapar di pagi hari.     

"Akh... ahhh, tidak!" jawab Aleandra.     

Max tersenyum, dia tidak berhenti menikmati kedua dada Alenadra. Lidahnya bermain di puncak dada Aleandra yang berwarna merah muda. Menjilatinya dan menghisapnya kembali.     

Aleandra mendesah karena rasa nikmat, jari Maximus bahkan bermain di area sensitifnya sehingga membuat Aleandra semakin melayang. Tubuhnya mengharapkan lebih, dia menginginkan lebih dari pada itu.     

Maximus semakin sibuk di bawah sana, desahan nikmat Aleandra semakin terdengar. Mereka menikmati pagi mereka yang bergairah tanpa menyadari jika Marline datang untuk melihat keadaan mereka.     

Marline sangat heran karena suasana rumah yang sepi. Mobil Max ada di luar berarti putranya belum pergi ke mana pun. Marline jadi khawatir, apakah hubungan putranya dan Aleandra sudah kembali membaik?     

Semoga saja hubungan mereka baik-baik saja, semoga saja kesalahpahaman di antara mereka sudah teratasi. Dia sangat berharap seperti itu karena dia tahu Maximus tidak mudah menjalin hubungan serius dengan wanita mana pun. Kamar menjadi tujuan, Max sedang sibuk menggoyang pinggulnya saat terdengar suara pintu diketuk.     

Max berhenti, dia dan Aleandra saling pandang dan tidak lama kemudian, terdengar suara ibunya dia luar sana.     

"Max, apa kau masih tidur?" tanya ibunya, dia kembali mengetuk.     

"Astaga! Lepaskan aku, Max," pinta Aleandra seraya mendorong tubuh Maximus.     

"Apa? Kita belum selesai!" ucap Maximus.     

"Tapi di luar ada ibumu!"     

"Max, apa kalian mendengar Mommy?" teriak Marline. Dia berusaha membuka pintu tapi terkunci.     

"Sebentar, Mom!" teriak Maximus. Sial, mau tidak mau Maximus mencabut miliknya. Aleandra segera turun dari atas ranjang dan berlari menuju kamar mandi, sedangkan Maximus mengusap wajahnya. Tanggung begini, sungguh menyebalkan. Ibunya datang di waktu yang tidak tepat tapi apa boleh buat, mau dilanjutkan pun moodnya sudah hilang.     

Aleandra juga sudah memberontak karena takut ibu Max memergoki aksi mereka. Jangan sampai hal itu terjadi karena memalukan. Dia tidak menyangka ibunya akan datang, ibunya pasti ingin tahu bagaimana hubungannya dengan Aleandra karena dia tahu, ibunya yang paling mengkhawatirkan hal itu.     

Maximus segera beranjak ke kamar mandi dan bergabung dengan Aleandra yang sedang membersihkan tubuhnya dengan terburu-buru. Dia panik sendiri sedangkan Maximus santai saja.     

"Cepat, Max. Jangan membuat ibumu menunggu lama!" Aleandra menyambar sebuah handuk karena dia sudah selesai.     

"Tidak perlu terburu-buru, ibuku pasti akan menunggu kita."     

"Tapi aku tidak mau membuatnya menunggu jadi cepatlah!" Aleandra mengecup bibir Maximus dan setelah itu dia keluar. Maximus tersenyum melihat Aleandra yang panik sendiri, seharusnya dia menggoda Aleandra dan meneruskan kegiatan mereka sehingga Aleandra semakin panik.     

Marline sudah berada di dapur untuk menunggu putranya, dia menggeleng saat melihat sarapan yang sudah dingin. Apa mereka membutuhkan banyak waktu untuk menyelesaikan pertengkaran mereka?     

Aleandra tersipu malu saat menghampirinya, dia jadi tidak enak hati tapi Marline sangat senang melihatnya. Di lihat dari wajahnya sepertinya hubungan mereka sudah membaik, Marline semakin yakin akan hal itu apalagi ketika Maximus menghampiri mereka, Max tidak saja mencium wajahnya tapi dia juga mencium pipi Aleandra. Jujur dia sangat senang, tidak sia-sia dia datang karena dia bisa melihat hubungan mesra putranya bersama Aleandra.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.