Hi's Like, Idiot But Psiko

Aku Menginginkan Hatimu



Aku Menginginkan Hatimu

0Aleandra duduk di sisi kolam renang dalam keadaan basah. Untuk mengisi waktunya, dia membersihkan rumah itu bahkan kolam renang yang tidak kotor pun dia bersihkan. Dia sengaja melakukannya, dia lebih memilih menyibukkan diri agar dia tidak terlalu memikirkan kesalahan apa yang dia lakukan.     

Dia tidak peduli lagi, jika dia memang berbuat salah maka dia siap menerima hukumannya. Potong gaji atau apa pun itu dia tidak keberatan sama sekali. Toh dia tidak akan bisa pergi dari sana walau pun hutangnya sudah lunas.     

Aleandra memegangi luka bekas operasinya yang tiba-tiba terasa nyeri. Luka itu memang belum sembuh total tapi karena hari ini dia terlalu bayak bergerak membuat luka itu terasa sakit. Sebaiknya dia tidak melakukan apa pun lagi karena dia sudah selesai mencuci kolam renang. Besok dia juga bisa beristirahat karena tidak banyak lagi yang harus dia kerjakan.     

Baju dilepas, dia ingin melihat lukanya. Lagi pula tidak ada siapa pun. Dia juga yakin Max tidak akan kembali tapi sayangnya dia salah, Max sudah tiba di luar sana. Dia melangkah lebar memasuki rumah karena dia sudah tidak sabar bertemu dengan pelayan cantiknya.     

Max mencari keberadaannya, di dapur dan kamar sudah dia cari tapi Aleandra tidak ada di sana. Kolam renang menjadi tujuan, dia yakin gadis itu berada di sana. Aleandra sedang berbaring di sisi kolam renang sambil memejamkan matanya. Dia ingin seperti itu, rasanya lantai kolam yang dingin membuatnya nyaman.     

Dia tidak menyadari kehadiran Maximus karena pria itu melangkah dengan pelan. Maximus tersenyum melihat Aleandra sedang berbaring dan bertelanjang dada. Apa tidur di sana begitu menyenangkan? Dia bahkan sudah berdiri di sisi Aleandra dan menatapnya, apa Aleandra tertidur?     

"Apa tidur di sini begitu menyenangkan?"     

Aleandra terkejut, matanya terbuka dan terbelalak melihat Max berdiri di sisinya dan sedang menatapnya.     

"Oh my God," Aleandra bangun dengan terburu-buru dan menyambar bajunya yang basah untuk menutupi tubuhnya.     

"Kenapa kau tidur di sini? Apa kau ingin jadi ikan?"     

"Bu-Bukan begitu," Aleandra tampak gugup. Dia kira pria itu tidak akan pulang karena kesalahan yang dia lakukan.     

"Lalu?" Max berjongkok dan merapikan rambutnya yang basah. Tentu hal itu membuat tubuh Aleandra membeku. Tidak hanya merapikan rambutnya yang basah, Max juga mengusap wajahnya yang dingin. Aleandra terlihat tidak mengerti, bukankah Max sedang marah padanya?     

"Max, apa kau sudah tidak marah?" tanyanya.     

"Apa aku terlihat sedang marah padamu, Aleandra?" Maximus balik bertanya.     

"Jadi kau tidak marah?"     

"Apa aku terlihat seperti itu?"     

"Hm, kau pergi setelah membentak aku. Aku pikir sudah membuat kesalahan. Aku minta maaf jika ada perkataan dan tindakanku yang telah membuatmu marah. Aku benar-benar minta maaf. Mungkin karena kau terlalu baik sehingga aku jadi besar kepala dan melupakan posisiku sebagai pelayan di rumah ini."     

"Sudahlah, lupakan saja," Max duduk di sisi kolam renang, sedangkan Aleandra memakai bajunya dengan cepat. Kenapa bosnya harus duduk di sana?     

"A-Aku akan buat makan malam," Alendra hendak beranjak tapi Maximus menahan tangannya.     

"Duduk di sini denganku, kita bicara!" perintahnya.     

Alendra menghentikan niatnya untuk pergi, dia duduk di samping Maximus tanpa berani melihat ke arahnya. Apa dia akan mendapatkan ceramah? Sepertinya penalti sudah menanti.     

"Tidak perlu takut seperti itu, aku tidak akan menggigitmu," ucap Max.     

"Aku tidak takut," Aleandra mengangkat wajah, "Aku siap menerima penalti darimu!!" ucapnya lagi.     

"Bagus, malam ini kau harus tidur denganku."     

"A-Apa?" Aleandra terkejut mendengar ucapannya.     

"Kenapa, tidak mau?" Max menatapnya tajam.     

"Tentu saja!" jawab Aleandra dengan cepat.     

"Baiklah, aku hanya bercanda saja tapi jika kau mau maka aku tidak akan keberatan."     

"Ti-Tidak," Aleandra memalingkan wajahnya. Tapi sesungguhnya dia ingin tahu bagaimana rasanya tidur di dalam kotak aneh milik bosnya.     

"Baiklah, aku hanya menggodamu."     

Max diam, begitu juga dengan Aleandra. Gadis itu tampak canggung dan melirik ke arah Max sesekali. Rasanya ingin bertanya tapi dia tidak berani.     

"Ada apa? Apa kau mencuri pandang seperti itu karena terpesona padaku?"     

"Tidak, enak saja!" Aleandra memalingkan wajahnya yang memerah.     

"Lalu?"     

"Aku hanya ingin tahu, bagaimana dengan orang yang kau tangkap?"     

"Kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu, aku sudah mengintrogasinya."     

"Apa kau sudah mendapat petunjuk?" kini Aleandra melihat ke arahnya.     

"Antonio, itu nama orang yang menginginkan dirimu."     

"Antonio?" Aleandra tampak berpikir, apa dia memiliki kenalan bernama Antonio?     

"Apa kau tahu orang ini? Apa kau tahu siapa nama penjahat yang dijebloskan oleh ayahmu ke dalam penjara lalu melarikan diri?"     

"Entahlah, aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku sehingga tidak tahu kasus apa saja yang ditangani oleh ayahku tapi aku rasa kejadian itu tidak saja berhubungan dengan penjahat yang telah melarikan diri itu," ucap Aleandra.     

"Apa kau tahu sesuatu, Aleandra?" Max melihat ke arahnya. Mungkin saja dia bisa mendapat petunjuk sehingga dia bisa tahu siapa sebenarnya pria yang bernama Antonio itu?     

"Enthlah, tapi aku rasa permasalahan itu juga ada hubungannya dengan kakakku."     

"Katakan padaku, kenapa kau merasa seperti itu?"     

Aleandra melirik ke arah Max sejenak, senyum tipis terukir di bibir dan setelah itu dia kembali melihat kolam renang kembali.     

"Ini menurut perkiraanku saja. Malam itu kakakku pulang dengan setumpuk uang yang dia dapat dari berjudi. Kakakku bukan orang yang ahli berjudi tapi entah kenapa dia bisa menang begitu banyak. Aku yakin dia pasti menipu seseorang malam itu untuk mendapatkan uang yang begitu banyak, tapi yang jadi pertanyaannya adalah, orang bodoh mana yang bisa dia tipu dengan mudah?"     

Max memainkan jarinya di dagu, mendengar dari cerita Aleandra sepertinya kasus itu memiliki kaitannya satu sama lain. Dia terlihat berpikir begitu lama, apa orang yang ditipu oleh kakak Aleandra ada hubungannya dengan kejadian yang menimpa keluarga gadis itu?     

"Bagaimana nenurutmu, Max. Apakah kejadian yang telah aku alami ada hubungannya dengan yang dilakukan oleh kakakku?"     

"Itu bisa saja terjadi, Aleandra. Bisa saja kejadian itu memang ada hubungannya dengan kakakmu tapi entah kenapa aku jadi curiga jika kejadian itu saling berkaitan," ucap Max.     

"Maksudmu?" Aleandra menatap ke arah dengan tatapan ingin tahu.     

"Ini teoriku, Aleandra. Penjahat yang dijebloskan oleh ayahmu melarikan diri dari penjara dan kemungkinan dia ingin balas dendam pada ayahmu tapi dia tidak tahu harus ke mana mencari ayahmu. Dia juga seorang buronan sehingga dia tidak bisa bergerak bebas untuk melancarkan aksi balas dendamnya begitu saja."     

Aleandra mengernyitkan dahi, apakah yang dimaksud oleh Max ada yang sengaja menjebak kakaknya?     

"Lalu?" Aleandra semakin ingin tahu.     

"Dengar, kau bilang kakakmu tidak pandai berjudi tapi tiba-tiba saja dia bisa memenangkan banyak uang. Menurutku kecurigaanmu tentang hal ini sangat benar. Aku rasa keluargamu memang sudah diincar sejak lama dan aku rasa kakakmu memang di jebak. Dia sengaja diberi uang yang banyak di meja judi dan setelah itu dia diikuti secara diam-diam. Seandainya yang membantai keluargamu adalah penjahat yang melarikan diri itu dia pasti harus tahu di mana ayahmu berada, bukan? Dan supaya dia mendapatkan kediaman kalian, dia memerintahkan seseorang untuk menjebak kakakmu lalu tanpa kakakmu sadari, dia sudah masuk ke dalam jebakan mereka dan pada saat itu juga mereka melancarkan aksi balas dendam. Aku curiga jika yang melakukan hal itu tidak hanya satu orang," ucap Max. Jujur dia merasa Antonio hanya seseorang yang berperan di belakang orang yang juga harus mereka waspadai dan kemungkinan Antonio adalah tangan kanan orang itu atau mungkin saja, Antonio adalah kerabatnya.     

Aleandra menunduk, apa yang Max katakan sangat masuk akal. Sejak awal dia sudah curiga dengan kakaknya karena dia bisa membawa uang begitu banyak. Jika teori yang dikatakan oleh Max adalah benar, lalu siapa sebenarnya Antonio dan siapa orang yang ada di belakangnya?     

"Lalu harus bagaimana? Mereka tidak akan berhenti mengejar aku sampai mereka mendapatkan aku," Aleandra menunduk, jika yang menginginkan dirinya ternyata dua orang, bukankah akan sangat berbahaya?     

"Kenapa kau bertanya bagaimana?" Max meraih tangannya dan menggenggamnya.     

"Bukankah sudah ada aku? Aku sudah berjanji akan membantumu jadi aku pasti akan membantumu sampai semua dendammu terbalas," ucapnya.     

"Tapi ini sangat berbahaya, Max. Aku tahu kau punya kemampuan, aku tahu kau punya kekuatan tapi aku tidak bisa mencelakai siapa pun karena permasalahan yang aku alami."     

"Tidak perlu berkata seperti itu, Aleandra. Sekali aku sudah berkata akan membantumu maka aku pasti akan membantumu. Apa yang aku ucapkan tidak akan aku tarik kembali, itu bagaikan sebuah sumpah bagiku."     

"Tapi kau tidak mendapatkan apa pun karena membantu aku, kau justru akan terlibat masalah. Sepertinya aku tidak bisa meminta bantuanmu lagi, Max. Sebaiknya aku pergi agar kau tidak semakin terlibat lebih jauh."     

Aleandra hendak beranjak tapi Max kembali menahan tangannya. Pria itu juga menatapnya dengan tatapan tidak senang.     

"Aku sudah terlibat, Aleandra. Apa kau pikir kau bisa datang meminta tolong padaku lalu pergi begitu saja sesuka hatimu setelah aku melibatkan diri dalam permasalahanmu?"     

"Bukan begitu," Aleandra menatapnya dengan sendu, "Seharusnya aku tidak meminta bantuanmu. Tidak seharusnya aku melibatkan siapa pun dalam permasalahanku. Seharusnya malam itu aku membiarkan anak buahmu menembaku agar semuanya berakhir."     

"Ck, aku tidak suka mendengar perkataanmu yang seperti ini! Bukankah sudah aku katakan padamu, jangan menyerah!"     

"Aku hanya merasa jika tidak seharusnya aku melibatkan dirimu."     

"Sekarang aku sudah terlibat, lalu kau mau apa? Aku tidak bisa mundur lagi karena Antonio sudah tahu aku akan membantumu."     

"Maaf, padahal aku tidak bisa memberikan apa pun dan hanya bisa mempersulit dirimu saja. Seharusnya aku tidak meminta bantuan padamu apalagi kita tidak memiliki hubungan apa pun."     

"Apa kau menyesal meminta bantuanku, Aleandra?" Max menatapnya tajam, apa Aleandra meremehkan dirinya?     

"Tidak, aku hanya merasa jika aku tidak bisa memberikan apa pun untuk membalas budi baikmu jadi aku?" Ucapan Aleandra terhenti karena Maximus mengangkat tangannya dan mengecup punggung tangannya dengan lembut.     

"Jika begitu jadilah milikku, Aleandra. Aku menginginkan dirimu, aku menginginkan hatimu!"     

Aleandra terkejut, matanya tidak lepas dari wajah tampan Maximus. Apa dia tidak salah dengar?     

"Aku tidak memaksamu untuk menjawabnya. Kau bisa memikirkannya dan mulai sekarang, aku akan membuatmu jatuh cinta padaku!"     

Aleandra tidak bergeming. dia seperti komputer yang sedang eror dan butuh waktu untuk mencerna ucapan Max. Wajah Aleandra tiba-tiba memerah, apa pria aneh itu sedang menggodanya atau jangan-jangan ini hanyalah mimpinya saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.