Hi's Like, Idiot But Psiko

Kenapa Harus Aku?



Kenapa Harus Aku?

0Mereka berdua sudah masuk ke dalam, Aleandra sudah kedinginan dan dia merasa lukanya semakin sakit dan juga gatal. Walau dia tidak mengatakan apa pun tapi Max bisa melihat karena Aleandra tidak henti mengusap bagian lukanya dan terkadang mengaruknya.     

Aleandra sedang mandi saat Max mencari obat yang akan dia berikan pada Aleandra. Gadis itu memang tidak menjawab mengenai permintaannya tapi dia sudah bertekad untuk mendapatkan hati Aleandra dan menjadikan gadis itu sebagai miliknya.     

Obat sudah di dapatkan, Max keluar dari kamarnya dan melangkah menuju kamar Aleandra. Dia bahkan tidak mengetuk pintu lagi dan langsung masuk ke dalam. Aleandra berteriak melihat Max tiba-tiba masuk ke dalam kamar, dia sedang melihat lukanya di depan cermin dan hanya menggunakan celana dalam saja saat itu.     

"Max!" Aleandra panik dan berusaha menutupi tubuhnya.     

"Tidak perlu malu, aku sudah melihatnya!" Max melangkah mendekatinya dan meraih pinggangnya.     

Aleandra terlihat gugup, tubuh mereka berdua sudah merapat. Mata Max tidak lepas dari tubuhnya, tentu hal itu membuat Aleandra semakin panik. Bisakah dia pakai baju terlebih dahulu?     

"Max," Aleandra memalingkan wajahnya, dia tidak sanggup jika Max memperlakukan dirinya seperti ini.     

"Kenapa? Aku membawakan obat untuk lukamu."     

"Lu-Lukaku tidak apa-apa," ucap Aleandra.     

"Kau tidak bisa menipuku, Aleandra," Max mengusap wajahnya dan menatap gadis itu dengan tatapan lembut. Walau Aleandra terlihat begitu menggoda saat ini tapi dia tidak akan melakukan apa pun karena yang dia inginkan adalah hati Aleandra. Tubuh Aleandra bisa dia dapatkan dengan mudah tapi yang harus dia dapatkan terlebih dahulu adalah hatinya.     

"Kemarilah, aku akan mengolesi obat di lukamu agar tidak infeksi."     

Aleandra hanya mengangguk, dia tahu dia tidak akan bisa menolak. Max menarik tangannya menuju ranjang, Aleandra mengikutinya sambil menutupi dadanya menggunakan satu lengan. Bagaimana pun dia malu walau Max sudah pernah melihatnya.     

Mereka sudah duduk di sisi ranjang, Max sedang mengeluarkan obat dari tempatnya dan setelah itu dia mengoleskan obat ke luka Aleandra yang terlihat memerah.     

"Apa sakit?" tanyanya.     

"Hm, dan gatal," jawab Aleandra sambil mengangguk.     

"Siapa yang menyuruhmu mencuci kolam renang?"     

"Aku bosan jadi aku pikir lebih baik aku membersihkan rumah."     

"Lain kali jangan lakukan lagi, jika kau bosan tidur saja!"     

Aleandra mengangguk, rasanya semakin dingin karena dia belum memakai baju.     

"A-Aku mau pakai baju," ucap Aleandra.     

"Pergilah!" ucap Max seraya beranjak.     

Max keluar dari kamar, sedangkan Aleandra melangkah menuju lemari untuk mengambil pakaian. Perkataan yang diucapkan Max saat di kolam renang kembali teringat, dia belum bisa mempercayai ucapan pria itu yang menginginkan dirinya. Dia hanya pelarian yang tanpa sengaja melarikan diri di kota itu. Penampilannya juga biasa saja, wanita waktu itu bahkan lebih baiknya.     

Sepertinya Max hanya bercanda saja. Pria itu tidak sedang mabuk saat mengatakan hal itu, bukan? Jujur saja dia tidak percaya sama sekali. Dia tidak memiliki apa pun, dia hanya seorang pelayan. Sebaiknya dia tidak menganggap serius perkataan Maximus karena bisa saja pria itu hanya ingin menggodanya saja.     

Setelah memakai bajunya, Aleandra keluar dari kamar karena dia harus membuat makan malam. kepalanya terasa berat, lehernya bahkan terasa pegal. Semua itu karena dia terlalu lama basah-basahan di kolam renang.     

Sebaiknya dia segera membuat makanan dan beristirahat, besok pasti dia harus pergi ke kantor dengan Max dan dia tidak boleh membuat pria itu kecewa. Aleandra sudah berada di dapur saat Max keluar dari ruangan dan mencarinya.     

"Apa yang kau lakukan?" tanya Maximus seraya mendekati Aleandra.     

"Membuat makan malam, aku kira kau tidak akan kembali jadi aku tidak menyiapkan makan malam."     

"Lupakan saja, aku sudah meminta Jared untuk membawakan makan malam untuk kita."     

"Benarkah?" Aleandra terlihat senang karena dia tidak perlu repot membuat makanan.     

"Ya, kemarilah!" Max mendekatinya dan meraih tangannya.     

"kau mau bawa aku ke mana?" tanya Aleandra.     

"Tidak ke mana-mana, temani aku menonton."     

Aleandra hanya mengangguk, menonton? Dia tidak tahu pria itu punya hobi seperti itu. Dia pikir mereka akan menonton televisi di ruang keluarga tapi ternyata tidak. Max mengajak ke atas dan membawanya ke dalam sebuah ruangan. Aleandra terkejut melihat teater mini di dalam ruangan itu. Sial, rumah orang kaya memang tidak terduga.     

"Wah, aku baru tahu ada ruangan seperti ini," ucapnya seraya melihat sana sini.     

"Ini tempat kesukaanku untuk mengisi waktu."     

"Selain lemari?" tanya Aleandra.     

"Yes," jawa Max seraya mengajak Aleandra duduk bersama dengannya.     

"Kenapa kau suka berada di dalam lemari, Max? Apa di dalam sana menyenangkan?" jujur saja dia sangat ingin tahu. Dia sudah melihat lemari di mana Max bersembunyi kemarin dan ternyata di dalamnya tidak ada apa-apa. Hanya lemari besar dan kosong.     

"Ya, aku sudah bersembunyi di dalam lemari sejak kecil dan bagiku di dalam sana menyenangkan. Mungkin bagi banyak orang itu aneh tapi bagiku tidak karena itu tempat kesukaanku."     

Aleandra tersenyum tipis, tidak mengerti tapi dia tidak mau bertanya lagi. Lagi pula setiap orang memiliki tempat favorit yang menurutnya menyenangkan. Seperti Max yang suka berada di dalam lemari gelap, dia juga suka berada di atas tebing tinggi yang curam. Baginya berada di atas ribuan kaki sangat menyenangkan karena dari atas sana dia bisa melihat banyak pemandangan indah tentang alam.     

Film sudah diputar, mereka berdua tidak bersuara dan begitu serius melihat film yang sedang di putar. Max menarik Aleandra hingga gadis itu mendekat padanya dan bersandar di dadanya. Tentu hal itu membuat Aleandra merasa nyaman karena dia sudah kedinginan sedari tadi akibat ruangan yang begitu dingin.     

"Apa Jared masih lama membawa makanannya?" tanyanya karena dia sudah lapar.     

"kau sudah lapar?" Max memainkan rambut Aleandra dan mencium dahinya.     

"Sangat," Jawab Aleandra.     

"Jika begitu tunggu di sini, aku akan menghubungi Jared."     

Aleandra mengangguk, sedangkan Max beranjak dari tempat duduknya dan melangkah pergi. Mata Aleandra tidak lepas darinya saat pria itu melangkah keluar. Dengan perlahan Aleandra menyentuh dahinya di mana Max memberikan ciumannya di sana. Melihat perlakukan manis yang diberikan oleh pria itu entah kenapa dia merasa jika Max tidak bercanda dengan ucapannya saat di kolam renang.     

Dia kira Max akan lama tapi ternyata tidak. Max kembali sambil membawa makanan yang di belikan oleh Jared. Mereka berdua makan sambil menyaksikan film yang masih diputar.     

Max memberikan makannya pada Aleandra sesekali sampai membuat Aleandra semakin yakin jika pria itu benar-benar serius tapi kenapa harus dia? Tidak mungkin seorang Maximus Smith kesulitan mencari seorang wanita yang jauh lebih baik darinya.     

Setelah selesai makan, mereka kembali menonton. Aleandra sudah duduk di pangkuan Max sesuai dengan perintah pria itu. Walau terasa aneh tapi Aleandra bersandar di dada pria itu dengan nyaman. Dia bahkan jadi mengantuk karena kehangatan tubuh Max dan juga belaian tangannya.     

"Kenapa harus aku, Max?" tanya Aleandra.     

"Apa maksudmu?" Max tidak berhenti memainkan tangannya di rambut dan juga wajah Aleandra.     

"Kenapa kau menginginkan aku? Aku hanya seorang buronan dan pelayanmu. Kau bisa mendapatkan yang jauh lebih baik dari pada aku. Dengan status dan kedudukan yang kau miliki, aku yakin tidak sulit bagimu untuk mendapatkan satu wanita yang jauh lebih baik dariku dan yang memiliki status sama seperti dirimu sedangkan aku, aku hanya akan memberikan banyak masalah untukmu saja," ucap Aleandra.     

"Apa kau kira aku mempedulikan hal itu, Aleandra? Apa kau kira aku pengecut?"     

"Apakah salah? Aku tidak menganggapmu pengecut, Max. Aku tahu kau tidak takut pada apa pun tapi setiap orang kaya biasanya akan bersanding dengan orang kaya lainnya dan kau bisa mendapatkan satu atau dua wanita kaya tanpa harus bersusah payah melibatkan dirimu dalam bahaya."     

"Jangan salah paham tentang aku, Aleandra," Max mendaratkan sebuah ciuman di dahi gadis itu. Apa Aleandra kira dia mementingkan hal semacam itu?     

"Aku tidak peduli dengan hal seperti itu, jika aku sudah menetapkan hatiku dengan wanita yang aku inginkan, aku tidak peduli dengan status dan kedudukan yang wanita itu miliki. Sekalipun gadis yang aku pilih adalah seorang nara pidana, aku tidak mempedulikannya karena aku bisa mengubahnya. Lagi pula kau menjadi pelayanku karena sebuah alasan, jangan lupakan profesi yang kau kerjakan sebelum kau menjadi buronan."     

"Lalu bagaimana dengan keluargamu? Mereka pasti ingin yang terbaik untukmu, bukan? Jika sampai kedua orangtuamu tahu bahkan kau menginginkan aku, aku takut mereka mengira aku yang telah menggodamu."     

"Jangan berpikiran buruk tentang kedua orangtuaku, Aleandra. Kau belum mengenal mereka dan kau belum mengenal semua keluargaku."     

"Baiklah, aku minta maaf. Jadi, kenapa harus aku?" tanya Aleandra lagi.     

"Sebaiknya jangan banyak bertanya!" Max mengangkat dagu Aleandra dan mencium bibirnya.     

Aleandra memejamkan mata dan membalas ciuman yang Maximus berikan. Tangannya bahkan sudah melingkar di leher pria itu. Padahal dia ingin tahu kenapa Maximus menginginkan dirinya? Bukankah pria itu menertawakan dirinya saat dia menawarkan keperawanannya?     

Lidah Max sudah masuk ke dalam, membelai rongga mulutnya. Kecapan lidah mereka terdengar, Aleandra membalas permainan lidah Max sampai dia sendiri kewalahan. Walau begitu, Max tidak juga melepaskan bibirnya. Tangannya sudah berada di paha Aleandra, memijatnya dan terkadang mengusapnya. Hal itu membuat Aleandra bergerak gelisah dan tentunya Max semakin menginginkan gadis itu tapi dia harus sabar.     

Bibir mereka berdua terlepas, Aleandra mengatur napasnya yang memburu sambil menyembunyikan wajahnya di dada Maximus. Sepertinya dia mulai terbiasa dengan ciuman liar pria itu, rasanya kepalanya semakin pusing.     

"Apa kau mau melanjutkannya lagi?" tanya Max sambil membelai rambutnya.     

"La-Lain kali!" jawab Aleandra.     

Max tersenyum, lain kali? Itu terdengar seperti sebuah undangan. Max kembali menonton film yang belum selesai, sedangkan Aleandra berbaring di dadanya dengan banyak pikiran. Malam ini terasa aneh, seharusnya mereka tidak seperti ini karena status mereka yang berbeda. Aleandra masih bertanya dalam hati, kenapa harus dirinya?     

Semakin dia memikirkan hal itu, semakin membuat kepalanya sakit. Sebaiknya dia tidak banyak berpikir, entah apa yang di lihat oleh Max pada dirinya, bukankah dia harus percaya diri? Tapi jika dia sampai jatuh cinta pada pria itu, bagaimana dengan kekasihnya yang ada di Rusia? Bukankah dia harus mengakhiri hubungan mereka terlebih dahulu? Dia memang berniat mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih karena dia tidak berniat tinggal di Rusia lagi. Aleandra memejamkan mata, sebaiknya dia memikirkan hal ini baik-baik, lagi pula dia masih belum yakin Maximus Smith serius dengannya ucapannya atau tidak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.