Hi's Like, Idiot But Psiko

Napas Buatan



Napas Buatan

0Begitu kembali, Aleandra langsung menuju dapur karena dia harus menyiapkan makan malam. Sambil menahan kedongkolan di hati karena Max sudah membuat lipstiknya berantakan, Aleandra menyiapkan makanan.     

Tiba-Tiba saja dia menjadi pusat perhatian di kantor, bagaimana besok dia bisa menunjukkan wajahnya? Dia yakin besok Max pasti akan mengajaknya ke kantor lagi. Jika bisa memilih, dia lebih senang berada di rumah dan melakukan perannya sebagai pelayan.     

Aleandra menghela napas, mau marah juga percuma karena Max tahu kelemahannya. Lain kali dia akan membeli lipstik yang tidak mundah luntur. Maklum saja, lipstik yang dia gunakan saat ini adalah lipstik murah dengan harga diskon yang dia lihat di pusat perbelanjaan waktu itu.     

Sudahlah, lagi pula tidak ada yang mengenal dirinya selain Rebeca. Sebaiknya dia segera menyelesaikan makanan yang dia buat. Karena tidak mau banyak berpikir mengenai kejadian itu, anggap saja dia sedang sial. Walau dia kesal sekalipun tetap saja dia tidak bisa melawan. Aleandra mengambil sesuatu tapi tanpa sengaja dia melihat tempat bumbu dapur yang jarang dia sentuh. Aleandra mengambil bumbu dapur itu dan melihatnya, tidak lama kemudian senyum menghiasi wajahnya karena sebuah ide licik tiba-tiba dia dapatkan.     

"Maximus Smith, bersiaplah mendapat pembalasan dariku!" ucapnya dengan seringai menghiasi wajah.     

Aleandra tersenyum lebar, dia akan memberikan kejutan untuk pria itu nanti. Tidak masalah dia iseng sedikit, bukan? Semoga saja tidak menjadi masalah.     

Sementara itu, Max berada di dalam kamarnya. Seperti yang selalu dia lakukan, dia berada di dalam lemari. Diam di sana tanpa melakukan apa pun. Tempat itu memang menenangkan, dia bahkan tidak bergeming saat terdengar suara Aleandra mengetuk pintu sambil memanggilnya.     

"Max," Aleandra kembali memanggil dan mengetuk pintu. Aneh, dia tahu pria itu ada di dalam sana tapi kenapa tidak ada suara apa pun?     

"Max," Aleandra masih memanggil tapi kini pintu kamar sudah terbuka. Aleandra masuk ke dalam, matanya mencari sana sini tapi dia tidak melihat Max. Gadis itu melangkah menuju kamar mandi sambil memanggil, "Max, yuhu.." tapi kamar mandi juga kosong.     

Gadis itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, jangan katakan bosnya punya ilmu menghilang. Atau jangan-jangan dia bisa memanjat dinding seperti Spiderman. Dia tampak berpikir sejenak lalu bahu diangkat, sudahlah, nanti juga bosnya akan keluar untuk makan.     

Aleandra hendak melangkah menuju pintu tapi pintu lemari yang sedikit terbuka menarik perhatiannya. Gadis itu mengurungkan niatnya, langkah sudah mendekati lemari. Jangan katakan Max ada di dalam lemari karena itu tidaklah lucu.     

Pintu lemari yang terbuka mulai ditutup tapi kini pandangannya beralih pada lemari yang memiliki ukuran berbeda. Sampai sekarang dia belum pernah membuka lemari itu. Rasa penasaran memenuhi hati, Aleandra mulai mendekati lemari. Dia berdiri di depan lemari itu dan terlihat ragu.     

Aleandra melihat sana sini, Max tidak ada di dalam kamar itu, bukan? Dia rasa tidak ada salahnya hanya melihat isi lemari itu. Tangan Aleandra sudah berada di handle pintu, tapi entah kenapa dia tampak ragu. Aleandra melangkah mundur, sebaiknya tidak. Dia sudah berjalan pergi tapi rasa penasaran semakin memenuhi hatinya.     

Sial, dari pada penasaran dengan isi lemari itu lebih baik dia melihatnya sekarang. Mungkin saja isinya emas batangan sehingga bisa dia mengambil beberapa untuk membayar hutang. Aleandra sudah berdiri di depan lemari dan menarik napasnya. Oke, semoga saja isinya mengejutkan dan benar saja, begitu pintu lemari terbuka Aleandra terkejut saat ada yang menariknya ke dalam dan pintu lemari langsung tertutup.     

"Setan! Tidak, tolong!" teriak Aleandra. Keadaan lemari yang gelap membuatnya tidak bisa melihat apa pun.     

"Lepaskan aku, lepaskan!" Aleandra memukul karena dia benar-benar berpikir jika yang sedang memeganginya saat ini adalah setan.     

"Berhenti memukul, Aleandra!"     

Aleandra terkejut, "Max?" ucapnya. Dia sungguh tidak percaya pria aneh itu ada di dalam sana.     

"Kenapa? Apa kau pikir aku benar-benar hantu?"     

"Bu-Bukan begitu, aku hanya terkejut tapi apa yang kau lakukan di dalam lemari?" Aleandra gugup, tidak saja karena gelap tapi Max sedang memeluk pinggangnya dan merapatkan tubuh mereka berdua. Dia bisa merasakan panas tubuh dan detakan jantungnya, dia bahkan bisa merasakan belaian napas Max di wajahnya.     

"Mencari serangga," jawab Max asal.     

"Hei, kau bilang rumahmu tidak ada serangga!" Aleandra memukul dadanya, walau gelap tapi dia tidak salah memukul.     

"Jadi, kenapa kau mencariku?" Max mendekatkan wajah mereka, Aleandra menahan napas saat pria itu menggesek wajahnya menggunakan bibirnya.     

"Ma-Makanan sudah jadi," Aleandra memejamkan matanya. Bisakah pria itu tidak melakukan hal demikian?     

"Bagaimana jika aku memakanmu terlebih dahulu, Aleandra?" Tangan Max sudah beraba wajahnya bahkan dagunya sudah diangkat.     

"Mak-Maksudmu?" Aleandra semakin gugup. Kedua tangannya bahkan sedang mencengkeram baju Max dengan erat. Max tersenyum di balik kegelapan, kenapa gadis itu begitu pasrah?     

"Sepertinya kau tidak keberatan, Aleandra. Aku tidak keberatan jika kau tidak menolak!"     

"Ti-Tidak!" Aleandra berusaha mendorong tubuh Max. Dia harus keluar dari lemari sempit yang menyiksa itu. Bukan karena lemarinya yang menyiksa, tapi pria yang ada bersama dengannya yang membuatnya tersiksa.     

Aleandra segera keluar saat Max melepaskan dirinya, dia tampak terengah di luar sana. Sepertinya lemari itu cocok menjadi lemari uji kekuatan jantung yang pastinya jika ada Maximus di dalam sana. Max juga keluar, senyum menghiasi wajah saat melihat pelayan cantiknya sedang berusaha mengambil napas.     

"Oh, Tuhan. Jantungku hampir mau copot," ucap Aleandra. Bukannya dapat emas batang dia justru mendapatkan pria tampan.     

"Tidak buruk, bukan? Apa kau mau berada di dalam sana lagi untuk membantuku menangkap serangga?" goda Max.     

"Tidak!" tolak Aleandra dengan cepat.     

"Kenapa? Apa kau tidak suka berada di dalam sana denganku?"     

"Bukan begitu, aku takut gelap!" ucap Aleandra beralasan.     

Max tersenyum dan melangkah pergi menuju kamar mandi. Aleandra masih memegangi dadanya, sungguh pria yang aneh. Apa menyenangkannya berada di dalam lemari itu? Jangan-Jangan Maximus Smith adalah maniak penghuni lemari dan yeah, tebakanya tidak salah.     

Aleandra melangkah keluar dari kamar itu dengan terburu-buru, dia sungguh tidak menyangka Max memiliki kebiasaan aneh seperti itu. Apa setiap orang kaya memiliki kebiasaan aneh seperti Max? Mungkin saja, dia baru tahu jika bosnya suka berada di dalam lemari.     

Aleandra kembali ke dapur dan menyiapkan makanan. Tidak lama kemudian Max masuk ke dalam. Aleandra tersenyum dengan manis sehingga Max menatapnya dengan tatapan curiga. Apa yang sedang gadis itu rencanakan?     

"Apa yang kau rencanakan, heh?" tanya Max dengan nada curiga.     

"Ti-Tidak ada," jawab Aleandra seraya melangkah pergi.     

"Jika begitu duduk makan denganku!" perintah Max.     

"A-Aku mau mandi," jawab Aleandra beralasan.     

"Nanti, jika kau membantah maka aku yang akan memandikanmu!"     

Mata Aleandra melotot, mau tidak mau dia duduk juga. Jangan sampai Max memandikan dirinya, bisa-bisa saat mereka keluar dari kamar mandi mereka sudah dalam keadaan berbeda.     

Max tampak heran karena Aleandra tidak begitu berani mengambil makanan. Dia curiga gadis itu menaruh sesuatu ke dalam makanan itu dan benar saja, ketika Max memakan sepotong sayuran, ternyata rasanya pedas luar biasa karena Aleandra memasukkan banyak cabe ke dalam masakannya.     

Max tersenyum, ingin mengerjainya? Terlalu cepat seratus tahun untuk gadis asal Rusia itu jadi sekarang gilirannya.     

Aleandra menikmati makanannya sambil menunduk, dia tidak berani melihat ke arah Max. Kenapa tidak terjadi apa pun? Apa Max pecinta makanan pedas? Dia sangat penasaran tapi tiba-tiba saja terdengar suara sendok jatuh. Aleandra terkejut dan mengangkat wajah, dia semakin terkejut saat melihat Max seperti kesakitan.     

"Max, ada apa denganmu?" Aleandra kira Max tersedak makanan.     

"A-Apa yang kau berikan padaku, Aleandra?" Max memegangi dadanya dan terlihat kesakitan.     

"Hanya cabe saja, tidak ada yang lain!" Aleandra panik luar biasa, dia semakin ketakutan saat Max jatuh terduduk di atas lantai bahkan pria itu berbaring di atas lantai sambil memegangi dadanya.     

"Max, oh my God, jangan menakuti aku!" teriak Aleandra panik. Dia hendak pergi memanggil penjaga tapi Max memegangi tangannya.     

"A-Aku?" ucapnya dengan susah payah.     

"Please, aku hanya bercanda!"     

Max semakin kesakitan bahkan pria itu seperti kesulitan bernapas. Aleandra takut setengah mati, dia mulai menekan dada Max untuk melakukan CPR. Dia bahkan melakukan hal itu sambil menangis.     

"Bertahanlah, aku minta maaf dan aku berjanji tidak akan mengulangi lagi!" Aleandra masih terus menekan dada Max. Sial, apa semua ini gara-gara cabe? Apa Max alergi makanan pedas? Jika terjadi sesuatu pada pria itu, maka habislah dia.     

"Please, tidak akan aku lakukan lagi!" kini dia memberi napas buatan karena Max bagaikan tidak bernapas. Max menahan diri, siapa suruh gadis itu bermain dengannya.     

Aleandra kembali menekan dada Max dan memberikan napas buatan. Dia sudah sangat panik tapi ketika dia memberi napas buatan yang ketiga kalinya, Aleandra terkejut karena Max menekan tengkuknya secara tiba-tiba dan melahap bibirnya. Mata Aleandra melotot, dia berusaha memukul Max apalagi pria itu mencium bibirnya dengan buas. Apa yang sebenarnya terjadi?     

Dia tampak terengah saat Max melepaskan bibirnya, wajahnya bahkan terlihat kebingungan. Max duduk di atas lantai, rasanya sangat puas bisa mengerjai pelayan cantiknya.     

"Ka-Kau?" ucap Aleandra tidak percaya.     

"Masih mau mengerjai aku lagi? tanya Max.     

"Kau ... hanya menipu aku?" Aleandra masih terlihat tidak percaya.     

"Menuturmu?" Max mengusap tengkuk. Walau dia pura-pura tapi sesungguhnya dia memang alergi makanan pedas. Tengkuknya terasa panas dan gatal saat ini, sepertinya pelayan yang diutus ibunya untuk membeli bahan-bahan makanan lupa menyingkirkan serbuk cabe itu.     

"Menyebalkan!" teriak Aleandra seraya memukul dada Max. Dia sudah takut setengah mati tapi pria itu hanya pura-pura saja? Aleandra masih memukul tapi tidak lama kemudian pukulannya terhenti dan dia menangis di dada Max.     

"Aku sudah takut setengah mati tapi kau hanya menipu aku saja, aku pikir benar-benar terjadi sesuatu padamu," ucapnya di balik tangisannya.     

"Bukankah bagus jika aku mati, Aleandra? Bukankah dengan begitu kau bisa pergi dari sini dengan mudah?"     

"Ya, aku memang bisa pergi dengan mudah tapi aku tidak suka terjadi sesuatu padamu!"     

"Kenapa?" Max meraba wajahnya dan mengangkat dagunya.     

"Apa kau peduli denganku?" tanya Max lagi.     

"Ti-Tidak!" Aleandra membuang wajahnya yang memerah.     

"Jika begitu lain kali jangan melakukan hal ini lagi," Max beranjak, dia sangat ingin mencium bibir Aleandra lagi tapi reaksi dari alerginya mulai membuatnya tidak tahan.     

Aleandra juga beranjak, kenapa Max terlihat begitu aneh?     

"Max, apa benar kau tidak apa-apa?" tanya Aleandra.     

"Bagaimana menurutmu, Aleandra. Apa yang kau lihat?"     

"Apa kau alergi makanan pedas?" tanya Aleandra ingin tahu.     

"Apa kau tidak membaca surat kontrak dengan teliti?"     

"Aku minta maaf," ucap Aleandra sambil menunduk. Dia tidak tahu ada poin yang mengatakan Max alergi makanan pedas.     

"Tidak apa-apa, kita sudah impas!" setelah berkata demikian Max melangkah menuju kamar karena dia harus segera mengkonsumsi obat alerginya. Aleandra kembali ke meja dan melihat makanan yang sudah hampir habis, dia sungguh tidak tahu ternyata Max memang alergi dengan makanan pedas tapi pria itu tetap menghabiskan semua makanan yang dia buat.     

Walaupun Max menakutinya tapi dia merasa, pria itu pasti sedang menahan reaksi alerginya. Aleandra termenung di sisi meja makan, jarinya meraba bibirnya dengan perlahan. Kenapa Max menciumnya seperti itu? Sial, itu hanya napas buatan jadi tidak perlu dia pikirkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.