Hi's Like, Idiot But Psiko

Kesalahan Oliver



Kesalahan Oliver

0Sebelum Oliver mendapat serangan dan ledakan itu terjadi, Matthew sudah tiba terlebih dahulu. Sebelumnya Michael sudah mengatakan padanya di mana saja posisi musuh. Berkat adiknya itu, dia bisa tahu keberadaan musuh sehingga dia bisa bertindak dengan hati-hati.     

Mereka memantau situasi dari arah di mana musuh tidak bisa melihat mereka. Mereka bahkan berhenti sedikit jauh sehingga musuh tidak bisa melihat namun bukan berarti mereka tidak bisa mendekati musuh tanpa terlihat.     

Anak buah yang sudah terlatih, bergerak tanpa perlu banyak aba-aba. Cukup dengan isyarat jari saja, mereka langsung berpencar. Mereka merangkak dengan hati-hati untuk mendekati musuh. Mereka juga menggunakan semak-semak untuk mengelabui musuh agar mereka tidak terlihat.     

Tidak ada pergerakan, tidak ada suara. Musuh benar-benar tidak curiga sama sekali. Mereka bahkan tidak menyadari jika anak buah yang bersama dengan Matthew sudah mendekat ke arah mereka. Padahal mereka sudah begitu waspada namun mereka belum juga menyadari jika ada musuh yang mendekat.     

Anak buah Matthew sudah berada di posisi strategis, sebuah teropong sudah berada di tangan. Mereka mengintip dari semak-semak yang mereka gunakan untuk bersembunyi. Posisi markas musuh sudah tidak jauh, sebuah senjata bazoka pun berada di tangan bahkan sudah berada di bahu salah satu anak buah Matthew. Bazoka itu akan di tembakan dalam keadaan posisi tiarap agar anak buah Oliver yang sedang mengintai tidak tahu sama sekali.     

Anak buah Oliver benar-benar waspada, mereka juga mengintai lokasi dengan teropong tapi karena Matthew dan para anak buahnya sudah mengetahui posisi mereka jadi mereka bisa dengan mudah mengelabui mereka.     

Bazoka sudah di bidik ke arah markas musuh dan tidak lama kemudian, peluru itu melesat dengan kecepatan tinggi mengarah ke arah markas di mana Oliver berada. Para anak buah Oliver yang melihat itu terkejut dan berteriak namun terlambat akibat cepatnya peluru yang melesat menuju markas.     

Peluru menghantam bangunan, meledakkan sebagai bangunan sehingga Oliver terpental dan membentur tembok.     

"Maju!" Matthew memerintahkan anak buahnya maju untuk menyerang musuh. Baku tembak di luar sana tak terhindarkan, suara letusan senjata api dari dua kubu terdengar.     

Matthew melangkah maju dengan kedua pistol berada di tangan. Dia terus menembak, begitu juga dengan anak buahnya. Di dalam sana, Oliver melangkah mundur, semua di luar perhitungan.     

Anak buah yang ada di dalam diperintahkan untuk maju menyerang, jika terpaksa maka dia akan menggunakan sandera. Siapa pun yang ada di luar sana, dia akan berusaha melawan. Semua demi membalas kematian ayahnya, dia harus melawan. Lagi pula dia yakin dia pasti bisa menang.     

Oliver mengambil senjata apinya yang terpental, dua pistol itu tidak akan bisa mengalahkan musuh. Dia segera bergegas untuk mengambil senjata otomatis laras panjang yang sudah tersedia. Dia akan membunuh musuh menggunakan senjata itu.     

Sebelum menyerang, Oliver berusaha menghubungi Austin dan Antonio. Dia ingin tahu bagaimana dengan keadaan mereka namun tidak ada respon karena saat itu mereka juga mendapatkan serangan.     

Oliver begitu marah, dia berdiri di sisi tembok yang hancur sebagian. Matanya melotot saat melihat Matthew sedang menembak anak buahnya. Itu Matthew Smith atau Michael Smith? Tidak peduli siapa pria itu yang pasti dia akan membunuhnya. Mau Matthew atau Michael, mereka berdua sama saja dan ayahnya memang mati di tangan mereka berdua.     

Senjata api laras panjang diangkat, ludah pun di teguk kasar. Dia akan keluar untuk menyerang apalagi peluru yang di tembakan dari luar mulai menghancurkan tembok di mana dia sedang bersembunyi.     

"Shit! Siapa pun kau, aku akan membunuhmu!" ucap Oliver dengan kemarahan di hati.     

Mattew masih sibuk menembaki musuh yang bersembunyi, tidak akan dia biarkan satu orang pun lolos sekalipun seorang wanita. Dari persembunyian, Oliver memejamkan mata. Semua kemampuan yang dia pelajari saat di kemiliteran akan dia gunakan.     

Matthew fokus menembaki anak buah Oliver dan pada saat itu, dia di hujani oleh timah panas. Oliver menargetkan dirinya saja dan menembakkan senjata api otomatisnya ke arah Matthew. Umpatan Matthew terdengar, dia berlari untuk mencari perlindungan karena Oliver terus menembakinya bahkan satu peluru sudah bersarang di lengan akibat tembakan tiba-tiba yang Oliver berikan.     

Seorang wanita tapi kemampuannya cukup lumayan. Wanita itu bahkan terus menembak tanpa henti. Apa dia salah satu wanita yang patah hati karena ditolak oleh Maximus? Itu bisa dicari tahu setelah dia menangkap wanita itu. Matthew mengintip dari persembunyian, rasa sakit akibat tembakan diabaikan bahkan dia tidak mempedulikan darah yang mengalir dari lengannya.     

"Siapa pun kau, keluar!" teriak Oliver, "Aku sudah menunggu saat seperti ini untuk membalas kematian ayahku jadi keluar!" teriaknya lagi. Mata melihat sana sini, mencari sosok orang yang sangat ingin dia bunuh.     

Matthew memberi aba-aba pada anak buahnya, dia akan keluar setelah ini. Bersembunyi bukanlah gayanya apalagi bersembunyi dari seorang wanita.     

"Keluar, jika tidak aku akan membunuh sandera!" teriaknya dan setelah itu remote control dikeluarkan dan diangkat tinggi. Senjata otomatisnya pun di simpan namun sebuah pistol dia ambil. Dia tidak bisa menembak kepala musuh menggunakan senjata api otomatisnya dengan hanya dengan satu tangan.     

Matthew mengangguk sebagai sebuah isyarat yang dia berikan pada anak buahnya. Pistol disimpan, jangan sampai sandera yang hendak diselamatkan menjadi korban sehingga kedatangannya menjadi sia-sia. Matthew keluar dari persembunyian dan pada saat itu juga Oliver menghujaninya dengan timah panas di dekat kakinya sebagai tanda jika Matthew tidak boleh melangkah lebih jauh lagi.     

"Angkat tanganmu, pria tua!" perintah Oliver.     

"Sudah aku angkat, apa maumu?" tanya Matthew.     

"Membunuhmu karena kau sudah membunuh ayahku!" Oliver mengarahkan pistolnya ke arah Matthew, sedangkan satu tangan masih mengangkat pemicu bom.     

"Aku sudah membunuh banyak orang, Nona. Siapa ayahmu, mungkin aku bisa mengingatnya," ucap Matthew. Dia sengaja mengajak Oliver berbicara untuk mengulur waktu.     

"Bajingan, kau! Kau memang pantas aku bunuh. Kau, istrimu dan putramu yang idiot itu, akan mati di tanganmu!" teriak Oliver marah.     

Matthew diam, ternyata wanita itu mengira dia adalah Michael. Tidak jadi soal, siapa pun yang berani mengancam anggota keluarganya tidak akan dia lepaskan apalagi wanita muda itu.     

"Sayang sekali, kau salah orang," ucapnya.     

"Aku tidak peduli!"     

"Baiklah, tapi sebelum kau membunuh aku, ijinkan aku mengatakan sepatah atau dua patah kata terlebih dahulu!"     

"Cepat!" Oliver sudah siap menembak. Walau salah orang dia tidak akan pernah peduli karena kematian mereka memang sangat dia inginkan.     

"Pertama, kau salah orang!" ucap Matthew.     

"Sudah aku katakan, aku tidak peduli!"     

"Kedua aku tidak tahu siapa ayahmu dan adikku juga tidak!"     

"Sebentar lagi kalian akan bertemu dengannya!"     

"Ketiga, jangan pernah berbicara dengan musuh terlalu lama!" setelah berkata demikian, dalam satu tarikan napas Matthew mengambil pistol yang dia simpan dan menembak pemicu bom yang ada di tangan Oliver.     

"What the hell!" Oliver terkejut, dia segera menembaki Matthew namun pria itu menghindarinya dan kembali menembaknya. Anak buahnya pun keluar dari persembunyian untuk menembaki anak buah Oliver yang sedang menembaki Matthew.     

Adu tembak dari jarak dekat tidak terhindarkan, Oliver mengumpat marah karena tembakan kedua yang diberikan oleh Matthew mengenai tangannya sehingga pistolnya terpental. Tidak saja pistol, pemicu bom juga terpental entah ke mana.     

Oliver melangkah mundur sambil memegangi tangannya yang berdarah. Sial. Benar apa yang pria itu katakan, dia membuat kesalahan karena berbicara dengannya.     

Matthew dan anak buahnya mengambil kendali, mereka terus maju menembaki anak buah Oliver yang tersisa. Oliver terpojok, dia tidak punya pilihan selain lari namun dua tembakan yang dilepaskan oleh Matthew melubangi betis kanannya. Oliver berteriak dan jatuh tersungkur, umpatannya terdengar. Dia tidak menyangka kalah semudah ini. Padahal dia sudah menyusun semua rencana dengan begitu sempurna. Sungguh sial, dia harap Austin atau Antonio bisa membunuh salah satu dari mereka agar kematiannya tidak menjadi sia-sia.     

Suara letusan senjata api sudah berhenti, anak buah Oliver terkapar bersimbah darah di atas lantai. Pemicu bom pun sudah ditemukan. Matthew memerintahkan anak buahnya untuk menyisir tempat itu untuk mencari sandera, sedangkan dia sudah berdiri di sisi Oliver.     

"Kau belum cukup belajar untuk menjadi penjahat, Nona!" coba Matthew.     

"Sialan, aku hanya lengah saja!" teriak Oliver marah.     

"Tidak, kau bisa menang jika kau langsung membunuhku saat aku keluar. Satu pelajaran penting untukmu, bunuhlah musuh tanpa ragu tanpa banyak bicara karena itulah kesempatanmu!" ucap Matthew.     

"Sial! Sial! Sial!" teriak Oliver. Pria itu benar, dia bisa menang jika dia langsung menembaknya tapi kenapa dia justru berbicara dengannya? Rasanya ingin mengulangi kejadian beberapa saat ketika Matthew keluar dari persembunyian sehingga dia bisa memperbaiki kesalahan dan langsung membunuhnya.     

"Bawa dia!" perintah Matthew.     

"Lepaskan, bunuh aku sekarang!" teriak Oliver saat anak buah Matthew membawanya dan dia akan bergabung dengan Roberto setelah ini.     

Oliver terus berteriak saat dia diseret pergi. Matthew tidak peduli, satu musuh sudah ditangani, sekarang tinggal menemukan sandera. Para anak buah mencari tempat itu dengan teliti sampai akhirnya mereka menemukan seorang pria tua yang terikat dalam keadaan tidak berdaya.     

Bom aktif berada di kursi, beruntungnya Oliver tidak menekan pemicunya karena bom itu bisa menghancurkan tempat itu dalam sekejap mata. Sebagai orang yang sudah ahli akan benda berbahaya itu, menjinakkan bom itu bukanlah perkara sulit.     

Bom dijinakkan dan setelah ayah Fedrick di bawa pergi, bom kembali diaktifkan karena dia ingin meledakkan tempat itu menjadi serpihan.     

"Aku sudah mendapatkan seorang pria tua di sini!" ucap Matthew memberi laporan pada yang lain.     

Wanita itu memiliki peluang besar untuk menang namun sayang, satu kesalahan kecil yang dia lakukan justru membawanya pada kekalahan. Oliver masih berteriak saat dia diseret mendekati mobil. Seharusnya dia langsung menembak Matthew Smith, seharusnya dia langsung menekan pemicu bom itu.     

"Sialan, lepaskan aku!" teriaknya. Matanya menatap ke arah markas di mana Matthew dan anak buah yang lain melangkah keluar dari markas itu namun tidak lama kemudian, ledakan dahsyat terjadi dan menghancurkan markas miliknya.     

Kobaran api melambung tinggi di belakang Matthew, asap hitam naik ke atas dan ledakan-ledakan kecil terdengar. Puing bangunan berserakan sana sini namun mereka berjalan dengan santai kembali ke mobil. Dahsyatnya gelombang ledakan tidak mereka pedulikan. Mereka terus melangkah menuju mobil. Akhirnya misi selesai, tinggal menunggu yang lain karena saat itu yang lain juga sedang bertarung dengan musuh.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.