Hi's Like, Idiot But Psiko

Cinta Dan Kesetiaan



Cinta Dan Kesetiaan

0Max terlihat sibuk hari itu, dia tidak pergi ke kantor karena ada yang hendak dia kerjakan. Alendra sedang membuat makanan untuk mereka nanti siang, Max pergi keluar bersama dengan beberapa penjaga karena dia ingin memasang alat sensor di sekitar rumahnya.     

Tidak ada yang boleh mengintai rumahnya lagi, cukup satu kali dia kecolongan dan setelah itu tidak akan ada yang bisa mengintai rumahnya lagi. Dia bahkan memasang cctv extra dan juga memerintahkan anak buahnya untuk berjaga semakin ketat.     

Dia tahu musuh sedang mencari celah untuk menyerangnya, dia juga tahu musuh tidak berani bergerak begitu saja. Untuk saat ini biarkan saja musuh menyusun rencana-rencana mereka tapi setelah waktunya tiba, mereka akan hancur bersama dengan rencana mereka sendiri.     

Siang itu begitu panas, tapi tidak menghentikan Maximus melakukan apa yang dia mau. Setelah ini dia akan menghubungi ayah dan ibunya karena dia harus memperingati mereka untuk berhati-hati. Bisa saja mereka diserang musuh secara tiba-tiba, tidak ada salahnya memperingati.     

Setelah selesai dia akan membicarakan hal itu pada mereka tapi sesungguhnya kedua orangtuanya sedang menuju rumahnya karena Marline ingin melihat keadaan Aleandra. Bagaimanapun gadis itu pasti akan menjadi menantunya, dia yakin itu karena dia tahu jika putranya sudah serius dengan satu orang wanita maka akan dia dapatkan dengan caranya dan akan dia ikat untuk seumur hidupnya. Walau dia tahu, banyak yang ingin bersama dengan Max tapi sikapnya yang dingin dan cuek, membuatnya tidak pernah menjalin hubungan yang serius dengan wanita mana pun bahkan dia selalu menolak Caitlyn.     

Saat mereka tiba, rumah sepi seperti biasa. Marline dan Michael melangkah masuk, di dapur terdengar suara piring yang saling berbenturan sehingga mereka melangkah menuju dapur dan mendapati Aleandra sedang sibuk dengan dua pelayan yang baru saja Marline tugaskan untuk bekerja di sana.     

"Aleandra, apa yang kau lakukan?" tanya Marline.     

Aleandra berpaling, dia tampak tidak enak hati ketika melihat kedua orangtua Maximus menatap ke arahnya.     

"Selamat siang Uncle, Aunty," sapanya dengan sopan.     

"Mana Maximus?" tanya Michael.     

"Dia keluar sebentar dan berkata ada yang hendak dia lakukan."     

Michael berlalu pergi setelah mendengar perkataan Aleandra, dia ingin tahu apa yang sedang dilakukan oleh putranya. Marline menghampiri Aleandra sambil tersenyum, sepertinya keadaan gadis itu sudah baik-baik saja.     

"Bagaimana dengan keadaanmu?" tanya Marline. Makanan yang dia bawa diletakkan ke atas meja.     

"Aku sudah baik-biak saja, Aunty. Terima kasih sudah mengkhawatirkan aku. Aku hanya bisa merepotkan kalian saja," ucapnya.     

"Tidak perlu berkata seperti itu, Max sangat mengkhawatirkan dirimu dan aku sangat senang karena dia mempedulikan dirimu."     

"Tapi aku hanya bisa merepotkan dirinya saja," ucap Aleandra.     

"Kau benar tapi dia hanya mau direpotkan olehmu dan aku sangat senang."     

Aleandra mengernyitkan dahi, kenapa ibu Maximus begitu senang ada yang merepotkan putranya? Max bukan orang yang tidak memiliki pekerjaan bukan?"     

"Mungkin menurutmu aneh," Marline menghampiri Aleandra dan berdiri di sisinya, "Tapi Max berbeda, dia berbeda dengan yang lain. Aku rasa kau sudah tahu jika dia punya kebiasaan bersembunyi di dalam lemari, bukan?" tanyanya.     

Aleandra mengangguk, dia jadi ingin tahu kenapa Maximus begitu terobsesi dengan lemari yang gelap. Pasti ada suatu kejadian yang membuatnya menyukai tempat sempit dan gelap itu.     

"Dia anak yang normal, tapi tidak jarang orang mengatainya idiot karena kebiasaan anehnya itu. Dulu dia selalu menghilang di sekolah karena dia bersembunyi di dalam lemari. Jika bukan latar belakang keluarga kami, dia pasti sudah jadi bahan bulian tapi bukan berarti tidak ada yang mengejek dirinya. Tak jarang ada yang mengatainya secara diam-diam jika dia idiot tapi kau bisa lihat sendiri, itu hanya kebiasaan unik yang suka dia lakukan. Kami tidak melarang, bahkan sampai usianya seperti ini. Kebiasaan sulit untuk dihilangkan tapi semenjak adanya dirimu, aku perhatikan dia mulai sedikit berubah," ucap Marline seraya melirik ke arah Aleandra.     

"Tidak, Aunty jangan berlebihan. Aku hanya merepotkan dirinya saja," ucap Aleandra karena dia memang hanya merepotkan Maximus saja.     

"Itu menurutmu, Sayang. Sebagai ibunya, aku sangat tahu bagaimana putraku. Akhir-Akhir ini dia terlihat berubah, tentunya setelah ada dirimu. Selama ini dia tidak pernah mau mempedulikan siapa pun dan apa pun, dia tidak akan melibatkan diri dalam permasalahan orang lain tapi lihatlah, dia bersedia membantumu dan begitu perhatian padamu. Aku bahkan belum pernah melihatnya seperti itu sebagai ibunya. Sebab itu aku sangat senang dan aku yakin kau bisa merubahnya sehingga dia tidak lagi melakukan kebiasaan yang selalu dia lakukan."     

"Tapi aku rasa aku tidak bisa, Aunty," Aleandra menunduk, dia bagaikan beban bagi Max, bagaimana mungkin dia bisa merubah pria itu?     

"Percayalah, kau pasti bisa. Aku ingin kau mengajaknya melakukan hal yang menyenangkan, aku ingin dia menikmati waktunya bersama denganmu dan aku harap kau tidak mengkhianatinya karena kau bisa melihat jika dia begitu serius denganmu."     

"Benarkah?" kini Aleandra mengangkat wajah dan melihat ke arah Marline.     

"Apa kau tidak bisa merasakan dan melihatnya, Aleandra?" tanya Marline dengan senyum menghiasi wajahnya.     

"Bukan begitu, Aunty. Aku hanya merasa tidak pantas."     

"Dulu aku juga merasa seperti dirimu tapi percayalah, kau tidak akan menyesal jika kau bersedia bersama dengan putraku. kau tidak perlu memiliki uang yang banyak, kau tidak perlu memiliki apa pun untuk dicintai olehnya karena yang dia butuhkan hanya cinta dan kesetiaan darimu. Jika kau memiliki keduanya maka percayalah, dia akan mencintaimu sampai mati karena sekali dia memilih, dia tidak akan berpaling lagi tapi jangan coba-coba mengkhianati cintanya karena kau tidak akan berakhir baik. Cinta tulus yang yang dia miliki untukmu akan berubah saat kau berani mengkhianati dirinya dan sekali lagi aku katakan jika kau tidak akan berakhir baik," ucap Marlyn.     

"Apa ini semacam ancaman, Aunty?" tanya Aleandra. Matanya menatap Marline tanpa berkedip dan ekspresinya terlihat serius. Dia ingin tahu, apa ibu Max sedang mengancamnya?     

"Tidak, ini bukan ancaman tapi ini seperti sebuah nasehat untukmu. Jika kau memiliki perasaan pada putraku, aku sangat senang tapi jika kau hanya memanfaatkan dirinya maka sebaiknya jangan mempermainkan perasaan putraku dan kau bisa menolaknya secara langsung. Walau begitu, dia akan tetap membantumu karena baginya janji adalah sumpah. Putuskanlah dengan baik, kau ingin bebas setelah dendammu terbalas atau kau mau bersama dengan putraku untuk seumur hidupmu. Tidak ada yang memaksamu Aleandra, tapi kau bisa melihat jika dia benar-benar serius padamu bahkan dia bersedia melakukan apa pun untukmu sekalipun dia belum pernah melakukannya dan kau juga harus tahu, sekali kau memutuskan akan bersama dengannya maka kau tidak akan bisa lepas darinya untuk seumur hidupmu karena dia akan mencintaimu sampai mati seperti yang aku ucapkan," setelah berkata demikian, Marline menepuk bahu Aleandra dan melangkah keluar untuk mencari keberadaan suaminya.     

Dia berkata demikian karena dia tidak mau Maximus dimanfaatkan oleh Aleandra untuk balas dendam padahal putranya begitu tulus. Sebaiknya dia memberi peringatan pada gadis itu terlebih dahulu. Sebagai seorang ibu, dia tidak mau putranya dimanfaatkan oleh siapa pun.     

Aleandra diam saja, memikirkan perkataan Marline. Dia tahu Maximus begitu serius dengannya, semua bisa dia rasakan dengan sikap yang ditunjukkan oleh pria iu akhir-akhir ini. Dia juga tidak menolak setiap perlakukan manis yang Maximus berikan tapi apakah itu bisa disebut sebagai cinta? Sebaiknya dia memikirkan nasehat ibu Max baik-baik, apakah dia mau bersama dengan Maximus untuk selamanya atau tidak.     

Setelah keluar dari dapur, Marline menghampiri suaminya yang sedang melihat sesuatu dari layar komputer. Dia hanya datang untuk melihat keadaan Aleandra tapi dia tidak menyangka hari ini dia memiliki kesempatan untuk membicarakan hal itu. Dia tahu putranya tidak akan senang jika dia mendengar apa yang dia bicarakan tapi Aleandra adalah orang asing yang butuh perlindungan. Waspada itu perlu apalagi Aleandra bisa dimanfaatkan oleh musuh untuk menyerang mereka tanpa sepengetahuan mereka.     

Setelah selesai memasang sensor dan beberapa alat, Max mulai mencobanya dengan cara menerbangkan drone yang dia miliki. Semua alat itu bekerja dengan baik. Sekarang, siapa yang berani mengintai rumahnya lagi? Seekor burung yang terbang pun akan tertangkap oleh sensor yang dia pasang.     

Max terlihat puas, dia bahkan meminta bantuan ayahnya untuk mengecek beberapa cctv yang baru saja dia pasang, itu sebabnya Michael sedang serius di depan komputer. Semua alat sudah berfungsi dengan baik, sekarang waktunya dia kembali.     

"Kenapa kau memasang alat sensor dan cctv, Max?" tanya ayahnya setelah dia kembali.     

"Ada yang mengintai rumahku menggunakan drone, Dad."     

"Benarkah? Siapa yang melakukannya, Max?" tanya ibunya.     

"Entahlah, Mom. Aku sedang mencari tahu. Aku sudah mengecek rekaman drone itu tapi aku tidak melihat siapa pemiliknya."     

"Entah musuh dari mana lagi, sebaiknya kau berhati-hati," ucap ayahnya.     

"Aku juga ingin kalian berdua berhati-hati. Selagi aku mencari pelaku yang mengintai rumahku, aku ingin kalian waspada."     

"Tentu, kau tidak perlu mengkhawatirkan kami tapi kau tidak boleh sembarangan membiarkan siapa pun masuk ke kawasan rumahmu karena bisa saja orang itu adalah mata-mata yang mengincarmu. Entah apa yang musuh cari tapi tetaplah berhati-hati," ucap ayahnya.     

"Terima kasih atas nasehat Daddy."     

Aleandra diam saja ketika mendengar perkataan Michael. Tadinya dia ingin masuk ke dalam kamarnya tapi langkahnya terhenti saat mendengar ucapan Michael. Matanya tidak lepas dari mereka bertiga, mata-mata? Entah kenapa dia jadi teringat dengan wanita yang dia temui waktu itu dan yang memberinya penawaran untuk mencari kelemahan Maximus Smith. Apakah dia harus mengatakan pada Max jika ada yang sedang mencari kelemahannya?     

Aleandra kembali melangkah masuk ke dalam kamarnya, saat Max tahu ada yang menawarkan kerja sama dengannya untuk mencari kelemahan pria itu, apakah Max akan marah?     

Aleandra jadi ragu, bagaimana jika Max marah akan hal itu? Bagaimana jika kedua orangtuanya juga tahu lalu marah karena dia tidak mengatakan hal itu lebih cepat? Aleandra semakin ragu, apakah dia harus mengatakan hal itu pada Maximus, atau tidak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.