Hi's Like, Idiot But Psiko

Kau Masih Cantik



Kau Masih Cantik

0Setelah makan siang, Maximus keluar dari ruangan karena ada rapat yang harus dia hadiri. Tidak hanya itu saja, dia juga ingin melihat sudah sejauh mana Jared melakukan perintahnya karena besok umpan akan dilepas untuk memancing target.     

Rencana yang di jalankan oleh Jared tidak boleh gagal karena umpan yang dilemparkan nanti tidak boleh celaka. Melindungi anak buah juga harus dilakukan, mereka juga harus memilih beberapa tempat untuk menyergap musuh.     

Max meninggalkan Aleandra yang pusing karena kebanyakan makan sosis, sepertinya dia tidak akan mau menyentuh sosis lagi untuk beberapa waktu apalagi sesungguhnya dia tidak terlalu suka dengan makanan itu. Beruntungnya Max tidak memaksanya untuk menghabiskan sosis-sosis itu, dia bahkan hampir gila melihat lingkaran sosis yang belum selesai.     

Walau begitu Aleandra melakukan tugas yang Max berikan. Dia tidak ingin mengecewakan pria itu dan akan dia selesaikan saat Max sudah kembali ke dalam ruangannya.     

Max sedang terlihat serius saat Jared sedang memberinya penjelasan. Dia baru saja menyelesaikan rapatnya dan tentunya. Jared langsung menjelaskan rencana yang sudah dia susun untuk menangkap musuh.     

"Besok umpan akan berada di sini sekitar jam dua siang," ucap Jared seraya memberi lingkaran pada lokasi yang dia maksud.     

"Apa kau yakin mereka akan berada di sana saat jam dua?" tanya Max.     

"Aku sudah mempelajari pola gerak mereka, mereka pasti akan datang ke lokasi ini apalagi jika mereka melihat target yang mereka inginkan berada di sini."     

"Lalu?" Max menautkan jari jemarinya. Dia ingin lihat apa yang direncanakan oleh Jared.     

"Saat mereka melihat umpan, maka mereka akan digiring ke tempat ini," kini Jared menunjuk ke lokasi lain, "Dan mereka akan ditangkap di tempat ini!" ucapnya lagi.     

"Tidak, jangan di sana," ucap Max.     

"Bawa mereka ke sini," Max menunjuk sebuah lokasi yang tidak terlalu jauh dari lokasi yang ditunjuk oleh Jared, "Kita sergap dan berikan sambutan yang meriah pada mereka di sini!" ucap Max lagi.     

"Baiklah, aku akan menyiapkan anak buah. Kami akan memasang beberapa perangkap di tempat ini besok," ucap Jared. Rasanya sudah tidak sabar untuk melakukan perburuan. Inilah yang dia nantikan, tidak saja harus melakukan pekerjaan kantor tapi dia juga bisa melakukan sesuatu yang memacu adrenalin. Menjadi orang kepercayaan Maximus Smith tidaklah mudah, dia mendapatkan posisi itu dengan susah payah apalagi Max bukan orang yang mudah percaya dengan seseorang begitu saja.     

Setelah mengalahkan beberapa orang calon yang juga menginginkan posisi sebagai asisten pribadi Max dan melewati begitu banyak rintangan berat, pada akhirnya Jared bisa mendapatkan posisi itu. Dia masih ingat ketika dia harus melawan delapan orang hebat dan rata-rata dari mereka adalah mantan militer yang sudah banyak berlatih. Sesungguhnya Jared juga ingin menjadi militer tapi ketika dia mendengar Maximus membutuhkan asisten yang sudah terlatih, entah kenapa dia mengubur keinginannya dan lebih tertarik menjadi asisten pribadi Max walau dia dituntut harus bisa melakukan apa saja. Walaupun dia tidak jadi militer seperti yang dia inginkan tapi dia sangat senang menjadi asisten Max apalagi saat mereka akan menghabisi musuh. Saat seperti itu lebih menyenangkan dari pada berada di medan perang untuk mengintai musuh karena mengikuti Max tidak ada aturan saat menghabisi musuh.     

"Jika begitu kerjakan, Jared. Ingat, aku tidak terima kegagalan!" ucap Max.     

"Aku tidak akan mengecewakan anda, Master."     

"Jika begitu pergilah," ucap Max, dia akan menyerahkan semuanya pada Jared karena pria itu bisa dia percaya. Kenapa dia memilih Jared di antara kandidat lain yang lebih potensial? Dia memilih Jared karena dia bisa melihat bahwa Jared lebih setia dari pada kandidat lain dan dia tidak mungkin berani mengkhianatinya.     

Setelah mengatakan rencananya, Jared keluar dari ruangan. Max masih berada di dalam ruangan itu dan terlihat berpikir. Dia merasa jika orang yang menginginkan Aleandra bukanlah orang sembarangan. Melihat orang itu begitu gigih menginginkan Aleandra sampai mengirim anak buahnya hanya untuk mendapatkan seorang gadis, orang itu tidak bisa diremehkan begitu saja. Penjahat kelas teri tidak mungkin punya kekuatan sampai mengutus orang untuk mencari satu orang buronan ke negara asing tapi siapa pun yang dia hadapi nanti, dia tidak takut dan dia akan tetap menepati janjinya pada Aleandra.     

Lagi pula tidak menarik jika lawannya tidak memiliki kekuatan apa pun. Dia justru sedang menunggu lawan yang seimbang dan memang, dia akan menghadapi dua kubu nantinya karena tidak saja harus melawan musuh Aleandra, dia juga harus melawan musuh yang menaruh dendam pada kedua orangtuanya. Yang pastinya dia akan sedikit sibuk ketika waktu itu sudah tiba.     

Max beranjak, sebaiknya dia kembali ke ruangannya. Dia ingin melihat apakah Aleandra sudah menyelesaikan pekerjaannya atau belum. Pintu ruangan dibuka, Max sangat heran mendapati ruangan itu begitu sepi. Ke mana dia? Apa Aleandra sedang keluar?     

Max melangkah masuk, matanya masih mencari sosok Aleandra sampai akhirnya dia melihat gadis itu sedang berbaring di sofa. Max melangkah mendekatinya, sial, dia merasa jika dia semakin aneh semenjak dia menangkap gadis itu. Apa tindakannya sudah salah? Padahal niat awalnya menangkap gadis itu agar dia bisa membunuhnya dengan mudah tapi kenapa ambisinya jadi berubah? Dia bahkan bersedia merepotkan diri untuk membantunya.     

Max berdiri di dekat Aleandra, gadis itu tampak tertidur dengan dua dokumen berada di atas tubuhnya. Max tersenyum, dokumen diambil dan diletakkan di atas meja dan setelah itu Max duduk dengan perlahan bahkan mengangkat kepala Aleandra dengan perlahan pula. Kepala Aleandra diletakkan di atas pahanya, Aleandra bergerak sedikit tapi dia kembali tidur lagi. Dia benar-benar tidak tahu jika Max sudah kembali bahkan sedang memainkan rambut pendeknya saat ini.     

Entah apa yang Max lakukan, dia sendiri tidak tahu. Setelah memainkan rambut Aleandra, Max menatap wajah cantik gadis itu. Jarinya bahkan bermain di garis wajah Aleandra. Max tidak bisa berhenti melakukan hal itu, jarinya sedang bermain di pipi Aleandra, matanya pun jatuh pada bibir Aleandra yang ranum.     

Max melonggarkan dasi yang dia pakai, sebaiknya tidak dia teruskan karena dia merasa dia tidak akan berhenti tapi sayangnya, Max kembali menyentuh wajah Aleandra bahkan matanya semakin fokus pada bibir Aleandra. Karena gadis itu belum juga terbangun, Max memainkan jarinya di sana dan memainkan bibir merah Aleandra. Satu kali dia lakukan, tapi dia tidak berhenti. Max tersenyum lebar, kini jarinya mengusap bibir Aleandra tanpa ragu dan tentunya sentuhan jarinya membuat Aleandra terbangun dari tidurnya.     

Aleandra terkejut, matanya melotot saat melihat Max sedang memainkan rambutnya. Pria itu juga tersenyum dan yang lebih membuatnya lebih terkejut adalah, dia sedang tidur di atas paha pria itu.     

"Apa tidurmu nyenyak, Aleandra?" Tanya Max dengan senyum di wajah.     

"Oh my God," Aleandra bangun dengan terburu-buru. Apa yang terjadi? Bukankah dia sedang tidur sendiri tadi? Tapi kenapa dia bisa berbaring di atas paha Maximus? Aleandra mengusap mulutnya dengan lengan, jangan sampai ada air liur di sana.     

"Kenapa kau bangun? Tidurlah lagi?" ucap Max sambil menepuk kedua pahanya.     

"Ti-Tidak. Kenapa aku bisa tidur di atas pahamu?" tanya Aleandra tidak mengerti.     

"Aku duduk di sini tapi kau tidak menyadarinya," senyum Max semakin lebar, Aleandra menatapnya dengan tatapan heran.     

"Tapi kenapa tidak membangunkan aku?" Aleandra kembali bertanya sambil merapikan rambutnya yang berantakkan.     

"kau tidur dengan nyenyak, aku tidak tega membangunkannya."     

Aleandra menatap Max dengan tatapan heran, apa dia tidak salah dengar? Kenapa pria itu begitu baik? Senyum Max semakin lebar, kali ini dia akan bermurah hati.     

"Tidak perlu takut, aku tidak marah," ucapnya.     

"Benarkah?" Aleandra tampak tidak percaya.     

"Yes, aku orang yang baik hati dan penuh toleransi!"     

Aleandra semakin heran, dia bahkan masih menatap Max dengan tatapan herannya. Sepertinya dia yang terlalu berlebihan, sikap Max memang sulit ditebak, sebaiknya dia tidak berpikir terlalu banyak.     

"Thanks, aku tidak berniat tidur," ucapnya.     

"Tidak perlu dipikirkan. Apa pekerjaanmu belum selesai?" Max kembali seperti biasa walau sesungguhnya dia ingin tertawa.     

"Sedikit lagi," Aleandra mengambil dokumen yang ada di atas meja.     

"Jika begitu tinggalkan saja, sekarang kita pulang!" ajak Max seraya beranjak.     

"Tapi baru jam empat," ucap Aleandra.     

"Aku bosnya, apa ada yang berani memarahi aku?"     

"Tidak," jawab Aleandra sambil menggeleng.     

"Jika begitu ayo," Max meraih tangannya dan mengajaknya keluar dari ruangan.     

Aleandra tidak membantah, dia bahkan membiarkan Max memegangi tangannya walaupun aneh. Mereka melangkah melewati Rebeca yang sedang sibuk, Aleandra melambaikan tangan pada wanita itu tapi Rebeca justru terkejut melihat wajahnya. Rebeca ingin tertawa tapi dia tidak berani.     

Tanpa Aleandra sadari, dia jadi pusat perhatian para karyawan Max. Para pria yang kagum dengannya ketika dia datang terlihat terkejut, mereka semua menahan tawa karena mereka tidak berani. Max melangkah sambil tersenyum lebar, dia ingin lihat apakah masih ada yang berani mengagumi kecantikan gadis itu lagi atau tidak?     

Aleandra mulai menyadari, karena dia merasa menjadi pusat perhatian. Gadis itu melihat sana sini, apa ada sesuatu di wajahnya? Dia sungguh ingin tahu.     

"Max," Aleandra berlari kecil agar dia bisa melangkah di sisi Max.     

"Ada apa?"     

"A-Apa di wajahku ada sesuatu?" tanya Aleandra pelan.     

"Tidak," jawab Max pura-pura.     

"Benarkah?" Aleandra tampak tidak percaya.     

"Bercerminlah jika kau tidak percaya!"     

Aleandra menarik tangannya dari genggaman tangan Max, langkahnya juga terhenti. Aleandra mengambil kaca dari tasnya, dia sungguh curiga. Kaca sudah didapatkan, mata Aleandra terbelalak saat melihat lipstik yang dia gunakan sudah tidak beraturan lagi. Area bibirnya dipenuhi lipstik, bahkan dia sudah bagaikan orang gila yang baru saja menggunakan lipstik.     

"Oh my God!" wajah Aleandra memerah, dia tidak berani melihat ke arah karyawan yang masih melihatnya sambil menahan tawa. Kenapa lipstiknya bisa berantakan seperti ini?     

Aleandra melihat tangan yang dia gunakan untuk mengusap bibirnya tadi tapi ternyata tidak ada sisa lipstik sama sekali. Aleandra malu luar biasa, sekarang matanya menatap Max dengan tajam karena dia tahu, pria itulah yang melakukannya.     

Aleandra masih menjadi pusat perhatian sehingga gadis itu semakin malu. Pantas saja Max tidak marah, ternyata dia sedang dikerjai.     

"Maximus, awas kau!" umpat Aleandra dalam hati. Sambil menahan kekesalan di hati, dia segera berlari ke arah Max, dia tidak perduli mereka di mana. Tanpa Max duga, Aleandra melompat naik ke atas punggungnya dan menggigit daun telinganya.     

"Hei, apa yang kau lakukan?!" Max berusaha mendorong wajah Aleandra.     

"Menggigit telingamu sampai putus dasar kau pria menyebalkan!"     

"Satu gigitan lima ratus dolar, Aleandra," ancam Max.     

"Oh, sial!" Aleandra turun dari atas punggung Max karena pria itu menyerang kelemahannya. Bisa celaka jika hutang semakin bertambah.     

"Tidak perlu khawatir, kau masih cantik," ucap Max seraya meraih tangannya.     

Aleandra mendengus dan membuang wajah, awas saja nanti. Mereka melangkah keluar dan tentunya Aleandra menutup mulutnya agar tidak ada yang melihat penampilannya yang memalukan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.