Hi's Like, Idiot But Psiko

Pancing Mereka



Pancing Mereka

0Aleandra tampak was-was saat mereka sudah tiba di kantor. Matanya melihat sana sini, jujur saja dia takut bertemu dengan orang-orang yang mengejarnya selama ini. Mereka bisa berada di mana saja tapi dia berharap kali ini mereka tidak tahu keberadaannya. Walau Max berkata dia ingin memancing orang-orang itu keluar tapi tetap saja dia takut.     

Max melirik ke arahnya, Aleandra terlihat begitu gelisah dan dia tahu kenapa gadis itu bersikap seperti itu. Padahal dia sudah mengatakan pada Aleandra untuk tidak perlu khawatir tapi sepertinya Aleandra masih takut.     

"Bukankah sudah aku katakan padamu? Tidak perlu khawatir karena ada aku," ucap Max.     

"Aku tahu, Max. Aku seperti ini karena aku benar-benar takut."     

"Oke, baiklah. Segera masuk, di dalam akan aman untukmu."     

Aleandra mengangguk. Benar yang Max ucapkan, di dalam aman. Aleandra mengikuti Max turun, dia tampak menunduk sambil mengekori Max dari belakang. Dia bahkan tidak berani melihat sana sini sebelum mereka masuk ke dalam kantor.     

Setelah berada di dalam, Aleandra menarik napasnya lega. Dia juga sudah berani mengangkat wajahnya. Kecantikan yang dia miliki dan senyum manisnya mulai menarik perhatian beberapa karyawan pria yang ada di sana.     

Para karyawan yang tertarik melihat kecantikannya tampak kagum dan tidak memalingkan mata mereka, mereka bahkan tidak sadar saat Max melihat mereka dengan tajam. Apa yang mereka lihat?     

Max melihat ke mana arah mata karyawannya dan ketika tahu tujuan mata mereka, dia tampak tidak senang. Kenapa gadis itu jadi pusat perhatian? Sungguh dia tidak suka.     

Max memutar langkahnya dan mendekati Aleandra. Aleandra tampak tidak mengerti apalagi Max menatapnya tajam. Max sungguh kesal dan tanpa berkata apa-apa, Max menjepit leher Aleandra dan menariknya pergi.     

"Max, apa yang kau lakukan?" Aleandra berusaha menyingkirkan tangan Max. Apa pria itu tidak melihat jika mereka sedang menjadi pusat perhatian?     

"Kenapa begitu lama? Apa kau reinkarnasi seekor siput?" Ucap Max, tapi matanya melototi para karyawannya sehingga para karyawan pria yang mengagumi kecantikan Aleandra menunduk dan pergi.     

"Lihatlah, sepertinya aku tidak salah. Kau pasti benar-benar reinkarnasi seekor siput!"     

"Enak saja, siput mana yang berinkarnasi!" protes Aleandra.     

"Ada, aku sudah melihatnya," jawab Max dengan santai sambil menarik tubuh Aleandra yang kecil menuju lift. Dengan begini tidak akan ada karyawannya lagi yang menatap Aleandra dengan tatapan mesum mereka. Dia sungguh tidak suka, jika ada yang berani lagi maka akan dia keluarkan bola mata mereka.     

"Mana ada, jangan membual!" Aleandra masih berusaha menyingkirkan tangan Max tapi pria itu tidak mau melepaskannya.     

"Aku tidak membuat, aku sedang menjepitnya saat ini."     

"Apa? Enak saja!"ucap Aleandra kesal. Max terkekeh, dia benar-benar senang menggoda Aleandra. Setidaknya gadis itu bagaikan hiburan untuknya.     

"Max, lepaskan!" pinta Aleandra.     

"Tidak, aku ingin seperti ini!"     

Aleandra menggerutu, dia bahkan terlihat cemberut. Max tidak juga melepaskannya walau mereka sudah berada di dalam lift dan tidak hanya itu saja, Max masih menjepit lehernya ketika mereka keluar dari lift.     

Rebeca sampai bangkit berdiri dari tempat duduknya saat melihat mereka keluar dari lift, mulutnya bahkan menganga. Apa hubungan mereka sudah sampai sejauh itu? Rebeca kembali duduk setelah Max masuk ke dalam ruangannya. Dia tampak berpikir, apakah yang sedang dia pikirkan saat ini benar? Jangan-Jangan Aleandra sedang hamil, sebab itu bosnya berpesan agar Aleandra menjaga bayi mereka baik-baik. Sekarang terjawab sudah, itu bagus, dia tidak menyangka ternyata bosnya memintab dirinya untuk menjebak gadis itu karena menginginkan dirinya.     

Di dalam ruangan, Max baru melepaskan leher Aleandra. Gadis itu tampak menggerutu dan merenggangkan otot lehernya. Entah apa maksud Max melakukan hal itu, yang pasti lehernya pegal.     

"Mulai sekarang kau membantu aku di sini!" ucap Max seraya melangkah menuju mejanya.     

"Ta-Tapi pekerjaan kantor bukanlah keahlianku," ucap Aleandra sambil menunduk. Dia takut mengacaukan pekerjaan Max dan membuat kesalahan.     

"Tidak apa-apa, pelan-pelan saja. Aku akan mengajari jika kau tidak tahu."     

"Tapi, Max? Bukankah lebih baik aku di rumah saja? Aku takut mengacaukan semuanya."     

"Sudah aku katakan tidak apa-apa. Kau hanya membantu aku melakukan pekerjaan ringan jadi tidak perlu khawatir."     

Aleandra mengangguk, walau dia ragu. Semoga saja dia tidak membuat kesalahan karena bisa gawat jika dia melakukannya. Satu kesalahan yang dia lakukan bisa membuat Max rugi, jangan sampai hutangnya semakin bertambah.     

Untuk pekerjaan awal, Max memerintahkan Aleandra untuk merapikan beberapa berkas. Karena mudah jadi Aleandra bisa melakukannya tanpa hambatan. Dia bahkan melakukannya dengan cepat.     

"Sudah selesai?" tanya Max saat Aleandra kembali dengan pekerjaan yang sudah dia lakukan.     

"Ya, apa ada yang lain?" tanya Aleandra.     

"Bawa kertas ini dan copy di mesin foto copy yang ada di sana!" perintah Max sambil menunjuk ke arah mesin foto copy yang ada di ujung ruangan.     

Aleandra mengangguk, ternyata mudah saja. Aleandra melangkah pergi, sedangkan mata Max tidak berpaling darinya. Pria itu bahkan beranjak dan menghampiri Aleandra yang terlihat sibuk di depan mesin foto copy.     

Aleandra terlihat fokus dengan apa yang dia kerjakan tapi tangan yang melingkar di pinggangnya membuatnya terkejut. Aleandra tampak salah tingkah, apalagi dia bisa merasakan tubuh Max di belakangnya.     

"Max?" Aleandra bergerak gelisah.     

"Apa lukamu sudah sembuh, Aleandra?"     

"Ya," jawab Aleandra dengan cepat. Sungguh pria itu bisa membuat umurnya pendek. Apa pria itu suka memeluk seseorang dari belakang? Sepertinya dia harus membiasakan dirinya.     

"Coba aku lihat," ucap Max.     

"Apa? Tidak! Aku sudah mengolesi lukanya dengan obat jadi tidak perlu kau lihat lagi. Lukanya juga sudah sembuh!" ucap Aleandra.     

"Baiklah, aku akan melihatnya nanti malam," setelah berkata demikian, Max melangkah pergi. Aleandra sangat heran, dia sangat ingin tahu apa sebenarnya yang dipikirkan oleh Max. Bukankah dia hanya seorang pelayan yang dia tawan? Tapi kenapa sikapnya seperti itu?     

Tidak mau banyak berpikir, Aleandra kembali mengerjakan pekerjaannya. Max juga sudah tampak sibuk, Aleandra bahkan masih sibuk di depan mesin foto copy saat Jared masuk ke dalam ruangan. Jared terkejut melihat keberadaan Aleandra, seperti biasa, dia tampak tidak senang melihat gadis itu.     

"Master ada yang ingin aku sampaikan," ucap Jared.     

"Ada apa?" Max melihatnya sejenak.     

"Ini mengenai orang-orang yang kau minta aku awasi."     

Max melihat ke arah Aleandra sejenak. Sebaiknya dia mengajak Jared membahas hal itu di tempat lain.     

"Ikut aku!" ucapnya seraya beranjak.     

Mereka berdua keluar dari ruangan, Aleandra melihat ke arah mereka sejenak. Entah apa yang hendak mereka bicarakan tapi mereka berdua terlihat begitu serius. Aleandra mengangkat bahunya dan setelah itu dia kembali bekerja. Dia harus segera menyelesaikan semua itu sebelum Max kembali.     

Max masuk ke dalam sebuah ruangan diikuti oleh Jared, Max sengaja mengajak Jared pergi karena dia tidak mau Aleandra mendengar apa yang mereka bicarakan.     

"Jadi, apa yang kau dapatkan?" tanya Max setelah pintu ruangan tertutup.     

"Aku memantau gerak gerik ketiga orang itu," Jared meletakkan laptop yang dia bawa ke atas meja. Dia juga memperlihatkan gerak gerik ketiga orang yang sedang dia awasi akhir-akhir ini.     

"Mereka berbaur di tempat ramai, terutama pusat perbelanjaan dan tempat bermain. Mereka juga seperti mengikuti instruksi karena setiap kali mereka bergerak, mereka seperti sedang berbicara dengan seseorang," jelas Jared sambil menunjuk beberapa rekaman dan gambar yang dia ambil.     

Max memainkan jari di dagu, sudah tidak diragukan lagi. Ketiga orang itu memang mencari keberadaan Aleandra. Max diam saja, dia sedang memikirkan sebuah strategi tepat untuk memancing ketiga orang itu sehingga dia bisa mendapatkannya dengan mudah.     

"Master, apa kau ingin aku langsung menangkap salah satu dari mereka dan membunuh yang lainnya?" tanya Jared.     

"kau memang harus melakukan hal itu, Jared. Aku hanya membutuhkan satu orang saja, sisanya habisi jadi aku ingin kau memancing mereka, tidak perlu bersusah payah. Biarkan mereka yang datang pada kita jadi buatlah sebuah perangkap!" ucap Max.     

"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Jared.     

"Bawa umpannya dan pancing mereka, Jared," ucap Max.     

"Jadi aku harus?"     

Max mengangguk dan tersenyum, dia memang perlu umpan jika ingin menangkap ketiga orang itu. Tidak perlu membuat keributan, cukup pancing saja mereka dengan apa yang mereka inginkan. Mereka menggunakan strategi, dia juga bisa dan dia ingin lihat, strategi siapa yang lebih baik.     

Jared pamit pergi untuk menjalankan perintah, dia akan kembali memantau sebelum melemparkan umpan. Max juga kembali ke dalam ruangannya dan ketika melewati Rebeca, Max memerintahkan sang sekretaris untuk membawakan makan siang untuk dua orang dan tentunya Rebeca sangat heran saat mendengar permintaan bosnya tapi dia mengira jika bosnya meminta demikian karena Amy sedang mengidam.     

Max masuk ke dalam ruangan, Aleandra sudah menyelesaikan pekerjaannya saat dia kembali.     

"Apa sudah selesai?" tanya Max basa basi.     

"Ya, apa lagi yang harus aku lakukan?"     

"Istirahat saja, sebentar lagi Rebeca akan membawakan makan siang untukmu!"     

Aleandra duduk diam tanpa melakukan apa pun, rasanya lebih menyenangkan berada di rumah. Di saat seperti ini dia bisa membersihkan apa saja agar tidak bosan.     

"Aleandra," Max memanggilnya.     

"Ya," Aleandra terlihat bersemangat.     

"Kemarilah!"     

Aleandra beranjak, menghampiri Max dengan cepat. Dia sudah sangat ingin mendapatkan pekerjaan karena dia bosan.     

"Periksa dua dokumen itu, kau hanya perlu mencari kekurangannya saja dari dua dokumen ini," perintah Max seraya memberikan dua dokumen kepada Aleandra, "Garis bawahi jika ada yang berbeda," ucapnya lagi.     

"Baik," Aleandra sangat bersemangat, dia bahkan sudah tidak sabar. Aleandra hendak kembali ke mejanya tapi pada saat itu Rebeca masuk ke dalam sambil membawa makanan yang di pinta oleh bosnya.     

"Makanan yang anda inginkan, Sir," ucapnya.     

"Simpan di sana," perintah Max.     

Rebeca membawa makanan itu ke arah sofa tapi matanya melihat ke arah Aleandra sesekali. Rebeca bahkan tersenyum manis saat hendak keluar, dia juga menepuk bahu Aleandra dan berkata, "Congratulation for you."     

Aleandra tampak tidak mengerti, apa maksud Rebeca? Dia sangat ingin bertanya tapi Rebeca sudah keluar dari ruangan.     

Max beranjak dan mendekati Aleandra. Tangan gadis itu diraih, Aleandra berpaling dan melihatnya.     

"Ayo kita makan," ajak Max.     

Tanpa menunggu jawaban Aleandra, Max membawa gadis itu menuju sofa. Dia bahkan memberikan makanan yang dia pesan khusus pada Aleandra.     

"Habiskan, itu makanan spesial kesukaanmu," ucapnya sambil tersenyum.     

Aleandra mengernyitkan dahi, makanan kesukaannya? Dari mana Max tahu makanan kesukaannya? Karena tidak curiga sama sekali apalagi dia sudah lapar, Aleandra membuka penutup makanan dan terbelalak melihat isinya.     

Sosis, sosis, semua yang ada di dalam sana semua serba sosis.     

"Apa-Apaan ini?" tanyanya dengan ekspresi tidak percaya.     

"Kau suka sosis Amerika bukan?" Max mendekatinya dan berbisik, "Coba yang itu dulu sebelum kau mencoba sosis lain atau kau lebih suka sosis yang lain?" godanya.     

"Tidak!Aku suka yang ini," ucap Aleandra cepat sambil tersenyum paksa.     

"Jika begitu habiskan!" Max tersenyum lebar, sedangkan Aleandra menggerutu sambil menusuk sosisnya. Untuk beberapa potong dia masih sanggup tapi setelah potongan lain dia mulai mual. Tentu hal itu membuatnya harus berlari ke kamar mandi dan sialnya, Rebeca masuk ke dalam ruangan itu dan semakin salah paham dengan keadaannya.     

Aleandra mencuci wajahnya sambil memaki dalam hati, "Aku benci sosis Amerika!" setelah berkata demikian dia kembali mencuci wajahnya. Semua gara-gara sosis, semoga dia tidak melihatnya lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.