Hi's Like, Idiot But Psiko

Tidak Bisa Lari



Tidak Bisa Lari

Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, Aleandra was-was setengah mati. Semua gara-gara ucapan asalnya. Padahal dia hanya berniat membalas penghinaan Caitlyn dan memanasinya tanpa ada niat apa pun tapi apa yang terjadi sekarang?     

Dia tidak menyangka Max akan tahu ucapan memalukannya. Tidak saja berkata dia sedang hamil anak Max, dia juga berkata sosis Amerika begitu nikmat padahal dia tidak tahu bagaimana rasanya. Yang paling membuatnya malu, dia juga mengatakan mereka berdua tidur bersama setiap malam. Sial, semua ucapan yang dia katakan sangat memalukan dan tentunya sekarang dia dalam masalah.     

Entah dari mana Max bisa tahu apa yang dia ucapkan tapi dia curiga jika Caitlyn pergi menemui Max dan mengatakan semua yang dia dengar. Mungkin benar yang pepatah katakan, 'Mulutmu harimaumu' dan sekarang dia tidak tahu harus bagaimana saat Max kembali.     

Jika ada lubang semut, dia sangat ingin bersembunyi di dalamnya. Semoga saja Max tidak pulang malam ini, dia sudah membaca puluhan mantera yang dia tahu, mungkin saja ada salah satu mantera yang dia baca secara asal-asalan dapat bekerja tapi sayangnya, dia tidak hidup di dunia sihir.     

Waktu yang terus berjalan semakin membuat jantung Aleandra berdegup kencang, dia bahkan tidak berhenti melihat keluar melalui kaca jendela. Dia tidak menyangka akan segelisah ini. Dia bahkan sudah bagaikan seorang istri yang sedang menunggu suaminya pulang.     

Dari pada gelisah tidak jelas, lebih baik dia menyiapkan makanan saja. Gara-Gara hal ini dia belum memasak apa pun. Aleandra melangkah menuju dapur sambil berpikir, sepertinya dia harus bersikap biasa saja saat Max kembali. Benar, dia tidak boleh memperlihatkan gelagat mencurigakan. Jika dia bersikap biasa saja maka dia bisa mengelak dan pura-pura tidak pernah mengatakan perkataan memalukan itu.     

Aleandra mulai sibuk, dia akan pura-pura tidak tahu saat Max mengungkitnya tapi apa dia pikir dia bisa menghindar dari pria itu?     

Max sedang dalam perjalanan kembali, dia sudah tidak sabar untuk cepat tiba karena dia ingin mengganggu pelayan barunya. Anggap saja penghilang rasa bosan dan memang dia sedang bosan.     

Di sepanjang jalan Max bahkan tersenyum sesekali mengingat apa yang diucapkan oleh Aleandra pada Caitlyn. See, dia benar-benar sudah gila bahkan Jared keheranan melihat bosnya. Selama dia mengenal Maximus dan menjadi asisten pribadinya, dia belum pernah melihat bosnya bersikap seperti itu.     

Max mengumpat, sial. Dia benar-benar sudah seperti orang gila tapi mau bagaimana lagi, dia punya mainan baru di rumah yang bisa dia goda kapan saja dan sekarang, dia sudah sangat ingin mengganggu pelayan barunya yang, cantik.     

Max bahkan meminta Jared untuk membawa mobilnya dengan cepat, tentu hal itu semakin membuat Jared heran. Tapi dia tidak berani bertanya, lebih baik cari aman.     

Saat itu, Alandra sudah hampir selesai. Karena sibuk membuatnya lupa dengan apa yang dia khawatirkan. Seharusnya dia melakukan hal ini sejak tadi. Menyibukkan diri memang menjadi rutinitas paling bagus untuk melupakan apa yang sedang dipikirkan walau hanya sejenak.     

Di luar sana, Max sudah tiba. Pria itu bergegas dan meminta Jared untuk segera pergi. Sekarang waktunya mengganggu Aleandra dan tidak ada yang mengganggu kesenangannya.     

Suara pintu yang tertutup mengagetkan Aleandra. Gawat, Max sudah kembali. Dia panik sendiri, sembunyi, dia harus segera bersembunyi. Padahal dia ingin bersikap tenang tapi tetap saja dia tidak berani bertemu Max karena dia malu.     

Max melangkah menuju dapur karena terdengar suara dari sana dan dia tahu Aleandra pasti ada di dalam dapur. Suara ketukan sepatu di atas lantai membuat Aleandra semakin panik, matilah dia. Sebuah lemari kosong menjadi pilihan Aleandra, dengan tubuhnya yang kecil dia pasti muat di dalam lemari itu.     

Tidak membuang waktu, Aleandra masuk ke dalam lemari itu dan segera menutupnya sebelum Max tiba di dapur. Dia benar-benar belum siap bertemu dengan Max secara langsung, mau ditaruh di mana wajahnya? Aleandra bahkan menutup mulut saat langkah kaki Max sudah berada di dapur. Mata tajam pria itu mencari karena pelayannya yang cantik ternyata tidak ada di sana.     

Alendra menahan napas saat suara langkah kaki Max semakin terdengar. Semoga Max tidak tahu keberadaannya di sana. Max mengambil air minum, dia yakin Aleandra berada di sana tapi ke mana gadis itu? Sebaiknya dia pergi mandi saja, lagi pula masih banyak waktu untuk mengganggu Aleandra.     

Suara langkah kaki Max yang mulai menjauh membuat Aleandra lega tapi sayangnya, tiba-tiba dia buang angin di waktu yang tidak tepat. Mata Aleandra melotot, hidung pun ditutup tapi sayangnya dia tidak tahan dengan bau gas beracunnya sendiri.     

Dengan cepat pintu lemari dibuka, Aleandra keluar dari dalam lemari sambil terbatuk. Max menghentikan langkah, di sana rupanya gadis itu bersembunyi.     

"Oh my God, aku hampir mati kehabisan napas!" ucap Aleandra sambil terengah. Sial, apa yang baru saja dia makan? Kenapa gas beracunnya begitu bau?     

"Di sana kau rupanya," Ucap Max seraya melangkah mendekat.     

"No ... No! Jangan mendekat!" pinta Aleandra. Jangan sampai Max mencium gas beracunnya yang mematikan sehingga dia semakin bertambah malu.     

Max menghentikan langkahnya, dia paham maksud Aleandra. Rasakan, itu namanya senjata makan tuan, siapa suruh menyembunyikan diri darinya? Tapi apa Aleandara juga pecinta lemari seperti dirinya? Semoga saja, dengan demikian dia bisa mengajak Aleandra bersembunyi di dalam lemari berdua.     

"A-Aku sedang menangkap serangga," ucap Aleandra beralasan. Gadis itu beranjak dan melangkah menuju tempat air minum tanpa mau melihat ke arah Max. Gila, dia mempermalukan dirinya sendiri.     

"Serangga apa yang kau tangkap Aleandra? Apa kau pikir rumahku ini sarang serangga?"     

Tiba-Tiba saja Aleandra merinding, itu karena Max melangkah mendekatinya. Max semakin sengaja, dia memang ingin mengganggu pelayan cantiknya itu. Tubuh Aleandra membeku ketika Max berdiri di belakangnya, dia bahkan berhenti meneguk air yang sedang dia minum sehingga gelas air menempel di bibirnya karena saat itu kedua tangan Max melingkar di perutnya. Mata Aleandra melotot dengan napas tertahan bahkan jantungnya pun berdegup kencang.     

"Bagaimana bayi kita, Aleandra?"     

"Pfff!" Aleandra menahan air yang ada di dalam mulutnya agar tidak menyembur keluar.     

"Kau menjaganya dengan baik, bukan?" Max menanyakan hal itu sambil berbisik di telinganya.     

Aleandra tersedak air yang sedang berusaha dia tahan, wajahnya panas karena dia merasa malu. Padahal dia ingin bersikap tenang, tapi ternyata tidak bisa. Max melepaskannya dan melangkah mundur, sedangkan Aleandra masih terbatuk akibat tersedak air.     

"Kenapa kau terkejut? Bukankah kau sendiri yang mengatakannya?"     

"A-Aku tidak bermaksud," Aleandra melangkah mundur karena Max kembali mendekatinya. Apa yang mau pria aneh itu lakukan?     

"Kau begitu berani berkata demikian, Aleandra. Bagaimana jika Caitlyn adalah kekasihku?"     

Aleandra mengumpat dalam hati, dia tidak memikirkan hal ini dan asal bicara saja. Seharusnya dia tidak sembarangan bicara, sepertinya Max tidak terima dengan ucapannya.     

"A-Aku hanya asal bicara, Max. Aku hanya ingin memanasi wanita itu saja karena dia mengira aku menggodamu dan menginginkan posisi yang dia inginkan. Aku benar-benar minta maaf," Aleandra panik saat Max sudah memojokkan dirinya di meja. Ini yang kedua kalinya, dia berusaha melarikan diri tapi Max tidak memberinya celah untuk lari.     

"Tidak perlu takut, Aleandra. Aku tidak marah," ucap Max dengan santai.     

"Be-Benarkah?" Alendra menatapnya, sedangkan Max tersenyum penuh arti.     

Hal itu membuat Aleandra curiga, apa yang sebenarnya dipikirkan oleh pria aneh itu? Tubuh Aleandra membeku saat Max mendekatkan wajah mereka dan berbisik di telinganya.     

"Tentu aku tidak marah, kau sudah mengatakan hal yang tepat pada Caitlyn sehingga dia tidak lagi mengganggu aku. Tapi?" Max menghentikan ucapannya dan tersenyum.     

"Aku tidak menyangka kau memiliki fantasi liar dengan sesuatu yang kau sebut dengan sosis Amerika. Apa ada bedanya dengan sosis Rusia?"     

Aleandra menelan ludah, rasanya dia ingin berteriak dan berkata, "Dia masih perawan, mana dia tahu!" tapi dia tidak berani.     

"Oh, aku lupa kau masih perawan," Max melihatnya dari atas sampai ke bawah, "Tapi fantasimu mengenai hal itu boleh juga," Ucapnya lagi.     

"Se-Sebenarnya apa maumu?" tanya Aleandra gugup.     

"Aku mengatakannya tanpa maksud apa-apa, sungguh. Aku bahkan mengatakannya tanpa pikir panjang jadi maafkan aku," ucapnya lagi.     

"Hei, tidak perlu minta maaf. Sudah aku katakan aku tidak marah, aku justru sangat senang kau berani mengatakan hal itu untuk mengusir Caitlyn dan aku ingin berterima kasih padamu tapi ada satu hal yang menjadi masalahnya," Max melangkah mundur dan memainkan tangannya di dagu.     

"Ma-Masalah apa?" Aleandra merasa lega karena Max sudah tidak menghimpitnya lagi.     

"Kau tahu, Aleandra," Max tersenyum penuh arti dan hal itu membuat Aleandra curiga. Dia bahkan merasa akan terjadi sesuatu, firasatnya buruk.     

"Caitlyn tidak percaya dengan apa yang kau ucapkan," ucap Max lagi.     

"Ja-Jadi?"     

"Kita harus membuat ucapanmu menjadi nyata bukan supaya dia jadi percaya dengan apa yang kau ucapkan!"     

"What?" Aleandra terkejut. Apa maksudnya? Aleandra tampak linglung, dia bahkan tidak sadar Max sudah meraih tangannya dan membawanya pergi karena dia sedang memikirkan ucapan Max. Entah kenapa tiba-tiba dia jadi telmi.     

"Sekarang waktunya mewujudkan perkataanmu!" ucap Max.     

Aleandra tersadar, apa pria itu sudah gila?     

"Max, aku hanya asal bicara saja!" ucap Aleandra sambil menahan tangan Max.     

"Bukankah sudah aku katakan? Ayo kita jadikan perkataanmu menjadi nyata!"     

"Tidak, aku tidak mau!" Aleandra berusaha menarik tangannya tapi sayangnya dia kalah tenaga. Dia tidak berdaya Max menariknya menuju kamar.     

"Jangan, Max. Aku hanya bercanda!" teriak Aleandra lagi.     

"Hei, aku memberimu kesempatan untuk menikmati sosis Amerika yang kau bilang nikmat jadi gunakan kesempatan ini baik-baik."     

Wajah Aleandra merah padam, dia benar-benar terjebak dengan ucapannya sendiri dan sialnya, Max akan mewujudkan perkataan yang dia ucapkan tanpa pikir panjang.     

Max tersenyum saat Aleandra tidak mau masuk ke dalam kamarnya sambil berteriak. Tangan Aleandra berada di sisi pintu, dia berusaha bertahan agar tidak ditarik oleh Max masuk ke dalam kamar.     

"Tidak, Max. Jangan, aku tidak mau!" teriak Aleandra, dia masih berusaha bertahan.     

"Come on, Aleandra. Sosis yang kau idamkan menjadi milikmu mulai sekarang!" Max masih sengaja.     

"Aku tidak mau!" Aleandra kembali meneriakkan ucapan yang sama dan masih mencengkeram sisi pintu tapi teriakannya kembali terdengar saat pegangan tangannya terlepas dan pintu tertutup. Sepertinya dia tidak bisa mengelak lagi tapi apakah Max serius dengan ucapannya?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.