Hi's Like, Idiot But Psiko

Perasaan Berat



Perasaan Berat

0Hari berjalan seperti biasanya, Maximus sibuk di kantor sedangkan Aleandra menghabiskan waktunya di rumah. Terkadang dia pergi bersama dengan Scarlet dan terkadang dia pergi dengan Marline ke rumah kakek dan nenek Maximus.     

Hari ini dia sudah membuat janji akan pergi ke rumah Vivian bersama dengan Alesya untuk menemani putri Jonathan. Dia pernah bertemu dengan gadis manis itu satu kali jadi dia tidak keberatan saat Alesya mengajaknya pergi. Lagi pula tidak ada yang dia lakukan karena Maximus sedang sibuk dengan pekerjaannya. Max juga tidak keberatan, sebab itu dia akan pergi sendiri nanti siang ke rumah Vivian dan bertemu dengan yang lain di sana.     

Sebelum pergi, Aleandra merapikan pakaian yang ada di dalam lemari. Saat itu waktu baru menunjukkan pukul delapan pagi, untuk mengisi waktunya dia lebih memilih menyibukkan diri. Dia juga mengecek perlengkapan yang dia butuhkan, dia bisa pergi membelinya jika ada yang habis.     

Lemari dibuka, Aleandra melihat obat kontrasepsinya yang tinggal sedikit. Tidak itu saja, pembalutnya juga sudah habis. Sebaiknya dia mampir sebentar untuk membeli barang-barang itu. Dia juga ingin membeli barang lainnya selain kedua benda itu.     

Setelah mengecek barang-barang yang harus dia beli, Aleandra keluar dari kamar untuk mengambil ponsel yang dia tinggalkan di dapur. Dia ingin menghubungi Max dan mengatakan jika dia akan pergi membeli beberapa barang sebelum pergi ke rumah Vivian. Dia harus mengatakan hal itu supaya Maximus tidak mengkhawatirkan dirinya yang berangkat lebih awal.     

Ponsel sudah berada di tangan, sambil menghubungi Maximus, Aleandra melangkah menuju kamar karena dia belum selesai merapikan barang-barangnya. Dia merasa kehidupannya sudah kembali normal, keadaan tenang seperti tidak ada musuh tapi dia tidak boleh lupa jika sesungguhnya musuh sedang menyusun rencana besar mereka yang akan mereka jalankan sebentar lagi.     

Setelah Fedrick mendapatkan pukulan dari Oliver, dia dibawa dan mereka mempersiapkan segalanya. Pria yang sudah mereka siapkan pun sudah siap beraksi. Tidak sia-sia mereka bersembunyi untuk menyusun rencana dan sekarang, rencana sempurna mereka sudah siap dijalankan.     

Tentunya mereka mengintai, mereka tetap mengintai cctv untuk melihat situasi dan keadaan. Jika rencana mereka tidak bisa berjalan hari ini maka besok mereka akan kembali supaya mereka tidak gagal.     

Aleandra sudah berada di kamar, Maximus belum menjawab telepon darinya. Sambil menunggu, Aleandra merapikan pakaian yang dia bongkar tadi. Sepertinya Maximus sedang sibuk, lebih baik dia menghubungi Maximus setelah semua pakaiannya rapi.     

Ponsel diletakkan, Aleandra merapikan semua pakaian dengan terburu-buru dan begitu suara ponsel berbunyi, dia segera menyambar benda itu dan menjawabnya.     

"Max," senyum terukir di bibir, dia bagaikan gadis yang sudah lama tidak dihubungi oleh sang kekasih.     

"Ada apa? Apa kau tidak jadi pergi?" tanya Maximus.     

"Tentu saja jadi tapi aku berniat pergi lebih awal karena ada beberapa barang yang hendak aku beli. Sebab itu aku menghubungimu untuk mengabarimu hal ini!"     

"Jika begitu Jared yang akan membelikan barang-barang yang kau inginkan!" ucap Maximus karena dia tidak mau Aleandra berada di luar terlalu lama.     

"Apa, jangan! Yang ingin aku beli adalah barang-barang perlengkapan wanita. Aku tidak bisa membiarkannya membeli semua itu apalagi aku harus membeli obat!"     

"Jika begitu Rebeca yang akan pergi membelikannya untukmu."     

"Tidak perlu, Max. Hanya sebentar saja. Setelah selesai aku akan langsung pergi ke rumah bibimu," ucap Aleandra. Hanya membeli beberapa barang saja, dia tidak ingin merepotkan siapa pun.     

"Baiklah, tiba-tiba aku ingin melihat wajahmu jadi datanglah ke kantor sebentar!" pinta Maximus. Entah kenapa tiba-tiba saja dia ingin bertemu dengan Aleandra. Semoga saja itu bukan pertanda buruk.     

"Aku akan segera ke sana," Aleandra terdengar begitu bersemangat.     

Maximus tersenyum, para karyawan yang sedang berada di ruang rapat tidak ada yang berani bersuara dan tidak ada yang berani melihat ke arahnya, semua menunduk. Senyum Maximus hilang setelah selesai berbicara dengan Aleandra. Wajahnya kembali dingin dan kaku, tentunya para karyawan ketakutan apalagi mereka tiba-tiba dikumpulkan secara mendadak.     

Tekanan berat pun dirasakan di dalam ruangan itu, semua bermula dari laporan janggal yang Max temukan sehingga mereka dikumpulkan. Rapat menegangkan pun dimulai, Jared berada di sisi Maximus dan memperlihatkan beberapa laporan yang mencurigakan. Jika ada yang berani berkhianat maka akan dia eksekusi saat itu juga.     

Rapat sudah berjalan cukup lama, tidak sulit menemukan pelaku yang telah berani memalsukan laporan keuangan perusahaan. Seorang pria tua sudah menjadi tersangka, teriakan dan juga permohonannya terdengar.     

Semua yang ada di ruang rapat ketakukan karena sebilah pedang sudah berada di tangan Maximus. Eksekusi akan dimulai, Max akan memenggal kedua tangan orang yang sudah berani berkhianat di hadapan para karyawan yang lain tapi niatnya terhenti saat Rebeca masuk ke dalam ruangan dan menghampirinya.     

"Sir, Nona Aleandra sudah menunggu anda di dalam ruangan," ucap Rebeca.     

"Tahan mereka, Jared!" Maximus memberikan pedangnya pada Jared. Mereka harus melihat bagaimana si pengkhianat ini dihukum sehingga mereka tidak berani mengkhianati aku kelak!" ucapnya.     

"Yes, Master!" setelah pedang diambil, Maximus keluar dari ruang rapat dan melangkah cepat menuju ruangannya.     

Aleandra melihat ruangan Max dengan telii untuk menghilangkan bosan. Dia bahkan melihat pajangan mahal yang terdapat di dalam lemari. Sepertinya Maximus pengoleksi barang antik, itu bisa dilihat dari setiap pajangan yang ada. Aleandra berpaling saat pintu terbuka, senyum mengembang di wajah ketika Maximus melangkah mendekatinya.     

Aleandra juga mendekatinya, dia bahkan berlari dan melompat ke dalam pelukan Maximus. Mereka berpelukan begitu erat seperti sudah lama tidak bertemu. Entah kenapa mereka tiba-tiba merasakan rindu yang teramat sangat padahal mereka selalu bersama setiap hari.     

"Entah kenapa aku begitu merindukan dirimu," ucap Aleandra.     

"Aku juga Aleandra, aku juga merasa begitu merindukan dirimu," pelukan Maximus semakin erat, wajahnya bahkan berada di leher Aleandra untuk menghirup aroma manis tubuhnya.     

"Ada apa dengan kita hari ini, Max?"     

"Entahlah," Maximus membawa Aleandra menuju sofa. Dia juga tidak tahu kenapa dia begitu rindu dengan Aleandra tapi dibalik rasa rindu yang dia rasakan seperti tersimpan rasa cemas luar biasa.     

Maximus duduk di atas sofa, sedangkan Aleandra berada di atas pangkuannya. Max mencium bibir Aleandra dengan penuh perasaan begitu juga dengan yang Aleandra lakukan.     

Mereka bahkan berpelukan tanpa mau melepaskannya. Tangan Maximus mengusap punggung Aleandra dengan perlahan, ciumannya juga mendarat di pipi Aleandra dan menciumnya tanpa henti. Aleandra memejamkan mata, menikmati ciuman dan sentuhan lembut yang Maximus berikan.     

"Jangan terlalu lama berada di luar sana, kau mengerti?" ucap Maximus, dia harap Aleandra berhati-hati, "Aku akan menyusul setelah pekerjaanku selesai!"     

"Tentu, aku hanya mampir sebentar dan setelah mendapatkan apa yang aku butuhkan maka aku akan pergi ke rumah bibimu. Hari ini kami akan bermain dengan putri sepupumu jadi segeralah menyusul."     

"Sepertinya kau sangat menyukai anak-anak, Alendra," Tanya Maximus seraya mengusap wajahnya.     

"Tentu saja, sepertinya sangat menyenangkan memiliki anak kembar yang memiliki wajah sama seperti para sepupumu."     

"Kita pasti akan mendapatkannya nanti setelah kau menjadi istriku dan setelah kau siap mengandung benih buah cinta kita berdua!"     

"Setelah semua selesai aku pasti siap, Max. Tidak ada halangan lagi untuk kita bisa bersama setelah aku membalas dendamku!"     

"Baiklah, aku rasa musuh akan segera bergerak jadi kau harus berhati-hati. Jangan percaya dengan siapa pun. berjanjilah akan hal itu."     

"Tentu," Aleandra tersenyum dan mencium wajahnya, "Aku hanya akan percaya padamu saja," ucapnya lagi.     

"Bagus!" Max kembali memeluknya erat dan mencium wajahnya, "Aku masih ada pekerjaan, aku harus kembali bekerja agar pekerjaanku cepat selesai dan setelah itu akan menyusulmu."     

"Aku tunggu!" Mereka kembali berciuman , perasaan berat saling melepaskan memenuhi hati. Maximus sangat ingin pergi bersama dengan Aleandra tapi ada pekerjaan yang harus dia selesiakan. Lagi pula seandainya musuh keluar itu sangat bagus, untuk memancing mereka memang harus menggunakan umpan.     

Maximus dan Aleandra keluar dari ruangan sambil berpegangan tangan. Max bahkan mengantar Aleandra sampai di depan lobi dan setelah Aleandra masuk ke mobil, Maximus kembali ke ruang rapat untuk melanjutkan apa yang dia tinggalkan tadi.     

Aleandra mampir sebentar di toserba untuk membeli perlengkapan perempuan yang dia butuhkan. Pil kontrasepsi tidak boleh dia lupakan karena tanpa pil itu dia bisa hamil. Tentunya saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk hamil bayi Max karena bahaya masih bisa mengintai kapan saja.     

Lorong demi lorong Aleandra telusuri untuk mencari apa yang dia inginkan. Dia bahkan berhenti sejenak untuk menjawab panggilan dari Alesya.     

"Apa kau jadi datang, Aleandra?" tanya Alesya.     

"Tentu saja, tapi aku sedang membeli barang sebentar," jawab Aleandra. Pandangannya tertuju pada sebuah boneka beruang yang ada tidak jauh darinya. Aleandra tersenyum, kakinya sudah mendekati boneka beruang itu. Dia bisa memberikan boneka beruang itu untuk putri sepupu Max. Semoga saja gadis manis itu suka.     

"Jika begitu bergegaslah, kami semua sudah berkumpul," ucap Alesya.     

"Aku sudah selesai," Aleandra mendorong troli menuju kasir.     

"Kami tunggu," setelah Alesya berkata demikian, pembicaraan mereka berakhir. Aleandra masih mengambil beberapa barang yang dia butuhkan dan setelah itu dia kembali menuju kasir.     

Pengunjung yang padat membuatnya harus mengantri. Dia rasa akan sedikit lama sebab itu dia mengirimkan pesan pada Alesya dan mengatakan dia akan datang sedikit terlambat.     

Aleandra menunggu dengan sabar sampai akhirnya dia dikejutkan oleh sebuah tangan yang melingkar di tubuhnya. Aleandra berpaling, dia sangat ingin marah namun setelah melihat siapa yang memeluknya senyum pun mengembang di wajahnya.     

"Max, kenapa kau bisa tahu aku berada di sini? Apa pekerjaanmu sudah selesai?" tanyanya.     

"Apa kau sudah selesai?"     

Aleandra mengernyitkan dahi, kenapa suara Maximus sedikit berubah? Dia masih menatap Maximus dan tidak lama kemudian dia tampak tersenyum. Mungkin hanya perasaannya saja, Maximus pasti langsung datang menyusulnya setelah pekerjaannya selesai karena dia berkata akan segera menyusul. Max mengajaknya pergi setelah membayar barang-barang belanjaan Aleandra. Mereka keluar dari toserba tanpa tahu jika ada yang mengawasi mereka dan memantau gerak gerik mereka dan sesungguhnya musuh sedang melancarkan aksinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.