Hi's Like, Idiot But Psiko

Apa Dia Lari?



Apa Dia Lari?

0Max tidak pergi ke kantor, dia lebih memilih pulang ke rumah kedua orangtuanya. Baru kali ini dia bertemu dengan orang yang begitu putus asa dan cepat menyerah. Jika Aleandra menunjukkan semangatnya untuk balas dendam maka dia tidak akan ragu untuk membantunya.     

Apa Aleandra begitu putus asa karena kejadian yang telah dia alami? Itu hal wajar, biasanya tidak akan ada yang mampu bertahan apalagi untuk seorang wanita tapi Aleandra masih bisa bertahan sampai saat ini dan dia akan memuji semangat hidup yang dia miliki walau pada akhirnya rasa putus asa yang dia tunjukkan.     

Marline dan Michael sangat heran melihat putranya yang tiba-tiba kembali. Mereka bertiga berada di meja makan saat itu. Max kembali untuk sarapan dan dia juga ingin berada di sana untuk sementara waktu.     

"Kemana pelayanmu, Max? Apa kau sudah memecatnya?" tanya ibunya ingin tahu. Dia harap pelayan itu bisa bertahan lama tapi entah kenapa dia dia jadi curiga jika Max sudah memecat pelayannya.     

"Tidak," jawab Maximus seraya menikmati sarapan yang ibunya buatkan.     

"Lalu, apa dia sakit?" Marline semakin ingin tahu.     

"Tidak, Mom!"     

"Jika begitu apa yang terjadi? Kenapa kau tidak sarapan di rumah? Apa pelayanmu tidak membuat sarapan untukmu?"     

"Tidak juga," jawab Max.     

Ayah dan ibunya semakin penasaran, ini pertama kalinya putra mereka memiliki seorang pelayan yang diperbolehkan tinggal bersama dengannya. Mereka sudah senang dan sangat berharap putra mereka berubah tapi kenapa seperti sedang terjadi sesuatu?     

"Baiklah, sekarang Mommy ingin tahu. Apa gadis itu sudah tahu jika dia hanya tawananmu saja?"     

"Hei, apa maksudnya?" tanya Michael karena dia tidak tahu.     

"Putramu menjadikan tawanannya sebagai pelayan," jawab Marline.     

"Wow, hati-hati, Boy. Jangan sampai kau terjerat oleh tawananmu sendiri."     

"Ck, kenapa Mommy dan Daddy mengatakan hal yang sama?" Max menyeruput kopi hitamnya. Walau dia tidak mungkin terjerat oleh gadis yang dia tawan tapi entah kenapa dia merasa iba pada gadis itu.     

"Tentu saja, dulu aku juga tidak jauh berbeda denganmu dan lihatlah hasilnya. Walau aku sudah mengerjai ibumu sedemikian rupa pada akhirnya aku jatuh cinta padanya."     

"Hei, jangan mengingatkan aku dengan hal konyol yang aku lakukan dulu!" ucap Marline.     

"Aku tidak akan lupa saat kau jadi badut, Sweety."     

"Oke, aku tidak mau mendengar kisah percintaan kalian," sela Max seraya beranjak.     

"Kenapa? Kau bisa belajar dengan Daddy untuk menjerat gadis baik-baik jika aku mau," ucap ayahnya.     

"Tidak perlu, Dad. Aku bisa sendiri!" jawab Max seraya berjalan pergi.     

"Kau mau ke mana, Max?" tanya ibunya pula.     

"Kamar, Mom. Jangan ganggu aku sebelum jam makan siang!" jawab Max. Dia ingin berdiam diri di dalam kamar dan tentunya di tempat kesukaannya.     

Marline menggeleng, sampai kapan putranya akan terus bersembunyi di dalam lemari? Dia bukan anak kecil lagi seperti dulu tapi lemari tetap saja menjadi tempat favorite Max sejak dulu. Jangan katakan saat dia sudah menikah dia juga akan mengajak istri dan anaknya bersembunyi di dalam lemari. Bisa-Bisa mereka mendapat julukan sebagai keluarga lemari.     

"Kapan Max akan berubah, Mich? Aku khawatir dengannya," ucap Marline.     

"Tidak perlu khawatir, nanti dia juga akan berubah dengan sendirinya."     

"Kapan, Mich? Aku benar-benar mengkhawatirkan keadaannya," Marline mengulangi ucapannya.     

"Entahlah, tapi percayalah jika suatu hari akan ada yang merubah dirinya. Saat dia sudah memiliki seseorang yang dia anggap spesial maka dia akan berubah. Sekarang biarkan saja dia melakukan apa yang dia mau. Kita sudah berusaha membujuknya untuk berubah tapi sampai sekarang kita tidak berhasil jadi aku yakin, dia akan berubah nanti saat dia sudah memiliki seseorang yang spesial."     

"Baiklah, yang kau katakan sangat benar. Semoga saja dia segera bertemu dengan seorang wanita yang bisa merubah dirinya. Aku takut dia akan tenggelam dalam dunianya sendiri dan merasa tidak butuh siapa pun karena dia sudah nyaman dengan hidupnya," ucap Marline. Dia memang mengkhawatirkan hal ini apalagi Max tidak pernah menjalin hubungan serius dengan wanita mana pun bahkan dia terus menolak Caitlyn yang terus mendekatinya.     

"Itu tidak mungkin terjadi, putra kita memang istimewa tapi dia tidak mungkin tenggelam dalam dunianya. Percayalah padaku," Michael meyakinkan istrinya. Maximus memang berbeda tapi dia juga tidak bodoh.     

"Dia berperilaku normal seperti yang lainnya walau terkadang dia akan berperilaku tidak wajar tapi percayalah, dia putra kita yang hebat dan dia bukan bibit gagal," ucap Michael lagi.     

"Baiklah, yang kau katakan sangat benar. Aku ingin menghubungi pelayannya dan mencari tahu apa yang terjadi, aku takut Max melakukan sesuatu apalagi gadis itu tawanannya," ucap Marline. Jangan sampai gadis itu sudah Max lempar ke kandang singa karena kesal. Itu bisa saja terjadi mengingat emosi putranya yang tidak stabil.     

Michael hanya mengangguk, sedangkan Marline berlalu pergi menuju tempat telepon berada. Dia baru bertemu dengan gadis itu satu kali dan dia merasa jika gadis itu sedang mengalami hal berat. Semoga saja putranya tidak gelap mata, jujur dia sangat berharap gadis itu bisa bekerja lebih lama di rumah putranya. Mungkin saja dengan keberadaan gadis itu di rumahnya, Max bisa berubah sedikit demi sedikit.     

Gagang telepon diambil, Marline menghubungi telepon yang ada di rumah putranya tapi sayangnya tidak ada yang menjawab. Rumah itu seperti tidak ada orang, dia bahkan kembali mencoba tapi hasilnya sama saja.     

Tidak mau berburuk sangka, Marline meletakkan gagang telepon karena dia sudah mencoba beberapa kali tapi tidak ada yang menjawab. Mungkin saja pelayan itu sedang sibuk mengingat rumah putranya yang besar apalagi hanya dia seorang diri yang harus membersihkan rumah itu.     

Marline berlalu pergi, dia juga tidak mengatakan hal itu pada Max. Lagi pula Max sedang berada di dalam kamarnya dan tidak mau diganggu, dia memang selalu seperti itu. Dia akan keluar sendiri jika sudah merasa cukup berada di dalam kamar. Dia bahkan tidak peduli jika ada yang memanggil selagi dia belum puas berada di dalam lemari.     

Max bahkan bisa berada di tempat kesukaannya itu sampai malam dan benar saja, dia keluar dari kamar saat sudah sore. Ayah dan ibunya sudah terbiasa, entah apa yang dia lakukan di dalam sana sampai sekarang tidak ada yang tahu. Sejak dulu Marline dan Michael sudah berusaha mencari tahu tapi Max tidak pernah mau mengatakan apa yang dia lakukan di dalam sana. Bagi Max itu adalah tempat pribadinya dan dia tidak suka ada yang mengganggu saat dia berada di dalam tempat itu.     

"Apa kau tidak mau makan dulu, Max?" tanya ibunya saat putranya sudah mau pulang.     

"Tidak, Mom. Aku akan makan di rumah," jawab Max.     

"Baiklah, ingat jangan terlalu keras dengan pelayanmu. kasihan," ucap ibunya lagi.     

"Aku tahu, aku pergi dulu!" setelah memberikan ciuman di pipi untuk ibunya, Max bergegas pulang. Marline menatap kepergian putranya dengan harapan besar, dia sangat berharap Max tidak berlaku kasar pada pelayannya.     

Max kembali ke rumah pribadinya, dia sudah mengambil keputusan dan akan berbicara dengan Aleandra setelah ini. Dia akan membantu gadis itu tapi dia ingin lihat bagaimana tekadnya terlebih dahulu. Apa dia akan menyerah seperti yang dia tunjukkan tadi pagi? Dia sudah mempertimbangkannya dan tinggal bagaimana cara Aleandra menunjukkan sikap saja. Jika memuaskan maka dia akan membantunya tanpa ragu.     

Max sudah tiba, dia sangat heran saat masuk ke dalam rumah tidak ada siapa pun. Tapi memang keadaan rumah selalu seperti itu. Mata Max mencari sosok gadis yang tinggal bersama dengannya, mana dia? Biasanya Aleandra akan keluar dan menyambut kedatangannya. Apa Aleandra sedang sibuk di dapur?     

"Aleandra!" Max memanggil dan melangkah cepat menuju dapur tapi sayangnya Aleandra tidak ada di sana.     

Aneh, walau Aleandra baru bekerja beberapa hari bersama dengannya tapi dia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Karena penasaran, Max melangkah menuju kamar Aleandra. Mungkin saja gadis itu berada di dalam kamar tapi sayangnya lagi-lagi tidak ada. Dia bahkan mencari Aleandra ke dalam kamar mandi karena dia pikir Aleandra bunuh diri karena tadi pagi dia meminta gadis itu melakukan hal demikian.     

Kamar mandi kosong, Aleandra tidak ada di dalam sana. Max melangkah keluar, kini dia keluar menuju pintu karena dia ingin bertanya kepada para penjaga sebelum dia mengecek cctv untuk mencari keberadaan gadis itu.     

"Di mana Aleandra, apa kau melihatnya?" Max bertanya pada penjaga yang berdiri di depan pintu.     

"Nona Amy?" tanya sang penjaga karena dia tidak tahu nama asli Aleandra.     

"Ya, apa kau melihatnya?" tanya Max lagi.     

"Dia pergi tadi siang dan dia berkata dia ingin membeli bahan makanan," jawab sang penjaga. Aleandra memang pergi, sebab itu tidak ada yang menjawab saat Marline menelepon.     

Max diam, berpikir. Dia lupa jika dia memerintahkan Aleandra membeli bahan makanan hari ini tapi kenapa dia belum kembali? Dia juga lupa memerintahkan anak buahnya untuk mengikuti Aleandra. Apa jangan-jangan gadis itu melarikan diri darinya karena dia berpikir itu adalah kesempatan emas baginya?     

Entah kenapa dia merasa Aleandra memang melarikan diri. Mungkin saja gadis itu putus asa karena dia berpikir jika dia tidak mau membantunya apalagi tadi pagi dia meminta gadis itu untuk bunuh diri karena dia kecewa.     

Kedua tangan Max sudah mengepal dengan erat, kemarahan memenuhi hati bahkan ekspresi wajahnya sudah terlihat mengerikan. Beraninya gadis itu melarikan diri darinya? Dia tidak menyangka Aleandra begitu punya nyali. Kali ini tidak akan dia biarkan, dia pasti akan menemukan keberadaannya dan setelah itu, dia akan mengiris dagingnya tipis-tipis, memotong setiap jari yang terdapat di tangan dan kakinya.     

Dia akan melakukan apa yang dia ucapkan waktu itu agar Aleandra tahu apa akibatnya karena dia berani mengkhianati kepercayaan yang dia berikan dan agar Aleandra tahu, bagaimana rasanya sakitnya penyiksaaan yang akan dia berikan dan bagaimana rasanya mati tak segan hidup pun tak mau.     

Max masuk ke dalam, dia akan menemukan Aleandra dengan mudah karena ponsel yang dia berikan pada gadis itu memiliki alat pelacak yang bisa membuatnya menemukan Aleandra dengan mudah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.