Hi's Like, Idiot But Psiko

Merasa Aneh



Merasa Aneh

0Maximus sangat heran karena pagi itu sangat sepi. Biasanya Aleandra akan membangunkan dirinya, apa dia yang bangun terlalu pagi? Padahal dia berniat menarik Aleandra dan mengajaknya berbaring bersama dengannya di ranjang uniknya tapi gadis itu tidak juga terlihat.     

Selain mengajak Aleandra berbaring, dia juga ingin mengajak gadis itu masuk ke dalam lemari. Sepertinya dia harus membuat sebuah lemari yang berukuran lebih besar. Jika perlu di dalam lemari itu memiliki sebuah ranjang sehingga mereka berdua bisa tidur di dalamnya.     

Max duduk di atas ranjang sambil merapikan rambutnya yang berantakan. Sepertinya harinya yang membosankan akan jadi menyenangkan setelah ini dan tentunya dia sudah tidak sabar melewati banyak hal menyenangkan dengan Aleandra Feodora gadis yang dia temui tanpa sengaja di bangunan tua.     

Senyum tipis terukir di bibir, Max beranjak dari atas ranjang dan melangkah keluar. Dia ingin mencari Aleandra yang dia kira sedang membuat sarapan saat ini tapi ternyata gadis itu tidak ada di dapur.     

Kini Max jadi heran, jangan katakan Aleandra lari dari rumah saat tengah malam karena dia tidak mau menjadi wanitanya. Tidak mungkin, dia yakin gadis itu tidak berani. Mungkin dia masih tidur karena kelelahan membersihkan rumah.     

Segelas air hangat di teguk dan setelah itu Max melangkah menuju kamar Aleandra. Pintu dibuka, Max melangkah masuk. Senyum menghiasi wajah melihat Aleandra masih tidur. Sudah dia duga gadis itu tidak mungkin lari.     

Max melangkah mendekat dan naik ke atas ranjang, Alendra tidak bergeming sama sekali. Ini aneh, tidak biasanya Aleandra seperti itu.     

"Aleandra," Max memutar tubuhnya dan terkejut melihat Alendra sedang menggigil. Itu karena dia terlalu lama berbasah-basahan dan karena dia tidur di atas lantai kolam renang yang dingin.     

"Max," Aleandra memanggilnya dengan suara berat dan lemah.     

"Ada apa denganmu?" Max menyentuh dahi Aleandra yang panas luar biasa.     

"Ck, kenapa suhu tubuhmu begitu panas?"     

"Ma-Maaf, sepertinya aku tidak bisa membuatkan sarapan untukmu," ucap Aleandra. Matanya terpejam, dia tidak sanggup membuka matanya yang terasa berat.     

"Tidak perlu dipikirkan, aku akan mengambilkan kompres."     

"Maaf, aku jadi merepotkan dirimu."     

"Stts," Max menunduk dan mencium dahinya.     

Aleandra berusaha tersenyum, dia benar-benar hanya bisa merepotkan Max saja. Dia sangat ingin bangun dan melakukan pekerjaannya tapi kepalanya terasa begitu sakit dan dia juga kedinginan.     

Max keluar untuk mengambil air hangat, keadaan Aleandra memang sudah aneh saat mereka sedang menonton. Seharusnya dia mengajak Aleandra untuk tidur bersama dengannya semalam sehingga dia bisa tahu keadaannya.     

Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, Max kembali ke dalam kamar. Aleandra hendak duduk di atas ranjang tapi terasa sulit.     

"Apa yang kau lakukan? Sebaiknya berbaring dengan benar!"     

"Maaf, aku tidak mau merepotkan dirimu," ucap Aleandra.     

"Sudah aku katakan, tidak perlu dipikirkan. Aku akan memanggil dokter pribadiku untuk melihat keadaanmu."     

"Tidak perlu, Max. Aku hanya butuh istirahat saja."     

"Kau yakin?"     

Aleandra menjawab dengan sebuah anggukan, dia benar-benar tidak ingin merepotkan pria itu lebih dari pada ini. Max memintanya untuk berbaring dan setelah itu, kompres diletakkan di atas dahi Aleandra, ini pertama kalinya dia merawat seorang gadis yang sedang sakit dan anehnya, dia tidak keberatan. Apa karena gadis itu adalah Aleandra? Gadis yang sangat dia inginkan?     

Aleandra berbaring dengan nyaman, dia tidak mau memikirkan apa pun sehingga membuat kepalanya semakin sakit. Dia ingin segera sembuh agar dia bisa kembali bekerja seperti biasanya.     

Setelah Aleandra tertidur, Max keluar dari kamar karena dia ingin menghubungi ibunya dan memintanya melakukan sesuatu. Ponsel sudah berada di tangan dan tidak lama kemudian sudah terdengar suara ibunya.     

"Ada apa, Sayang? Kenapa kau menghubungi Mommy sepagi ini?"     

"Mom, bisakah kau datang ke rumahku?" pintanya.     

"Kenapa? Apa pelayanmu melarikan diri?" goda ibunya.     

"Tidak, Aleandra sedang sakit. Bisakah bawakan obat dan buatkan bubur untuknya?"     

"Oh, God. Apa sakitnya parah?" Ibunya terdengar khawatir.     

"Tidak, hanya demam saja. Mommy bisa datang, bukan?" tanya Max lagi.     

"Tentu saja, Mommy akan segera ke sana. Jaga dia baik-baik, Max," ucap ibunya.     

"Tentu saja, Mom. Segeralah datang, aku tunggu!" setelah berbicara dengan ibunya, Max masuk ke dalam kamar karena dia ingin mandi. Dia melakukannya dengan cepat karena dia ingin menemani Aleandra. Gadis itu benar-benar sudah membuatnya tidak bisa berpaling lagi. Dia bahkan begitu mencemaskan dirinya saat ini.     

Setelah selesai mandi, Max mengambil laptop dan juga ponselnya. Dia akan memerintahkan Jared mengirimkan pekerjaan penting yang harus dia periksa. Max duduk di sisi Aleandra dengan laptop menyala di atas pangkuan, tangannya bahkan membelai rambut Aleandra sesekali. Aleandra terbangun saat merasakan belaian tangannya, gadis itu membuka mata , melihat ke arah Max yang sedang serius melihat sesuatu di layar laptopnya.     

"Max, jam berapa sekarang?" Aleandra mengucek mata, dia bahkan hendak bangun dari tidurnya.     

"kau mau ke mana, Aleandra?" Max menyingkirkan laptopnya.     

"A-Aku mau ke kamar mandi," ucap Aleandra dengan wajah memerah.     

"Biar aku bantu!"     

"Apa? Jangan!" tolak Aleandra.     

"Jangan menolak, Aleandra. Dengan keadaanmu seperti ini, kau bisa terjatuh. Aku tidak akan melihat, aku berjanji!"     

Aleandra mengangguk, baju yang dia kenakan sudah basah karena keringat. Sepertinya dia harus mengganti pakaiannya setelah ini.     

Max menggendongnya menuju kamar mandi. Sial, ternyata gadis itu begitu kurus dan ringan.     

"Kenapa kau begitu kurus, Aleandra? Apa kau tidak makan dengan benar selama ini?" tanyanya.     

"Tentu aku makan dengan benar, Max. Tapi selama aku melarikan diri di negara ini, aku tidak memiliki banyak uang untuk membeli makanan. Aku hanya membawa seribu rubel yang aku temukan, dan uang itu tidak bertahan lama. Aku mencuri makanan untuk mengisi perutku dan terkadang aku mengambil makanan sisa yang baru saja orang buang untuk mengisi perutku yang lapar. Aku tidak punya pilihan karena aku ingin bertahan hidup," ucap Aleandar. Ketika seribu rubel yang dia miliki sudah habis, hanya itu yang bisa dia lakukan.     

Max memejamkan matanya, ternyata Aleandra mengalami hal seperti itu untuk bertahan hidup. Wajar jika dia putus asa, mungkin dia sudah tidak sanggup lagi melewati kehidupan yang sulit.     

Max menurunkan Aleandra setelah berada di kamar mandi, dia masih tidak melepaskan gadis itu karena dia tidak ingin Aleandra terjatuh.     

"Aku akan membantumu," ucapnya.     

"Ti-Tidak perlu, Max. Aku bisa sendiri."     

"Kau yakin?"     

Aleandra mengangguk, sedangkan Max keluar dari kamar mandi. Dia bahkan keluar dari kamar karena dia ingin mengambilkan air hangat untuk Aleandra. Aleandra tampak termenung, kenapa Max mau merepotkan diri untuk merawatnya? Padahal pria itu bisa pergi, dia bisa mengabaikan dirinya tanpa perlu repot merawat dirinya.     

Setelah selesai, Aleandra keluar dari kamar mandi dengan hati-hati, lemari pakaian adalah tujuan karena bajunya yang basah harus dia ganti. Aleandra membuka bajunya tanpa ragu, teriakannya terdengar saat Max tiba-tiba masuk ke dalam.     

"Max, bisakah kau tidak masuk secara tiba-tiba?" tanyanya sambil menutupi tubuhnya dengan baju yang dia ambil.     

"Aku kira kau belum selesai!" air hangat diletakkan dan setelah itu, Max menghampirinya.     

"Apa yang ingin kau lakukan?"     

"Ganti baju," jawab Aleandra. Matanya tidak lepas dari Maximus yang melangkah mendekatinya.     

"Biarkan aku yang melakukannya!"     

"Tapi?" Aleandra berteriak saat Max menggendong tubuhnya.     

"Tidak boleh membantah, Aleandra!" ucapnya.     

Aleandra diam, pria itu benar-benar sulit ditebak. Mereka berdua sudah duduk di sisi ranjang, dengan sebuah handuk basah Max mengelap tubuh Aleandra. Matanya tidak berpaling dari tubuh indah gadis itu, dia bahkan merasa sudah sangat ingin menyentuh dua benda berisi yang begitu menggoda tapi dia tahan. Benda itu pasti menjadi miliknya nanti dan bisa dia nikmati sampai puas.     

"Kenapa kau mau melakukan hal ini, Max?" tanya Aleandra.     

"Kenapa, Aleandra? Apakah aneh?"     

"Tentu saja, seharusnya kau tidak merepotkan dirimu untuk hal seperti ini!"     

"Sudah aku katakan padamu, Aleandra. Aku menginginkan dirimu dan aku akan membuatmu jatuh cinta padaku jadi aku tidak keberatan melakukan hal ini. Ini hanya sedikit perhatian yang aku berikan padamu karena setelah ini kau akan kewalahan menerima lebih banyak perhatian dariku."     

Aleandra tersenyum, tangannya terangkat untuk mengusap wajah tampan Maximus.     

"Terima kasih, Max," ucapnya seraya mendaratkan ciuman di pipi Maximus.     

"Oh, kau yang memulai!" Max mendorong tubuh Aleandra hingga gadis itu berbaring di atas ranjang. Max memberikan kecupan lembut di bibirnya, mata Aleandra terpejam, dia sedang menikmati kecupan ringan yang diberikan oleh Maximus di wajah dan bibirnya.     

Dia tidak menyangka pria menakutkan itu bisa bersikap manis seperti itu. Max tidak juga menghentikan bibirnya, ciumannya mendarat di pipi Aleandra, hidung dan kembali ke bibirnya lagi.     

Sial, dia rasa dia tidak bisa berhenti. Tangannya bahkan sudah berada di perut Aleandra, mengusap area itu dengan perlahan.     

"Max," Aleandra menahan tangan pria itu dan kembali berkata, "Dingin," ucapnya.     

"Shit!" Max mengumpat, apa yang mau dia lakukan pada orang sakit?     

"Segera pakai bajumu, aku akan memelukmu supaya hangat."     

Aleandra kembali mengangguk, baju pun di pakai dengan cepat dan setelah itu, Max meminta Aleandra untuk duduk di atas pangkuannya. Aleandra tidak membantah, dia tahu Maximus tidak akan suka. Dia bersandar di dada pria itu dengan nyaman, sedangkan tangan Max membelai rambutnya dan mendaratkan ciumannya di dahi.     

"Aku merasa aneh," ucap Aleandra.     

"Aku juga," ucap Max. Dia merasa jika dirinya bukanlah dirinya saat ini.     

"Benarkah?"     

"Hm," Max kembali memberikan ciuman di dahi Aleandra.     

Aleandra tersenyum, matanya sudah terpejam. Kedua tangannya sudah melingkar di tubuh Maximus, pria itu benar-benar begitu perhatian. Kehangatan tubuh Max membuatnya tertidur. Max masih memberikan usapan lembut sampai ibu datang.     

Marline sangat heran karena rumah begitu sepi. Dia mencari putranya di kamarnya tapi tidak ada. Dia yakin pasti Max ada di rumah, Marline bahkan menghubungi putranya karena dia ingin tahu ke mana putranya berada.     

"Max, Mommy sudah ada di rumahmu," ucap Marline setelah Max menjawab teleponnya.     

"Aku ada di kamar depan, Mom," ucap Max.     

Marline sangat heran, ternyata putranya ada di rumah tapi kenapa begitu sunyi? Marline melangkah menuju kamar, pintu kamar pun dibuka. Max meletakkan jari ke bibirnya saat ibunya masuk ke dalam. Mulut Marline mengangga, dia terkejut melihat putranya sedang memeluk Aleandra yang sedang tidur di atas pangkuannya. Apa dia tidak salah lihat? Max bahkan memintanya untuk tidak membuat suara yang bisa membuat Aleandra terbangun. Wow, apa itu benar-benar putranya? Rasanya tidak ingin percaya tapi dia tidak mungkin salah lihat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.