Hi's Like, Idiot But Psiko

Jaga Bayinya Baik-Baik



Jaga Bayinya Baik-Baik

0Caitlyn membawa mobilnya menuju kantor Max dengan kekesalan di hati. Dia tidak menyangka jika akan mendengar perkataan demikian dari wanita itu. Sekarang terjawab sudah kenapa Max membiarkan wanita itu tinggal di rumahnya. Ternyata tidak saja pacarnya, rupanya wanita itu sedang mengandung bayinya.     
0

Rasanya tidak mau percaya dengan ucapan wanita itu tapi situasi sangat mendukung karena selama ini dia tahu jika Max tidak pernah mengijinkan siapa pun tinggal di rumahnya. Tidak, dia tidak akan percaya sebelum dia mendengar sendiri hal itu dari mulut Max.     

Caitlyn membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi, dia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Max dan mencari tahu kebenarannya. Semoga saja Max tidak membenarkan ucapan wanita itu sehingga dia punya kesempatan.     

Setelah tiba di kantor Max, Caitlyn melangkah dengan cepat, dia bahkan tidak peduli saat ada seorang wanita yang mencegah dirinya.     

"Nona, tolong katakan tujuan anda," pinta wanita itu.     

"Aku ingin mencari Max jadi jangan menghalangi!" Caitlyn terus melangkah walau wanita itu berusaha menghalangi.     

"Bos sedang rapat, tidak bisa diganggu!"     

"Jika begitu aku akan menunggu," ucap Caitlyn seraya masuk ke dalam lift yang terbuka. Dia tidak akan berhenti karena dia harus bertemu dengan Max hari ini juga.     

Wanita yang mengejarnya hanya bisa mengumpat saat Caitlyn menutup lift. Wanita itu berlalu pergi untuk menghubungi sang sekretaris yaitu Rebeca dan tentunya Rebeca sudah menunggu Caitlyn setelah mendapat laporan.     

Caitlyn keluar dari lift, tapi lagi-lagi langkahnya harus dicegat oleh Rebeca. Rebeca berusaha tersenyum dengan ramah, sedangkan Caitlyn tampak kesal.     

"Ada perlu apa, Nona?" Tanya Rebeca dengan sopan.     

"Aku hanya ingin bertemu dengan Maximus dan berbicara dengannya," jawab Caitlyn kesal.     

"Tapi bos sedang rapat, dia juga tidak menerima tamu dadakan yang memaksa," sindir Rebeca.     

"Aku sudah berusaha menghubunginya tapi dia tidak menjawab," dusta Caitlyn.     

"Baiklah, katakan padaku apa kepentingan Nona. Jika tidak terlalu penting sebaiknya pergi," usir Rebeca.     

"Sial, aku ini sahabatnya. Kenapa kau memperlakukan aku seperti ini? Apa perlu asalan untuk bertemu dengan sahabat sendiri?" teriak Caitlyn marah.     

"Baiklah, tolong jangan berteriak. Di sini bukan pasar!" sindir Rebeca lagi.     

"Jika kau tidak mempertemukan aku dengannya, maka aku akan membuat keributan!" ancam Caitlyn.     

Rebeca menggeleng, sebaiknya dia tidak berdebat. Dia tahu orang seperti Caitlyn tidak akan menyerah. Dari pada membuat keributan yang membuat malu apalagi bosnya sedang rapat dengan beberapa kolega bisnis penting. Bosnya pasti akan murka jika wanita itu membuat keributan.     

"Baiklah, ikut aku," dengan terpaksa Rebeca menyetujui dan membawa Caitlyn ke ruangan Max.     

Caitlyn mendengus dan mengikuti langkah Rebeca, tahu diri juga wanita itu. Jika dia tidak diijinkan menemui Max maka dia benar-benar akan membuat keributan. Rebeca mempersilakan Caitlyn menunggu di dalam ruangan Max dan setelah itu dia pergi untuk melanjutkan pekerjaannya.     

Caitlyn menunggu dengan perasaan cemas, dia sungguh tidak sabar bahkan dia terlihat gelisah. Semoga saja Max segera datang dan memang, tidak lama kemudian Max masuk ke dalam ruangannya setelah rapatnya selesai.     

Wajah Max terlihat tidak senang, matanya menatap Caitlyn dengan tajam. Caitlyn menghampirinya dengan wajah berseri, dia sangat senang Max sudah kembali.     

"Untuk apa kau datang, Caitlyn?" tanya Max dengan dingin.     

"Ada yang ingin aku bicarakan denganmu, Max," Caitlyn beranjak dan mendekatinya.     

"Tidak ada yang perlu dibicarakan, Caitlyn. Sebaiknya kau pergi karena aku sedang sibuk!"     

"Ada, ini mengenai wanita yang tinggal di rumahmu!" teriak Caitlyn.     

Max menghentikan langkahnya, apa Caitlyn baru saja dari rumahnya dan bertemu dengan Aleandra?     

"Jelaskan padaku, Max. Apa benar wanita itu kekasihmu dan sedang mengandung anakmu?" tanya Caitlyn tanpa ragu.     

Max tampak sedikit terkejut, wow, apa yang sebenarnya mereka bicarakan? kenapa Aleandra mengaku dia hamil? Sepertinya menarik, dia jadi ingin tahu apa yang sebenarnya mereka bicarakan berdua.     

"Apa maksudmu, Caitlyn. Aku tidak mengerti," Max duduk di kursinya, sepertinya menarik.     

"Tadinya aku ingin menemuimu tapi tidak jadi saat melihat wanita itu. Aku sangat ingin tahu siapa wanita itu dan apa hubungan kalian."     

"Lalu?" Max mengangkat kakinya dan meletakkannya ke atas meja. Dia semakin ingin tahu.     

"Max, dia hanya memanfaatkan dirimu saja agar dia bisa hidup nyaman!" ucap Caitlyn.     

"Benarkah?" Max pura-pura tidak tahu.     

"Untuk apa aku menipumu? Dia berkata mengandung anakmu untuk mendapatkan posisi sebagai istrimu. Dia pasti ingin memanfaatkan dirimu saja!"     

Max tersenyum, jadi Aleandra berkata demikian? Walau dia tidak tahu kenapa Aleandra berkata seperti itu tapi dia semakin ingin tahu.     

"Apa lagi yang dia katakan padamu, Caitlyn?"     

"Hng, tidak saja mengatakan jika dia ingin menjadi istrimu tapi dia juga mengatakan hal yang menjijikkan!" Caitlyn sangat kesal saat mengingat perkataan Aleandra sedangkan Max semakin ingin tahu.     

"Katakan dengan perlahan, apa saja yang dia katakan?"     

Caitlyn merasa jika gadis itu berbohong, dia yakin setelah melihat ekspresi Max jadi tanpa ragu Caitlyn mengatakan semua yang Aleandra katakan walau dia kesal dengan perkataan itu. Tidak ada yang dia lewatkan bahkan perihal sosis Amerika yang diucapkan oleh Aleandra juga dia katakan.     

Max mengangkat satu alis dengan seringai menghiasi wajah setelah mendengar perkataan Caitlyn. Sepertinya Aleandra sengaja berkata demikian untuk membuat Caitlyn kesal tapi dia tidak menyangka Aleandra akan berkata jika mereka melakukan hal itu setiap malam dan dia juga tidak menyangka Aleandra juga berkata jika dia sedang mengandung bayinya. Menarik, dia sudah tidak sabar untuk pulang.     

"Katakan padaku, Max. Semua yang dikatakan oleh wanita itu tidak benar, bukan? Dia tidak sedang hamil anakmu, bukan?" tanya Caitlyn. Dia harap Max menyangkal.     

"Kau tahu, Caitlyn?" Max menurunkan kedua kakinya dan beranjak menuju jendela.     

Mata Caitlyn tidak lepas darinya. Entah kenapa dia merasa jika Max tidak akan membantah ucapan wanita itu.     

"Max?" Caitlyn tampak was-was apalagi Max diam saja.     

"Semua yang dia ucapkan sangat benar, kami tinggal bersama seharusnya kau tahu kenapa aku mengijinkan dirinya tinggal di rumahku dan memang dia sedang hamil bayiku saat ini!" ucap Max tanpa menyangkal apa yang dibicarakan oleh Aleandra. Ini bagus, ternyata gadis itu cukup pintar. Dengan kebohongan yang dia ucapkan maka Caitlyn tidak akan mengganggunya lagi.     

"Ti-Tidak mungkin!" Caitlyn terhuyung ke belakang. Jadi yang diucapkan oleh wanita itu adalah benar? Padahal dia mengira Max akan menyangkal tapi nyatanya?     

"A-Aku tidak percaya!" ucap Caitlyn lagi. Dia tampak linglung karena dia sulit menerima kenyataan itu.     

"Kau sudah tahu, bukan? Jika begitu pergilah, jangan ganggu aku lagi!" usir Max.     

"Aku tidak bisa mempercayai ini, tidak bisa!" Caitlyn tampak frustasi.     

"kau sudah melihat sendiri, Caitlyn. Semua yang diucapkan olehnya adalah benar, jadi terima saja kenyataannya. Lagi pula dari dulu sampai sekarang, aku tidak pernah menganggap dirimu spesial. Bagiku kau adalah sahabatku, tidak lebih. Sebaiknya kau tidak melakukan apa pun karena aku tidak akan segan sekalipun kau sahabatku. Ini peringatan dariku dan percayalah, jika kau berani melakukan sesuatu di luar batas hanya untuk ambisimu, aku tidak akan segan!" ancam Max.     

"Aku tidak bisa menerima ini, Max. Tidak bisa. Yang pantas untukmu hanya aku," Caitlyn menangis dan putus asa. Sungguh dia tidak menyangka tapi jujur saja dia merasa jika Max mengiyakan perkataan wanita itu agar dia tidak datang mengganggunya lagi.     

"Pergi, Caitlyn. Aku sibuk!" Max melangkah ke mejanya dan duduk kembali.     

"A-Aku tidak bisa menerima ini, aku akan kembali!" Caitlyn menghapus air matanya dan melangkah menuju pintu.     

Max melihat kepergiannya dalam diam, kedua kaki kembali diangkat dan diletakkan di atas meja. Max bersandar di kursi dan menautkan jari jemarinya, sungguh menarik. Dia tidak menyangka Aleandra berani mengucapkan kata-kata demikian dan mengaku dirinya sedang hamil. Senyum menghiasi bibirnya, sekarang waktunya melihat reaksi Aleandra.     

Kedua kakinya kembali diturunkan, gagang telepon pun diangkat dan setelah itu Max menghubungi Rebeca.     

"Datang ke ruanganku, segera!" perintahnya.     

Tidak butuh lama, Rebeca sudah berada di ruangannya, wanita itu siap mendengarkan perintah.     

"Apa yang harus aku lakukan, Sir?" tanya Rebeca.     

"Pergi beli makanan dan berikan untuk Amy!" perintah Max.     

"Baik, apa ada yang lain?" tanya Rebeca lagi.     

"Katakan dia harus menghabiskan makanannya dan dia juga harus menjaga bayinya baik-baik!"     

"Hah?" Rebeca terkejut. Apa maksudnya?     

"Apa yang kau tunggu, Rebeca?"     

"Hm, maaf. Akan segera aku kerjakan," ucap Rebeca.     

Walau tidak mengerti tapi dia harus melakukan apa yang diperintahkan oleh bosnya. Rebeca keluar dari ruangan itu dengan tanda tanya di hati, sedangkan Max masih tersenyum. Oke, hal itu semakin membuatnya gila.     

Sebelum ke rumah bosnya, Rebeca membeli makanan. Dia penasaran dengan ucapan bosnya, bayi siapa yang bosnya maksud? Sebaiknya dia tidak banyak berpikir, bisa saja bayi yang dimaksud oleh bosnya adalah salah satu anak dari sepupunya.     

Ketika dia datang, Aleandra sangat senang tapi dia juga heran melihat makanan yang dibawa oleh Rebeca.     

"Rebeca, kenapa kau datang?" tanya Aleandra.     

"Untuk memberimu ini," Rebeca memberikan makanan yang dia bawa, "Bagaimana, kau betah bukan bekerja di sini?" tanyanya.     

"Tentu saja, terima kasih. Tapi untuk siapa makanan ini?" tanya Aleandra.     

"Itu untukmu, bos yang membelikannya."     

Aleandra sangat heran, Max? Untuk apa Max meminta Rebeca membawakan makanan untuknya?     

"Terima kasih, Rebeca. Padahal tidak perlu repot seperti ini," dia jadi tidak enak hati.     

"Jangan berterima kasih padaku, aku hanya menjalankan perintah. Segeralah nikmati makanannya sebelum dingin. Aku sudah harus kembali ke kantor."     

"Terima kasih," Aleandra mengikuti langkah Rebeca menuju pintu.     

"Oh, aku lupa pesan dari bos," langkah Rebeca terhenti, dia juga berpaling dan tersenyum, "Bos bilang kau harus menghabiskan makanan itu dan jaga bayinya baik-baik," setelah berkata demikian Rebeca keluar, sedangkan Aleandra terkejut bahkan makanan yang sedang dia bawa jatuh dari tangannya.     

Apa maksud pesan yang disampaikan oleh Rebeca?     

Wajah Aleandra pucat, apa semua perkataan yang dia ucapkan pada wanita tadi sudah sampai ke telinga Max? Dia takut menerka tapi sepertinya demikian. Sial, tiba-tiba saja lututnya lemas. Bagaimana ini? Apa yang harus dia lakukan saat Max sudah pulang.     

Aleandra mengambil makanan yang terjatuh dengan tangan gemetar. Sial, dia terjebak dengan ucapannya sendiri. Semoga saja malam ini Max tidak pulang, sepertinya dia harus masuk ke dalam kamar dan membaca mantera untuk hal ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.