Hi's Like, Idiot But Psiko

Hutang Yang Semakin Banyak



Hutang Yang Semakin Banyak

0Keadaan Aleandra sudah lebih baik, luka di bagian lengan sudah kering tapi luka di bagian perut masih harus dirawat dengan baik. Sudah beberapa hari dia di rumah sakit dan selama itu, satu hal yang dikhawatirkan oleh Aleandra.     

Dia khawatir akan biaya yang harus dia keluarkan. Dia tahu semua itu tidaklah gratis dan sialnya dia baru mengingat satu hal. Ponsel mahal yang baru dia dapat sudah hilang padahal sepeser pun dia belum membayar bahkan dia belum mencoba menggunakan ponsel itu untuk hal lainnya.     

Max juga selalu berada di sana, dia semakin curiga jika hutangnya akan bertambah berkali-kali lipat. Sepertinya sangat mustahil hutangnya cepat lunas. Dia curiga biaya rumah sakit juga tidak akan murah melihat ruang exclusive yang dia tempati saat ini. Sebaiknya dia meminta Max membawanya pulang saja, dia tidak mau hutangnya semakin bertambah sedangkan dirinya belum gajian sama sekali.     

Bagaimana bisa gajian, dia baru bekerja beberapa hari tapi dia sudah tersandung masalah dan sekarang, uang belum dapat tapi hutang semakin bertambah. Sungguh luar biasa.     

Sebaiknya dia cepat pulang, semakin lama dia berada di sana, semakin banyak hutangnya. Bagaimanapun dia ingin punya uang sendiri untuk membeli keperluannya. Tidak lucu bukan dia harus berhutang untuk seumur hidup walaupun dia harus menjadi pelayan untuk selamanya di rumah Max.     

Mata Aleandra tidak lepas dari Maximus yang saat itu sedang berbicara dengan Jared. Sepertinya dia akan terjerat hutang yang tidak akan pernah selesai. Napas berat di hembuskan, seandainya dia membawa tasnya waktu itu, setidaknya dia akan memiliki uang dari hasil jerih payahnya.     

Aleandra kembali menghela napas, sudahlah. Tidak ada gunanya mengeluh. Jalani saja hidupnya saat ini. Lagi pula niatnya untuk mencari bantuan sudah tercapai.     

Aleandra memalingkan pandangannya dengan terburu-buru saat Jared dan Max melihat ke arahnya. Saat itu mereka sedang membicarakan sesuatu. Max memerintahkan Jared untuk mencari tahu siapa orang-orang yang mengejar Aleandra waktu itu dan mencari tahu siapa orang yang memerintahkan mereka. Foto ketiga pria yang mengejar Aleandra sudah dia berikan pada Jared, tentunya foto itu dia dapat dari rekaman cctv yang dia telusuri.     

"Lakukan tanpa ada yang tahu jika aku terlibat!" perintah Max pada Jared.     

"Yes, Master," jawab Jared. Dia tahu bosnya pasti tidak ingin ada yang tahu jika dia terlibat agar musuh menganggap jika gadis itu tidak dibantu oleh siapa pun.     

"Kau boleh pergi, bawakan laptop yang di kantor ke rumahku!" perintah Max lagi.     

Jared mengangguk, dia pamit pergi tapi sebelum pria itu keluar, Jared melihat ke arah Aleandra dengan tajam. Aleandra juga menatapnya tajam, untuk apa pria itu menatapnya seperti itu? Jared tidak menyangka bosnya mau membantu gadis yang melihat aksi mereka di bangunan tua itu. Jared masih menatap Aleandra dengan tatapan tidak suka, dia memang tidak suka dengan Aleandra dan jika gadis itu berani mencelakai bosnya maka dia tidak akan tinggal diam.     

Jared sudah keluar, Max melangkah menghampirinya. Mata Aleandra kini menatap pria tampan itu, matanya bahkan tidak berpaling sampai Max berdiri di sisinya.     

"Apa belum cukup melihatnya?" tanya Max sinis.     

"Bawa aku pulang," pinta Aleandra.     

"Kau bisa pulang sendiri jika kau mau!"     

Aleandra diam saja, tapi matanya masih tidak lepas dari Max. Jadi dia harus pulang sendiri?     

Max cuek saja dan duduk di sisinya, segelas air diambil dari atas meja dan diberikan pada Aleandra.     

"Kenapa ingin pulang? Apa kau sudah tidak sabar memandikan aku," ucap Max asal.     

"A-Apa?" wajah Aleandra memerah. Sial, sosis Amerika yang sudah dia lupakan teringat kembali. Seharusnya kepalanya terbentur pohon saat di hutan agar dia lupa ingatan sehingga melupakan benda itu.     

"Tidak perlu terburu-buru, besok aku akan membawamu pulang tapi jika kau sudah tidak sabar memandikan aku maka aku akan membawamu pulang hari ini juga."     

"Sembarangan, apa kau kira aku senang melihat tubuhmu?"     

"Oh ya? Tapi aku perhatikan kau tidak bisa memalingkan matamu dari tubuhku saat kau memandikan aku bahkan matanya sulit untuk berkedip!"     

Aleandra mengumpat dalam hati, wajahnya juga memerah. Apa dia begitu terpesona dengan bentuk tubuh pria aneh itu sampai lupa berkedip? Sial, ini sungguh memalukan dan lagi pula, kenapa pembicaraan mereka jadi melenceng seperti ini?     

"A-Aku ingin pulang," ucapnya sambil menunduk.     

"Kenapa? Apa kau?"     

"Stop!" Aleandra memotong ucapan Max dengan cepat.     

"Aku ingin pulang bukan karena aku terpesona dengan bentuk tubuhmu walaupun punyamu besar tapi aku juga tidak tahu bentuk milik pria lain karena aku tidak pernah melihatnya tapi aku ingin pulang karena aku tidak mau hutangku semakin bertambah," ucap Aleandra dalam satu kali tarikan napas.     

Aleandra terengah, Max tersenyum mendengarnya. Padahal dia tidak akan mengatakan hal itu lagi tapi sepertinya gadis itu sudah salah paham. Aleandra mengatur napas, air yang diberikan oleh Max di teguk karena tiba-tiba saja dia jadi harus.     

"Kau pintar rupanya dan yeah, kau memang harus mengganti semua ini bahkan kau harus membayar waktuku yang terbuang percuma di tempat ini."     

Mata Aleandra melotot, gelas masih berada di mulut. Apa maksud perkataan pria aneh itu? Apa dia juga harus membayar waktunya?     

"Kau tahu? Waktu yang aku miliki sangat mahal. Satu menit waktu yang aku buang di sini seharga ribuan dolar."     

Alendra terkejut, air yang masih ada di mulut pun tersembur keluar. Apa Max tidak bercanda?     

"Are you kidding?" tanya Aleandra tidak percaya.     

"Tidak, Nona. Aku berada di sini untuk bisnis. Apa kau pikir aku sangat senang membuang waktuku untuk menemanimu di sini?"     

Wajah Aleandra pucat, gelas yang masih berisi air pun jatuh dari tangan. Sial, otaknya tiba-tiba menjadi buntu, tidak bisa berpikir dengan benar. Berapa hutangnya? Oh, tiba-tiba dia bodoh dalam menghitung.     

"Kau gila!" ucap Aleandra tidak percaya.     

"Terserah kau mau menganggap aku apa tapi aku sudah mencatat semua uang yang aku keluarkan. Biaya rumah sakit sudah aku hitung dan juga berapa banyak waktu yang aku buang di sini. Semua harus kau bayar nantinya," ucap Max sambil mengambil gelas yang Aleandra jatuhkan     

"A-Aku tidak mau, kau gila. Hutangku jadi semakin banyak. Bawa aku pulang sekarang juga, aku tidak mau berada di sini terlalu lama," pinta Aleandra panik. Sudah dia duga, hutangnya pasti semakin bertambah.     

Max tersenyum, kenapa gadis itu begitu takut berhutang? Mau dia berhutang atau tidak tapi pada akhirnya dia tidak akan bisa pergi dari rumahnya.     

"Tidak perlu panik, aku berbaik hati padamu dan akan memberikan diskon nantinya."     

"Tidak mau, aku tidak mau diskon jika hutangku semakin bertambah jadi bawa aku pulang sekarang," Aleandra menarik tangan Max dan memohon padanya.     

"Jangan tarik, satu tarikan lima ratus dolar!" ancam Max.     

Aleandra melepaskan tangan Max dengan terburu-buru, sial. Pria itu benar-benar pelit dan penuh perhitungan. Dia terlalu nyaman berada di sana, sekarang dia tahu kenapa pria itu begitu perhatian padanya dan rela menjaganya. Ternyata hal itu dijadikan ladang bisnis untuknya.     

Aleandra masih shock tapi dia dikejutkan tangan Max yang sedang membuka kancing kemejanya. Mata Aleandra melotot, secara refleks tangannya sudah berada di telapak tangan Max yang besar.     

"Ma-Mau apa kau?" tanya Aleandra.     

"Melepaskan bajumu yang basah," jawab Max dengan santai.     

"Tidak, aku bisa sendiri!" tolak Aleandra. Apa pria itu sudah gila? Dia tidak mungkin membiarkan pria itu melepaskan bajunya.     

"Oh, silahkan jika begitu," Max bersandar di kursi dan bersedekap dada. Dia ingin lihat Aleandra bisa membuka bajunya atau tidak karena dia tahu satu tangannya sulit digerakkan akibat luka tembakan yang dia dapat.     

Aleandra mengumpat, dia tidak sadar bajunya basah. Semua gara-gara hutang yang menumpuk tanpa dia sadari. Aleandra mencoba membuka bajunya dengan satu tangan tapi sialnya sulit, walau kancing bisa dia lepaskan tapi untuk melepaskan bajunya sulit dia lakukan.     

"To-Tolong panggilkan perawat untukku," pinta Aleandra dengan wajah tersipu.     

"Meminta bantuanku bayarannya mahal, Nona," ucap Max sambil mengangkat satu alisnya.     

"Be-Berapa?" tanya Aleandra.     

"Seribu dolar saat aku melangkah menuju pintu, dan setiap sepuluh langkah kau harus membayar seribu dolar lagi," ucap Max sambil tersenyum.     

Mulut Aleandra menganga, apa Max tidak sedang bercanda? Entah kenapa dia merasa Max tidak beda jauh dengan renternir.     

"Bagaimana? Mau aku panggilkan perawat atau aku yang membantumu dan setelah itu kita pulang. Pilihan ada padamu," Max kembali tersenyum, dia hanya menggoda Aleandra untuk melihat reaksinya saja. Lagi pula dia bosan.     

Aleandra menggigit bibir, untuk seumur hidupnya baru kali ini dia bertemu dengan orang pelit penuh perhitungan dan sialnya orang itu adalah seorang pria. Sungguh malang yang akan menjadi kekasihnya nanti karena harus menjalin hubungan dengan pria pelit penuh perhitungan.     

"Janji akan membawa aku pulang?" tanya Aleandra. Sepertinya tidak ada pilihan lain karena dia ingin pulang.     

"Tentu saja, aku pasti menepati ucapanku!"     

"Baiklah," Aleandra memejamkan mata. Hanya menggantikan bajunya saja dan setelah itu dia bisa pulang dari pada hutangnya bertambah.     

Aleandra tampak sedikit terkejut saat merasakan tangan Max menurunkan piyamanya. Wajahnya tampak merona, dia sungguh malu. Mata Max melihat wajahnya lalu pandangannya turun ke bawah. Saat itu melihat dari cctv tapi kini kedua benda bulat berisi itu berada di depan matanya.     

Alendra menahan napas, dia tidak berani membuka matanya bahkan saat Max mengangkat lengannya untuk memakaikan baju. Jantung Aleandra berdebar, apalagi saat jari Max menyentuh kulitnya. Sial, kenapa dia merasa sedikit erotis?     

Suara deheman terdengar, Max melangkah pergi setelah selesai mengenakan pakaian Aleandra. Sepertinya dia sedang bermain api walau ini bukan pertama kali dia melihat tubuh wanita. Padahal dia hanya iseng saja tapi dia tidak menyangka gadis itu benar-benar membiarkan dirinya melakukan hal itu. Apa dia lebih takut hutangnya bertambah?     

Suara pintu tertutup, Aleandra baru berani membuka mata. Max sudah tidak ada di dalam ruangan dan dia terlihat lega. Akhirnya hutangnya tidak semakin menumpuk dan dia juga sudah bisa pergi dari rumah sakit itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.