Hi's Like, Idiot But Psiko

Tawaran Aleandra



Tawaran Aleandra

0Rasa takut melanda, Aleandra melangkah mundur dengan kaki gemetar. Max menatapnya dengan tatapan membunuh. Terjawab sudah kenapa gadis itu berada di bangunan tua itu dan sekarang dia tahu kenapa Aleandra bisa memegang senjata api dan bisa menghabisi musuh yang mengejarnya waktu itu.     

Rasa ingin tahunya terjawab sudah, ternyata dugaannya benar jika Aleandra sedang melarikan diri dari sesuatu tapi dia tidak menyangka jika Aleandra melarikan diri dari petugas. Apa dia seorang bandar narkoba? Atau dia seorang pembunuh bayaran?     

"Sir," Aleandra semakin melangkah mundur.     

"Jadi kau seorang buronan?" tanya Max dengan sinis dan dingin.     

"Ya, aku adalah buronan yang melarikan diri dari Rusia," jawab Aleandra. Dia harus mengatakan semua yang dia alami jika dia ingin meminta bantuan pria itu tapi sayangnya Max semakin kesal.     

Aleandra terkejut, teriakannya terdengar saat kedua tangan Max berada di lehernya dan mencekiknya dengan kuat.     

"Jadi selama ini kau melarikan diri dari pihak berwajib?" tanya Max tanpa mengurangi cekikan yang dia lakukan.     

"Bu ... kan," jawab Aleandra sambil memukul lengannya. Kenapa pria itu suka mencekik? Bagaimana dia bisa berbicara jika dia dicekik seperti itu?     

"Jadi apa? Jangan kira kau bisa menipuku!"     

"Le ... pas!" Aleandra semakin kesakitan.     

Max berusaha meredam emosi, sepertinya dia harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada gadis itu. Jika dia bukan melarikan diri dari pihak berwajib, lalu dia melarikan diri dari apa?     

Max melepaskan leher Aleandra dan melangkah menjauh. Aleandra memegangi lehernya sambil mengatur napasnya. Pria itu benar-benar sulit diajak bicara, sebaiknya dia pergi saja dan mengurungkan niatnya.     

Aleandra memutar langkah, dia tidak mau lagi karena dia tahu sia-sia. Sudah berapa kali lehernya dicekik seperti itu? Jika langsung dipatahkan tidak masalah tapi rasa cekikan itu sakit dan bekasnya sakit. Seharusnya dia tidak memiliki ide gila untuk meminta bantuan dari pria aneh itu.     

"Mau ke mana kau?" pertanyaan Max menghentikan langkahnya.     

"Maaf, Sir. Anggap apa yang aku katakan tidak pernah aku ucapkan," Aleandra menunduk sambil menahan air matanya.     

"Jika kau berani keluar maka aku akan mematahkan kakimu!"     

"Kenapa?" Aleandra berpaling, kini air matanya mengalir karena sudah tidak bisa dia bendung lagi.     

"Aku sudah memohon padamu untuk membunuhku," Aleandra mendekati Max dan meraih kedua tangannya. Dia juga meletakkan tangan Max di lehernya.     

"Tolong bunuh aku sekarang agar aku terbebas dari semua ini!" ucapnya lagi sambil berderai air mata.     

"Cih, jika kau ingin mati, kau bisa pergi berdiri di tengah jalan tanpa perlu aku yang membunuhmu!" Max menepis tangan Aleandra dan melangkah menjauh. Entah kenapa dia jadi iba dengan gadis itu. Tidak, tidak seharusnya rasa iba itu tumbuh di hatinya karena dia tidak suka.     

"Jika begitu aku akan keluar dan mengatakan pada pihak berwajib apa yang kau lakukan di bangunan itu!" ancam Aleandra.     

"Lakukan! Apa kau pikir akan ada yang percaya dengan ucapanmu yang tanpa dasar dan tanpa bukti? Jangan kau pikir aku takut dengan ancaman yang kau berikan!"     

Aleandra menggigit bibir, seperti yang Max katakan, pasti tidak akan ada yang percaya dan dia tahu itu. Lagi pula dia juga takut dengan pihak berwajib karena dia takut tertangkap.     

"Kenapa tidak jadi? Kau bisa pergi dan mengatakan hal itu pada siapa pun yang kau temui di jalan!"     

"Tidak! Yang kau katakan benar, tidak akan ada yang mempercayai aku bahkan kau pun tidak" Aleandra mengusap air matanya dengan cepat. Rasanya tidak ada harapan baginya.     

"Jika begitu katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi padamu?"     

Aleandra terkejut, saat mendengar pertanyaan Maximus. Apa pria itu bersedia membantunya? Rasanya mustahil tapi jika melihat sikapnya, dia rasa ini kesempatan untuk mengambil simpatinya sehingga Max mau membantunya.     

"Waktuku tidak banyak, Amy!" ucap Max kesal.     

"A-Aku bukan Amy, itu hanya nama samaran saja agar aku tidak dikenali dan tertangkap.     

Max mengangkat satu alisnya, lagi-lagi dia tertipu tapi apalah arti sebuah nama?     

"Aku Aleandra Feodora, pekerjaanku adalah stuntman. Ayahku seorang pengacara dan aku memiliki seorang kakak laki-laki. Aku berasal dari Rusia dan karena suatu kejadian aku terpaksa melarikan diri di negara ini yang sangat asing bagiku. Aku melakukannya untuk bertahan hidup dan menghindari orang-orang yang mengejar aku," ucap Aleandra.     

"Kenapa kau lari? Apa kau memiliki salah atau memiliki hutang?" tanya Max seraya melirik ke arahnya.     

"Tidak," Aleandra memeluk lengannya. Kejadian buruk itu kembali teringat. Max bahkan bisa melihat ketakutan yang gadis itu rasakan.     

"Aku tidak tahu apa pun, aku juga tidak tahu mereka siapa tapi malam itu, mereka menghancurkan keluargaku. Kedua orangtuaku mati di depan mataku dan aku tidak tahu bagaimana nasib kakakku. Selama ini aku hanya bisa menerka siapa mereka. Apa dalang di balik kematian keluargaku adalah seorang tahanan yang pernah dijebloskan oleh ayahku ke dalam penjara dan melarikan diri pada malam itu? Atau kakakku sudah menyinggung seseorang pada malam itu? Aku sungguh tidak tahu," Aleandra berusaha menahan air mata tapi sia-sia.     

"Aku melarikan diri dengan susah payah dan sudah beberapa kali lolos dari kematian, aku sangat beruntung menemukan tiket penerbangan ke kota ini walaupun tempat ini asing bagiku. Aku kira orang-orang itu akan berhenti tapi sepertinya tidak. Aku rasa mereka tidak akan berhenti sampai mereka menangkap aku dan membunuh aku sebab itu aku mohon, tolonglah aku untuk mencari tahu siapa mereka dan bantu aku membalas kematian keluargaku," pinta Aleandra memohon.     

"Kenapa harus aku? Apa tidak ada yang lainnya?" Tanya Max, ternyata itu yang sedang dialami oleh gadis itu.     

"Aku tidak mengenal yang lainnya, aku berada di bangunan tua itu untuk bersembunyi dari orang-orang yang mengejarku dan dari petugas. Tanpa sengaja aku melihat apa yang kau lakukan dan aku percaya jika kau bisa membantu aku balas dendam karena kau memiliki kekuasaan."     

"Bagaimana jika aku tidak mau?" tanya Max, "Aku bukan orang yang suka melibatkan diri dengan permasalahan orang lain, kau harus tahu itu!" ucapnya lagi.     

"Please, aku akan melakukan apa pun jika kau bersedia membantuku," Aleandra kembali memohon. Dia benar-benar rela asal Max mau membantunya balas dendam apalagi hidupnya sudah tidak berarti lagi.     

"Apa yang bisa kau lakukan?" Max memandanginya dan tampak mencibir.     

"A-Aku," Aleandra menunduk, dia sedikit ragu.     

"Katakan!" Bentak Max kesal.     

"Aku akan memberikan keperawananku padamu asal kau mau membantu aku balas dendam!" Aleandra mengangkat wajahnya, menatap Max dengan tatapan serius. Hanya itu saja yang dia miliki karena dia memang tidak memiliki apa pun lagi.     

Max diam tapi tidak lama kemudian dia tertawa terbahak mendengar penawaran yang diberikan oleh Aleandra. Keperawanan? Apa gadis itu kira dia akan tertarik dengan penawarannya?     

"Untuk apa aku keperawananmu? Aku bukan bajingan yang begitu mudah tergoda hanya karena keperawanan! Bahkan jika kau menjualnya seharga satu dolar, aku tidak akan membelinya karena aku sudah memerawani banyak wanita di kota ini!" ucap Maximus sinis.     

Max kembali tertawa terbahak dan berjalan pergi, sedangkan Aleandra menggigit bibir dan tampak putus asa. Dia juga menahan malu yang teramat sangat karena dia sudah seperti seorang jalang yang menawarkan diri. Seperti yang dia duga, Maximus Smith tidak akan membantunya dan dia rasa dia tidak memiliki pilihan lain tapi Max belum mengatakan dia bersedia membantu Aleandra atau tidak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.