Hi's Like, Idiot But Psiko

Sebuah Ciuman



Sebuah Ciuman

0Aleandra tampak tidak fokus dengan pekerjaannya hari itu, dia seperti itu sudah sejak pagi. Umpatan demi umpatan terdengar, dia benar-benar sulit berkonsentrasi bekerja. Entah apa yang terjadi, semua itu terjadi setelah Max mencium bibirnya.     

Apa yang sebenarnya mereka lakukan? Tidak seharusnya mereka seperti itu padahal mereka hanya atasan dan bawahan saja. Dia merasa ada yang salah, memang tidak baik wanita dan pria tinggal bersama apalagi hanya berdua saja. Sebaiknya dia menjaga sikap, seharusnya dia menghormati Max karena dia adalah orang yang akan menjadi bosnya untuk seumur hidupnya.     

Karena kebaikan yang pria itu berikan membuatnya jadi lupa diri, dia bahkan tidak memanggil Max seperti yang seharusnya. Sebaiknya dia sadar diri dan selalu mengingat jika Max adalah majikannya. Dia hanya pelayan dan juga tawanan, dia harus tahu jika dia tidak mungkin jadi orang istimewa. Memangnya siapa dirinya? Orang kaya lebih pantas dengan orang kaya, sedangkan dia bukan siapa-siapa.     

Aleandra menghela napas, dia sudah berada di kantor saat itu. Max pergi entah ke mana setelah mengantarnya. Sebab itu dia berada di dalam ruangan seorang diri. Beruntungnya Max tidak ada, jika ada maka dia akan mendapat penalti. Sebaiknya dia tidak banyak berpikir dan segera menyelesaikan pekerjaannya sebelum Max kembali.     

Max pergi ke sebuah pusat perbelanjaan saat itu. Dia sudah membuat janji dengan Alesya salah satu sepupunya untuk bertemu di sana. Bukan tanpa alasan Max ingin bertemu dengan Alesya, dia ingin meminta bantuan pada sepupunya itu.     

Alesya sangat heran, tidak biasanya Max mau datang ke tempat ramai apalagi seperti pusat perbelanjaan. Pria itu bahkan terlihat santai duduk di sebuah cafe sambil menikmati segelas kopi dan juga sibuk dengan laptopnya. Max tidak peduli dengan tatapan mata para wanita yang melihat ke arahnya, para wanita itu bahkan berniat menghampiri Max tapi ketika melihat Alesya, niat mereka tidak jadi.     

"Ada apa kau mencariku, Max?" tanya Alesya seraya duduk di hadapannya.     

"Aku mau minta bantuanmu," Max menutup layar laptopnya.     

"Wah, apa yang bisa aku lakukan? Bayaranku mahal loh," goda Alesya.     

"Tidak perlu sok perhitungan!" ucap Max.     

"Dasar pelit, bagaimana kau bisa punya pacar jika kau masih saja pelit seperti ini?"     

"Mau bertaruh?" tanya Max.     

"Ck, siapa yang mau bertaruh dengan orang pelit seperti dirimu!" jawab Alesya.     

Max tersenyum, dia memang pelit dan perhitungan. Sebab itu para wanita yang pernah menjalin hubungan dengannya tidak tahan dengan sifat buruk satunya itu. Dia bahkan dijuluki si kaya aneh yang pelit.     

"Baiklah, sekarang katakan padaku, kenapa kau meminta aku datang?" tanya Alesya.     

"Aku mau meminta bantuanmu mencarikan aku beberapa barang."     

"Barang? Wah, jangan-jangan untuk wanita ya?" tebak Alesya. Dia pikir Max tidak mungkin membenarkan tebakannya tapi tanpa dia duga, Max mengiyakan apa yang dia ucapkan. Alesya terkejut, ini benar-benar berita yang mengejutkan. Jangan katakan si pelit penunggu lemari itu sudah punya pacar. Sepertinya dia ketinggalan berita.     

Karena tidak mau berlama-lama apalagi Max harus pergi dengan Jared untuk menangkap terget, jadi Max segera mengajak Alesya pergi untuk membeli apa yang dia inginkan. Mereka masuk dari satu toko perlengkapan wanita ke toko yang lain. Max tidak tahu apa yang Alesya beli, dia menyerahkan semuanya pada sepupunya itu dan alhasil, niat untuk membeli beberapa barang jadi begitu banyak.     

"kenapa jadi begitu banyak?" tanya Max apalagi Alesya tidak juga berhenti.     

"Ayolah, keperluan wanita banyak. Kau harus memanjakan pacarmu agar dia semakin mencintaimu," ucap Alesya. Dia masih mengira Max membeli semua itu untuk kekasihnya.     

"Tidak perlu, sudah cukup. Semua ini akan dibayar juga nantinya."     

"What?" Alesya terkejut, "Jadi semua ini harus diganti?" tanyanya lagi dengan nada tidak percaya.     

"Tentu saja!" jawab Max tanpa ragu.     

"Oh, Tuhan. Malang sekali wanita yang jadi kekasihmu," Alesya menggeleng, sedangkan Max tersenyum.     

Karena apa yang dia inginkan sudah dia dapatkan, Max mengajak Alesya pergi. Mereka berpisah di depan pusat perbelanjaan. Max kembali ke kantor, sedangkan Alesya pulang ke rumah neneknya untuk mengabari yang lain jika si aneh pecinta lemari sudah punya pacar. Sepertinya pacarnya nanti akan dia ajak kencan di dalam lemari. Alesya jadi penasaran, bagaimana gaya pacaran Max yang pendiam dan suka berada di tempat gelap itu? Rasanya ingin mengintip dan akan dia lakukan nanti.     

Ketika Max kembali, dia tidak mendapati Aleandra berada di dalam ruangan. Itu karena Aleandra pergi ke kantin para karyawan dengan Rebeca untuk makan siang. Karena ada hal yang harus dia kerjakan, Max meletakkan semua barang yang dia bawa dan berlalu pergi.     

Meja Aleandra penuh dengan barang ketika dia kembali, gadis itu sangat heran apalagi tidak ada siapa pun di dalam ruangan itu. Apa Max sudah kembali? Tapi di mana dia?     

"Max?" Aleandra memanggil tapi dia lupa dengan apa yang telah dia putuskan. Aleandra diam sejenak, sebaiknya dia kembali ke mejanya saja. Entah apa yang ada di atas meja itu dia tidak berani menyentuhnya.     

Aleandra melanjutkan pekerjaannya di sofa karena tidak ada ruang gerak di mejanya. Mungkin saja itu milik orang lain, dia sungguh tidak mau memikirkan yang tidak-tidak.     

Max sedang berbicara dengan Jared di dalam ruang pribadinya, dia tahu Aleandra memanggil tapi dia sedang menghubungi Jared dan membahas hal penting. Tentu yang mereka bahas perihal rencana yang akan mereka jalankan sebentar lagi. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul setengah satu siang. Umpan akan bergerak pukul dua dan mereka akan pergi sebentar lagi untuk menangkap target. Max hanya ingin tahu apa semua persiapan yang dilakukan oleh Jared sudah selesai atau belum.     

"Apa semua persiapan yang kau lakukan sudah selesai, Jared?"     

"Tentu, Master. Tinggal sedikit lagi dan tinggal menunggu umpan saja maka semua akan berjalan lancar," jawab Jared. Dia sedang memantau para anak buah yang sedang memasang perangkap untuk menjebak target mereka.     

"Bagus, lakukan dengan benar tanpa membuat kesalahan!" perintahnya.     

"Yes, Master!"     

Max melihat jam yang melingkar di lengan setelah berbicara dengan Jared, Sebaiknya dia segera keluar, dia juga harus membawa Aleandra pergi. Max keluar dari ruangannya, matanya tertuju pada Aleandra yang sedang duduk di sofa dan terlihat serius.     

"Aleandra," Max memanggil seraya melangkah mendekatinya.     

"Ya?" Aleandra sedikit terkejut, gadis itu segera berpaling dan bangkit berdiri.     

"Apa kau sudah makan?"     

"Sudah, Sir," jawab Aleandra sambil menunduk. Dia tidak berani memandangi Max.     

Max mengangkat satu alisnya, kenapa gadis itu memanggilnya seperti itu lagi. Apa telah terjadi sesuatu?     

"Kenapa memanggilku seperti itu lagi?"     

"A-Aku rasa selama ini aku sudah tidak sopan," Jawab Aleandra gugup. Dia tampak melangkah mundur karena Max semakin melangkah mendekat.     

"Tidak sopan? Apa ada yang memarahimu?"     

"Tidak!" Aleandra memalingkan wajahnya.     

"Lalu kenapa?" Max meraih pinggangnya dan merapatkan tubuh mereka berdua. Aleandra semakin gugup apalagi saat Max mengangkat dagunya.     

"Katakan padaku, ada apa Aleandra? Aku tidak suka kau menyembunyikan apa pun dariku."     

"Tidak ada apa-apa, sungguh. Aku hanya merasa tidak sopan saja karena kau adalah bosku dan aku adalah pelayanmu."     

"Apa hanya karena hal itu saja?"     

Aleandra mengangguk, memang hanya karena hal itu saja. Max tersenyum dan mengusap bibirnya, Aleandra menatap pria itu dengan tatapan tidak mengerti. Biasanya seorang bos pasti ingin dihormati apalagi oleh seorang pelayan yang derajatnya berada jauh di bawahnya.     

"Jika begitu aku tidak keberatan, panggil namaku seperti biasanya," ucap Max.     

"Tapi aku pelayanmu."     

"So? Apa ada yang meributkan hal itu?"     

"Tidak, aku hanya merasa tidak sopan."     

"Baiklah, tidak perlu diributkan hal sepele seperti itu. Kau mau memanggil aku apa saja aku tidak keberatan asal kau nyaman."     

"Thanks," Aleandra tersenyum, ternyata dia yang terlalu banyak berpikir. Dia lupa jika bosnya adalah orang aneh yang sulit ditebak.     

"Jika begitu ikut aku pergi," ajak Max.     

"Ke mana?"     

"Menangkap orang-orang yang mengejarmu."     

"Lalu barang-barang yang ada di atas meja?" Aleandra menunjuk ke arah mejanya.     

"Oh, semua itu milikmu."     

Aleandra tampak heran, miliknya? Apa yang sebenarnya Max berikan padanya? Wajahnya tampak berseri dan tentunya Max jadi ingin menggodanya. Max menunduk dan mendekatkan wajahnya ke telinga Aleandra.     

"Jangan senang dulu, Nona," bisiknya.     

"Mak-Maksudmu?" entah kenapa tiba-tiba saja firasatnya buruk.     

"Semua itu tidaklah gratis!"     

"Oh, no!" ucap Aleandra, sudah dia duga.     

"Tapi yeah, aku akan memberikan semua itu secara gratis jika kau mau melakukan satu hal," ucap Max sambil memainkan jarinya di dagu.     

"Me-Melakukan apa?"     

"Cium di sini!" ucap Max seraya menyentuh pipinya menggunakan jari.     

"Apa? Enak saja? Aku tidak meminta barang-barang itu!" protes Aleandra.     

"Kau tahu? Kau harus menerima setiap barang yang aku belikan dan sekarang, kau hanya perlu menciumku maka semua itu gratis!"     

Aleandra melotot, dia rasa pria itu hanya ingin mencari keuntungan saja. Dia bahkan tidak tahu apa yang ada di atas mejanya. Seharusnya dia melihatnya tadi tapi dia bisa menebak, barang yang ada di dalam setiap paper bag itu tidaklah murah.     

"Aku menunggu, Aleandra."     

Aleandra menggigit bibir. Hanya mencium pipi saja, bukan? Dari pada hutangnya menumpuk, jika semua hutangnya bisa lunas hanya dengan sebuah ciuman saja maka akan dia lakukan dengan senang hati.     

"Hanya cium pipi saja, bukan?" tanyanya memastikan.     

"Hm, cepat jika tidak aku akan berubah pikiran!"     

"Akan aku lakukan!" Aleandra memegangi kedua bahu Max, dia juga berjinjit karena perbedaan tinggi badan mereka yang cukup signifikan. Aleandra memejamkan mata, siap memberikan sebuah ciuman tapi siapa yang menyangka, tiba-tiba saja Max mengencangkan pelukannya dan meraup bibirnya.     

Aleandra terkejut, matanya bahkan terbelalak. Max menciumnya dengan buas, dia bahkan tidak melepaskan bibir Aleandra walau gadis itu memukuli dadanya. Aleandra kewalahan, apa pria itu sengaja? Tubuh Aleandra bahkan sudah terangkat, dia juga mulai terbuai dengan ciuman panas dan liar yang Maximus berikan. Kedua kakinya sudah tidak menginjak lantai karena Aleandra sudah berada di gendongan Max.     

Mereka berdua bagaikan lapar akan ciuman, ciuman mereka tidak juga terlepas bahkan Aleandra mengikuti permainan lidah Max. Dia tidak bisa berpikir apa-apa lagi, kepalanya kosong. Rasanya tidak ingin berhenti tapi ciuman panas mereka harus terhenti saat mereka hampir kehabisan napas. Aleandra menyembunyikan wajahnya yang memerah di leher Maximus, dia benar-benar malu. Bibirnya bahkan berdenyut akibat di hisap oleh Max, semoga saja tidak bengkak.     

Max tersenyum dengan ekspresi puas, mereka masih berada di posisi seperti itu. Tangan Max tidak henti membelai punggung Aleandra. Gadis itu tidak juga turun dari gendongannya, dia masih tidak mempercayai apa yang baru saja mereka lakukan. Sebenarnya hubungan seperti apa yang terjalin di antara mereka berdua?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.