Hi's Like, Idiot But Psiko

Hanya Untukmu Saja



Hanya Untukmu Saja

0Aleandra semakin tidak enak hati karena lagi-lagi dia hanya bisa merepotkan Max saja. Makanan yang baru saja dia makan keluar semuanya, muntahannya mengotori bajunya dan juga lantai.     

Keadaannya tidak juga membaik, bahkan dia merasa keadaannya semakin memburuk. Aleandra menunduk dengan perasaan tidak menentu. Matanya tidak lepas dari Maximus yang sedang membersihkan muntahannya di atas lantai. Beruntungnya mereka tidak sedang berada di dalam kamar, mereka berada di dapur untuk makan tapi belum juga selesai, semua makanan yang Aleandra makan harus dia muntahkan semua.     

"A-Aku akan membantu," ucap Aleandra, tidak seharusnya dia menjadi penonton dan membiarkan Max membersihkan kekacauan yang dia buat.     

"Duduk diam di sana!" perintah Max.     

"Ta-Tapi, Max?"     

"Aku bilang duduk saja, Aleandra!" ucap Max seraya menatapnya tajam.     

"Tapi tidak seharusnya kau seperti ini, Max," ucap Aleandra. Dia benar-benar tidak mengerti kenapa Maximus mau melakukan hal seperti itu padahal dia bisa memerintahkan orang lain untuk melakukannya. Tidak saja dia yang tidak mengerti, Max sendiri tidak mengerti kenapa dia mau melakukan hal itu. Dia diam saja tanpa menjawab perkataan Aleandra, dia bisa mengabaikan muntahan itu dan meminta seseorang datang untuk membersihkannya tapi entah kenapa dia ingin melakukannya. Mungkin dengan begitu Aleandra bisa melihat jika dia benar-benar serius.     

Segulung tisu besar sudah hampir habis, lantai juga sudah bersih. Dia benar-benar gila karena mau melakukan hal seperti itu. Maximus Smith membersihkan muntahan seorang wanita, jika ada yang melihat mungkin akan ada yang menertawakan dirinya.     

Max beranjak setelah selesai. Bau muntahan memenuhi dapur. Baju Aleandra bahkan masih kotor, Max tidak mengijinkannya beranjak pergi. Max mendekati gadis itu setelah mencuci tangannya, sedangkan Aleandra masih melihatnya.     

"Lepaskan semua pakaianmu," ucap Maximus.     

"Aku bisa sendiri, Max. Maaf lagi-lagi aku harus merepotkanmu seperti ini," Aleandra menunduk dengan wajah sedih.     

"Aleandra," Max berjongkok di hadapan Aleandra dan memegangi kedua tangannya.     

"Lihat aku!" Max menatapnya dengan lembut dan tersenyum lembut pula.     

"Kau tidak perlu merasa bersalah, aku yang mau melakukannya. Kau lihat aku, apa kau pikir aku pernah melakukan hal seperti ini, Aleandra?"     

Aleandra menggeleng karena dia tidak tahu walau bisa dia tebak jika Max tidak pernah melakukan hal seperti itu sebelumnya.     

"Aku tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya, Aleandra. Tapi aku melakukannya dan ini hanya untukmu saja. Jangan tanya kenapa karena aku sendiri tidak tahu. Aku juga menganggap jika aku sudah gila karena mau melakukan semua ini tapi aku selalu melakukan apa yang ingin aku lakukan dan tidak ada satu orang pun yang bisa mencegah aku!"     

Wajah Aleandra memerah, dia tidak bisa berkata apa-apa. Aleandra masih menunduk, sedangkan Max sudah kembali berdiri.     

"Sekarang buka bajumu!" perintahnya.     

"Di sini?" tanya Aleandra.     

"Ya, hanya aku yang melihat jadi tidak perlu khawatir."     

Aleandra menggigit bibir, malu. Tapi jika dia masuk ke dalam kamar maka dia hanya akan mengotori lantai saja dan membuat rumah semakin kotor dan bau.     

"Tidak perlu malu. Suatu saat nanti aku akan melihat semuanya."     

Wajah Aleandra semakin memerah, apa maksudnya? Tapi dia tahu jika dia sudah memiliki perasaan pada pria itu dan bersedia menjalin hubungan dengannya, tidak menutup kemungkinan hubungan mereka akan semakin dekat dan intim.     

Aleandra tidak membantah saat Max mulai melepaskan pakaiannya yang kotor. Dia tahu Max begitu serius, apa yang dia lakukan menunjukkan jika pria itu benar-benar serius tapi walau begitu, dia selalu merasa jika dia tidak pantas.     

Pakaian atas sudah terlepas, Max membuang baju itu ke dalam tong sampah. Aleandra menutupi dadanya dengan kedua lengannya dan memalingkan wajah yang memerah.     

Tatapan tajam mata pria itu tidak lepas dari tubuhnya, tangan Max berada di bahunya lalu mengusap lengannya dengan perlahan. Jantung Aleandra berdebar, dia terlihat gelisah. Max masih mengusap kedua lengannya dan setelah itu tangannya berada di pinggang Aleandra.     

Entah kenapa dia merasa jadi sedikit erotis, sepertinya Max sengaja ingin menggodanya. Napas Aleandra bahkan sudah berat, rasanya ingin segera melarikan diri dari sana tapi tangan Max sudah berada di celananya sekarang.     

"Kenapa kau begitu gugup?"     

"A-Aku?"     

"Hm," Max menurunkan celananya dengan perlahan, jantung Aleandra semakin berdegup. Rasanya benar-benar aneh, jantungnya bahkan berdegup semakin kencang saat celananya di turunkan.     

Max tersenyum melihat reaksinya, sepertinya gadis itu tidak berbohong mengenai keperawanannya. Semua itu bisa dilihat dari reaksi yang dia tunjukkan.     

"Selesai," ucap Max seraya membuang celana Aleandra ke dalam tong sampah.     

Aleandra bernapas lega, akhirnya selesai tapi kini dia hanya menggunakan pakaian dalamnya saja.     

"Dingin," Ucap Aleandra seraya mengusap lengan.     

"Aku akan membantumu mandi," Max meraih pinggang Aleandra dan menggendongnya.     

"Apa? Jangan!" teriak Aleandra.     

"Sekarang giliran aku, Aleandra. Kau sudah melihat seluruh tubuhku jadi aku juga harus melihat seluruh tubuhmu."     

"Ja-Jangan, Max. Aku malu!"     

"Jika begitu kita akan mandi berdua agar kau tidak malu," goda Max.     

"Ti-Tidak mau, turunkan aku. Pinta Aleandra,. Dia tidak mau mereka mandi bersama karena dia tahu tidak akan berakhir baik. Setidaknya dia ingin memiliki perasaan terlebih dahulu pada pria itu sebelum terjadi sesuatu dengan mereka.     

"Kenapa, Aleandra? Katakan padaku kenapa kau tidak mau?"     

"Dengarkan aku, Max. Walau aku tidak keberatan kau menciumku tapi untuk hal yang lainnya aku tidak mau. Untuk saat ini ijinkan aku mencari tahu terlebih dahulu bagaimana perasaanku padamu. Aku tidak mau kau menganggap aku mau bersama denganmu karena terpaksa dan karena aku takut padamu. Aku juga tidak ingin kau mengira aku mau bersama denganmu karena aku memanfaatkan dirimu. Bisa saja aku tidak keberatan melakukan hal seperti ini karena hanya kau saja yang bisa menolong aku dan mungkin aku tidak keberatan karena aku merasa hanya kaulah satu-satunya yang bisa aku andalkan di kota yang sangat asing bagiku ini. Aku memang pernah menawarkan diri padamu tapi percayalah, keadaan saat ini sudah berbeda. Aku tidak ingin kau mengira aku mau bersama denganmu karena ketidakberdayaanku jadi bisakah kau memberikan aku waktu untuk mencari tahu apakah aku mau bersama denganmu karena aku hanya memanfaatkan dirimu saja atau ada rasa lain di hatiku untukmu?" pinta Aleandra.     

Max tersenyum, seperti yang dikhawatirkan oleh ibunya, ternyata gadis itu juga mengkhawatirkan hal yang sama. Sepertinya Aleandra tidak memanfaatkan rasa yang dia miliki pada gadis itu.     

"Aku takut rasa aman yang aku rasakan saat ini karena aku tahu jika hanya kaulah satu-satunya orang yang bisa aku andalkan untuk balas dendam. Aku tidak mau memanfaatkan siapa pun untuk hal ini apalagi memanfaatkan dirimu. Lebih baik aku menjual diriku dari pada aku memanfaatkan kebaikan hatimu."     

"Baiklah, aku tahu apa yang kau maksud," ucap Max.     

Gadis itu semakin menarik saja, padahal Aleandra bisa memanfaatkan dirinya karena rasa yang dia miliki padanya untuk balas dendam tapi sepertinya dia tidak berniat melakukan hal seperti itu.     

"Jadi?" tanya Aleandra.     

"Tidak perlu khawatir, Aleandra. Aku hanya menggodamu saja, aku bukan bajingan jadi kau tidak perlu khawatir. Tapi aku sangat senang bisa mendengar hal ini darimu. Setidaknya kau tidak memiliki niat untuk memanfaatkan aku."     

"Aku tidak mungkin melakukan hal itu, sungguh. Hidupku sudah rumit, aku tidak mau memperumitnya lagi dan aku juga tidak mau memanfaatkan dirimu."     

"Baiklah," Max menurunkan Aleandra dari gendongannya karena mereka sudah berada di dalam kamar yang di tempati oleh Aleandra.     

"Selama kau belum memiliki perasaan padaku, aku tidak akan mengambil keuntungan apa pun darimu," ucapnya.     

"Benarkah?" Aleandra menatapnya dengan tatapan tidak percaya.     

"Apa kau meragukan aku, Aleandra?"     

"Bagaimana dengan bibirku, kau tidak akan mencium aku lagi, bukan?"     

"Oh, itu pengecualian!" Max mengangkat dagu Aleandra dan memberikan kecupan lembut di bibir gadis itu.     

"Selain bibir, aku tidak akan melakukan hal lain sebelum kau jatuh cinta padaku."     

"Terima kasih, Max," Aleandra mengusap wajahnya dan mencium pipinya.     

"Stts!" Max kembali mengangkat dagu Aleandra dan mencium bibirnya, "Pergilah mandi, aku akan membuatkan minuman hangat untukmu dan aku bersikap seperti ini hanya untukmu saja."     

Aleandra mengangguk, senyum manis terukir di wajah. Dia tidak menyangka pria itu memiliki perasaan padanya sebab itu dia tidak mau memanfaatkan Maximus walau sesungguhnya dia bisa memanfaatkan rasa suka pria itu padanya.     

Max keluar dari kamar, sedangkan Aleandra masuk ke dalam kamar mandi. Walau saat ini dia belum memiliki perasaan apa pun tapi dia tidak akan pernah memanfaatkannya.     

Di luar sana, Max membuatkan minuman untuk Aleandra. Dia tidak menyangka akan mendengar perkataan seperti itu padahal dia hanya menggoda Aleandra saja. Tapi itu sangat bagus, dengan begitu dia semakin yakin untuk mendapatkannya dan apa yang dia lakukan untuk gadis itu tidak akan sia-sia.     

Setelah minuman sudah jadi, Max masuk ke dalam kamar. Aleandra sudah duduk di sisi ranjang sambil mengusap perutnya yang masih terasa mual.     

"Apa kau baik-baik saja?" Max menghampirinya dan duduk di sisinya.     

"Entahlah, aku merasa lambungku bermasalah."     

"Selama aku tinggal apa kau makan dengan benar, Aleandra?" tanya Max, dia jadi curiga jika Aleandra tidak makan dengan benar.     

"A-Aku tidak berani mengambil apa pun tanpa seijinmu," jawab Aleandra karena dia tidak berani menyentuh apa pun tanpa seijin Max. Dia hanya makan saat Max mengajaknya makan bersama dan setelah itu dia tidak berani menyentuh apa pun lagi. Walau dia lapar tapi dia merasa sudah terbiasa.     

"Apa? Jadi kau tidak makan sama sekali selama aku pergi?" Maximus benar-benar terkejut akan hal itu.     

"Aku pelayanmu, Max. Aku tidak berani!"     

"Bodoh!" Maximus memeluknya, dia tidak menyangka Aleandra tidak makan selama dia pergi.     

"Mulai sekarang kau boleh melakukan apa pun, kau bukan pelayanku lagi. Mulai besok akan ada dua pelayan yang membersihkan rumah ini. kau tidak perlu takut, aku tidak mungkin memarahimu hanya karena makanan."     

"Maaf, aku hanya tidak berani."     

"Sudahlah, aku yang salah karena telah menakutimu. Sekarang tidak perlu takut lagi, jika keadaanmu tidak juga membaik maka aku akan membawamu ke rumah sakit besok."     

Aleandra mengangguk, semoga besok keadaannya membaik karena dia tidak mau membuat Max khawatir. Max memintanya untuk segera beristirahat, sedangkan dia keluar dari kamar Aleandra. Dia tidak akan mengganggu gadis itu walau dia sangat ingin. Hanya menunggu waktu saja, saat Aleandra sudah memiliki perasaan padanya maka semuanya akan berubah dan mereka akan menghabiskan waktu berdua setiap malam. Rasanya sudah tidak sabar waktu itu segera tiba.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.