Hi's Like, Idiot But Psiko

Aku Ingin Memberimu Penawaran



Aku Ingin Memberimu Penawaran

0Max melirik ke arah Aleandra setelah menikmati sarapan yang gadis itu buat. Tidak buruk, walau sesungguhnya dia tidak suka ada pelayan yang tinggal di rumahnya tapi entah kenapa dia tidak keberatan Aleandra tinggal bersama dengannya. Setidaknya gadis itu tahu yang namanya takut, dengan begitu dia tidak akan berani mengkhianati dirinya.     

Mata Max turun ke bawah, pandangannya jatuh pada jari Aleandra yang sedang di plester. Sepertinya itu terkena kolam renang semalam tapi untuk apa dia peduli? Max mengambil segelas air dan meneguknya, dia sangat tidak ingin peduli tapi entah kenapa hal itu mengusik hatinya.     

Gelas diletakkan dengan kasar, Aleandra terkejut tapi dia tidak berani melihat Max. Dia menyangka jika Maximus menginginkan air hangat jadi dia segera mengambilnya dengan terburu-buru. Mata Max masih tidak berpaling darinya bahkan matanya masih menatap Aleandra dengan tajam saat gadis itu berdiri di hadapannya. Aleandra menelan ludah, dia benar-benar tidak berani menatap pria itu.     

"Lain kali saat aku makan, kau harus keluar!" ucap Max sinis karena dia tidak suka ditunggui seperti bayi.     

"Ma-maafkan aku, Sir," ucap Aleandra seraya melangkah mundur. Dia tidak menyangka jika Max begitu membenci dirinya. Itu wajar, setelah apa yang dia lakukan. Sepertinya mulai saat ini dia harus banyak bersabar menghadapi pria itu. Semoga saja ada keajaiban yang bisa membawanya keluar dari tempat itu.     

"Saat beli pakaian jangan lupa obati tanganmu, jangan sampai ada yang mengira aku menyiksa pelayanku!" ucap Max seraya beranjak dan melangkah pergi.     

Aleandra menatap kepergiannya sambil mengernyitkan dahi, untuk apa pria itu peduli dengannya? Bukankah dia hanya pelayan tidak berarti yang bisa dia bunuh kapan saja? Tapi kenapa Max mempedulikan dirinya hanya karena sebuah luka di jari?     

Entah apa yang terjadi tapi dia tidak mau peduli. Hanya sebuah perhatian kecil, dia tidak boleh tertipu karena bisa saja di balik perhatian yang diberikan oleh Max, tersimpan sebuah maksud tertentu apalagi dia tahu, dia adalah seorang tawanan yang tidak akan bisa lari dari tempat itu.     

Di luar sana, Max memerintahkan seorang anak buahnya untuk mengikuti Aleantra saat gadis itu pergi membeli pakaian dan tentunya tugas anak buahnya itu untuk mengawasi Aleandra secara diam-diam. Dia ingin lihat, apakah Aleandra akan menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri? Dia ingin lihat apa gadis itu berani melakukannya atau tidak.     

Aleandra merapikan piring kotor, dia masih melakukan tugasnya. Membersihkan rumah dan ketika waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh, Aleandra bersiap-siap pergi untuk membeli pakaian sesuai dengan perintah bosnya.     

Dia kira akan ada yang mengikutinya untuk mengawasi dirinya tapi ternyata tidak. Gerbang dibuka dan dia diperbolehkan untuk pergi. Ini aneh, apa Max tidak takut dia melarikan diri? Itu bisa dia lakukan apalagi sebuah kartu sudah berada di tangan.     

Aleandra melangkah menjauhi gerbang sambil menengok ke belakang sesekali, dia melihat ke arah penjaga, dia menyangka akan ada yang mengikuti tapi mereka diam saja. Tali tas di genggam dengan erat, Aleandra melangkah pergi dengan terburu-buru dan masih melirik ke belakang sesekali. Kesempatan, ini seperti angin segar baginya untuk bisa melarikan diri dari rumah itu.     

Langkah Aleandra semakin cepat tapi tiba-tiba saja dia berhenti. Apa dia harus lari dengan cara seperti ini? Entah kenapa dia jadi bimbang, sebaiknya dia memikirkan hal ini secara baik-baik agar dia tidak salah mengambil langkah. Jika dia melarikan diri, ke mana dia harus pergi? Jika masih berada di kota itu dia yakin Max bisa menangkapnya dengan mudah dan dia juga yakin, pria itu tidak akan melepaskan dirinya saat dia sudah tertangkap.     

Aleandra melangkah cukup jauh karena tidak ada taksi yang berhenti di kawasan itu. Bisa dikatakan taksi tidak bisa sembarangan lewat di sekitar rumah Max. Setiap mobil yang akan masuk ke dalam kawasan rumahnya akan diperiksa dengan ketat, sebab itu Aleandra harus berjalan cukup jauh hanya untuk mencari sebuah taksi.     

Umpatan Aleandra terdengar, dia berpaling sejenak untuk melihat rumah megah yang ada di belakangnya. Rumah orang kaya memang mengerikan dan itu adalah penjara baginya. Entah kenapa dia kembali memikirkan niatnya untuk melarikan diri, ini adalah kesempatan emas baginya. Apa dia harus melakukannya?     

Selama menunggu taksi Aleandra memikirkan hal itu, dia tidak tahu ada yang mengikutinya secara diam-diam untuk mengawasi gerak geriknya. Sebuah taksi sudah berhenti, Aleandra masuk ke dalam dengan terburu-buru.     

Dia akan memilih baju sambil memikirkan hal itu, dia bahkan berniat berlama-lama di luar. Satu kesalahan yang dia lakukan bisa berakibat fatal, jangan sampai dia gagal dan tertangkap. Dia tidak mau disiksa seperti yang Max ucapkan.     

Tanpa sepengetahuan Aleandra, anak buah Max terus mengawasi gerak geriknya yang mencurigakan sambil memberikan laporan pada bosnya.     

"Dia terlihat mencurigakan," lapor sang anak buah.     

Max tersenyum, apa gadis itu ingin melarikan diri? Dia ingin lihat, apa gadis itu berani melakukannya?     

"Terus awasi dan jangan sampai dia menyadari keberadaanmu!" perinta Max.     

"Yes, Master!" anak buah Max terus mengawasi Aleandra tapi ternyata tidak dia saja, ternyata ada orang lain yang juga mengawasi gadis itu selain dirinya.     

Seorang wanita tampak kesal saat tahu Aleandra sedang diawasi. Padahal dia pikir dia bisa berbicara dengan gadis itu secara pribadi tapi ternyata salah, tanpa sengaja dia melihat anak buah Max mengawasi Aleandra. Seharusnya dia tidak terkejut, dia tahu Maximus Smith selalu waspada.     

Kesempatan mengajak wanita itu untuk bekerja sama tidak boleh dia lewatkan, dia harus mencari celah agar dia bisa berbicara dengan Aleandra. Wanita itu adalah Oliver, dia menyamar agar tidak ada yang mengenali dirinya terutama anak buah Max yang sedang mengawasi Aleandra. Beruntungnya dia menyamar, dengan begini Max tidak akan tahu identitasnya sekalipun anak buah yang dia utus melihatnya.     

Aleandra masuk ke dalam sebuah toko baju dan itu adalah angin segar bagi Oliver. Anak buah Max tidak mungkin masuk ke dalam sana apalagi toko itu khusus menjual pakaian wanita saja.     

Oliver berlagak seperti pengunjung lainnya agar tidak dicurigai. Dia bahkan tidak melakukan gerak gerik yang mencurigakan. Beberapa pakaian diambil, Oliver pergi ke ruang ganti. Dia akan menunggu Aleandra di sana karena ruang ganti adalah tempat bagus untuk berdiskusi. Tidak ada cctv di ruangan itu, tidak akan ada yang melihat mereka dan mendengar apa yang mereka bicarakan.     

Beberapa baju sudah Aleandra dapatkan, dia tidak berani mengambil baju yang mahal. Jangan sampai hutangnya bertambah karena dia masih berharap Max bermurah hati melepaskannya pergi setelah hutangnya lunas. Dia sangat berharap demikian tapi bagaimana jika Max tidak akan melepaskannya pergi seperti yang dia ucapkan?     

Aleandra melangkah menuju ruang ganti sambil melamun, dia tidak sadar Oliver sedang memperhatikan dirinya. Dia kembali memikirkan kesempatan untuk melarikan diri yang bisa dia lakukan saat itu juga tapi jika memikirkan risikonya, jujur dia takut.     

Aleandra masuk ke dalam ruang ganti untuk mencoba beberapa baju yang sudah dia pilih. Pintu hendak ditutup tapi tiba-tiba saja Oliver menerobos masuk ke dalam sehingga membuat Aleandra terkejut.     

"Siapa kau?" Aleandra memandangi Oliver dengan tatapan curiga.     

Oliver tersenyum dan menutup pintu dengan rapat. Sekarang waktunya memberikan penawaran dan dia yakin jika Aleandra tidak akan menolak penawaran yang dia berikan dan mau bekerja sama dengannya.     

"Kenapa kau masuk ke dalam?" tanya Aleandra lagi.     

"Aku ingin memberimu penawaran," ucap Oliver sambil tersenyum.     

Aleandra mengernyitkan dahi, apa maksud ucapan wanita yang tidak dia kenal itu?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.