Hi's Like, Idiot But Psiko

Apa kau Masih Ragu?



Apa kau Masih Ragu?

0Aleandra terlihat sangat senang selama menikmati makanannya. Ijin sudah didapat dan setelah ini dia akan pergi untuk mencari telepon umum tapi sayangnya dia tidak tahu, jika telepon umum sudah sulit ditemukan di era serba ponsel itu.     

Mata Maximus tidak lepas darinya, dia semakin yakin seratus persen jika Aleandra hendak pergi bukan untuk membeli barang. Sepertinya ada yang hendak gadis itu lakukan dan dia rasa, Aleandra tidak ingin dia tahu. Menarik, dia jadi semakin ingin tahu apa sebenarnya yang hendak dilakukan oleh Aleandra.     

"Kau terlihat senang, Aleandra," ucap Maximus.     

"Tidak, apa aku terlihat seperti itu?" Aleandra balik bertanya dan pura-pura memasang wajah datar.     

"Aku bisa melihatnya dan aku tidak buta!"     

"Mungkin aku terlihat senang karena aku bersama denganmu," ucap Aleandra sambil tersenyum manis.     

"Wah, aku sangat senang mendengarnya. Kemarilah, duduk di sini!" Max menepuk kedua pahanya.     

Aleandra beranjak dan menghampiri Maximus tanpa ragu, dia benar-benar sudah terbiasa. Max memegangi tangan Aleandra, gadis itu duduk di atas pangkuannya dengan perlahan. Aleandra tersenyum manis saat Max mengusap wajahnya lalu jari Maximus berada di bibirnya dan mengusap perlahan.     

"Apa kau sudah memiliki sedikit perasaan untukku, Aleandra?" Max tidak menghentikan jarinya yang bermain di bibir Aleandra. Rasanya dia ingin mencium bibir gadis itu segera tapi dia berusaha menahan diri. Bibirnya terasa manis dan dia ingin lagi dan lagi.     

Aleandra menunduk, dia tahu Max pasti akan menanyakan hal ini padanya. Dia sedang mencari tahu akan hal ini, sebab itu dia ingin menghubungi Fedrcik dan berbicara dengannya. Dia tidak boleh serakah. Jika dia memilih untuk bersama Maximus maka dia harus melepaskan yang lainnya.     

"Kenapa kau diam saja, Aleandra?" tanya Maximus.     

"Kenapa aku, Max?" Aleandra mengangkat wajahnya dan menatap pria itu dengan lekat.     

"Apa maksud ucapanmu?"     

"Sekali lagi aku akan menanyakan hal yang sama, Max. Kenapa harus aku? Kau belum menjawab aku waktu itu dan sampai sekarang aku sangat ingin tahu jawabannya. Bukankah sejak awal kau menangkap aku karena aku mencuri uangmu dan telah melihat apa yang kau lakukan? Bukankah kau menjadikan aku sebagai tawananmu yang bisa kau bunuh kapan saja? Kau juga menjadikan aku pelayanmu tapi kenapa kau justru memilih aku? Apa yang istimewa dariku sehingga kau menginginkan aku?!" tanya Aleandra. Sungguh dia sangat ingin tahu kenapa pria itu menginginkan dirinya padahal banyak wanita yang jauh lebih baik darinya bahkan dia tidak memiliki apa pun dan dia hanya seorang pelarian. Walau dia sudah menanyakan hal ini tapi dia belum mendapatkan jawabannya.     

"Apakah jawaban dariku penting untukmu, Aleandra?" Max menatapnya dengan tajam.     

"Tentu saja penting! Aku ingin tahu apakah kau benar-benar serius atau kau hanya merasa iba denganku saja!"     

"Bodoh, tentu saja aku serius denganmu. Apa aku sedang bermain-main? Sudah aku katakan aku serius dan kau wanita pertama yang sudah membuat aku gila. Jangan tanyakan hal ini lagi, seharusnya kau sudah tahu."     

"Baiklah," Aleandra tersenyum. Sekarang dia semakin yakin dengan keputusannya. Tidak ada keraguan lagi di dalam hatinya.     

"Terima kasih, Max," Aleandra mencium pipinya.     

"Jadi, apa kau masih ragu?"     

"Tidak!" jawab Aleandra sambil tersenyum.     

"Bagus!" Max mengangkat dagu Aleandra dan mencium bibirnya. Bibir yang sudah sangat ingin dia cium sedari tadi. Aleandra tidak menolak, dia selalu membalas ciuman pria itu.     

Aleandra tersenyum saat Max sudah melepaskan bibirnya dan mengusap pipinya perlahan. Seperti yang pria itu katakan, dia tidak akan menyesal dan tentunya dia tidak akan menyesali keputusannya.     

"Sekarang bolehkah aku pergi?" tanya Aleandra.     

"Aku akan mengantarmu, Aleandra. Aku khawatir kau pergi sendirian karena bahaya."     

"Aku tidak pergi jauh, Max. Hanya sebentar saja, aku berjanji," ucap Aleandra.     

"Baiklah," Max mengiyakan karena dia ingin tahu kemana Aleandra hendak pergi, "Tapi kau harus berhati-hati," ucapnya lagi seraya mencium pipi Aleandra.     

"Tidak perlu khawatir," Aleandra beranjak dari atas pangkuannya.     

"Aku pergi dulu," Aleandra mencium pipi Max dan setelah itu dia pergi.     

Max tidak beranjak, matanya tidak lepas dari Aleandra sampai gadis itu keluar. Maximus beranjak menuju mejanya, dia akan mengawasi Aleandra dan melihat apa yang sedang dia lakukan.     

Gagang telepon diangkat, Max menghubungi Jared untuk memberinya perintah.     

"Ikuti Aleandra, Jared. Tapi ingat, kau tidak boleh terlalu dekat sehingga dia tahu keberadaanmu!" perintahnya.     

"Yes, Master," Jared menutup telepon setelah mendapat perintah, sedangkan Max meretas cctv untuk melihat ke mana Aleandra pergi.     

Gadis itu keluar dari kantor dan menyetop sebuah bus. Dia bahkan terlihat menyamar agar tidak dikenali dengan mudah. Cukup pintar, dia semakin yakin ada hal serius yang ingin dia lakukan.     

Aleandra turun dari bus, Max bahkan bisa melihat Jared mengikuti Aleandra. Gadis itu pergi ke tempat ramai seperti mencari sesuatu. Mata Aleandra melihat sana sini, dia benar-benar tidak menemukan satu pun telepon umum di tempat itu.     

Aleandra tampak putus asa, kesempatannya hanya hari ini saja apalagi dia sudah menetapkan hati dan membuat keputusan. Jika hari ini gagal, dia takut hatinya akan kembali goyah dan tidak jadi mengakhiri hubungannya dengannya Fedrick.     

Max masih mengawasi gerak geriknya yang mencurigakan, apa yang sebenarnya dicari oleh Aleandra?     

"Terus ikuti, Jared. Cari tahu sebenarnya apa yang dia cari!" perintah Max. Dia sudah sangat ingin tahu apa yang sedang di lakukan oleh Aleandra.     

"Yes, Master," Jared semakin mempercepat langkahnya tapi dia tetap berhati-hati agar Aleandra tidak tahu keberadaannya.     

Aleandra terus mencari dan bertanya pada beberapa orang yang dia temui. Ternyata telepon umum benar-benar sulit dia temukan.     

"Dia mencari telepon umum, Master," Jared memberi laporan.     

"Telepon umum?" Maximus mengernyitkan dahi. Untuk apa Aleandra mencari telepon umum? Apa dia ingin menghubungi seseorang dan enggan menggunakan ponsel yang dia berikan? Di rumah juga ada telepon jika memang ingin dia gunakan tapi kenapa Aleandra lebih memilih telepon umum?     

Max memainkan jari di dagu, dia semakin penasaran. Jika memang hanya ingin menghubungi seseorang, seharusnya Aleandra bisa meminta bantuan darinya atau menggunakan ponsel yang dia berikan.     

"Terus awasi dia Jared!" Max kembali memberi perintah. Dia harus tahu kenapa Aleandra membutuhkan telepon umum.     

Aleandra sudah terlihat tidak bersemangat, sepertinya usahanya hari ini sia-sia. Jerad menghampiri seorang anak kecil dan memberikan selembar uang dolar pada anak itu.     

"Pergi dekati wanita itu dan katakan di sana ada telepon umum yang bisa dia gunakan," Jared memberi perintah beserta uang pada anak itu.     

Anak itu mengangguk, Jared memperhatikannya dari tempat yang lumayan jauh. Anak kecil itu berlari ke arah Aleandra sambil menyanyikan sebuah lagu yang dia buat secara asal.     

"Hanya satu telepon umum yang bisa kau gunakan dan itu ada di cafe," anak itu menyanyikan lagu seperti itu.     

Aleandra menghentikan langkahnya mendengar nyanyian anak itu, benarkah? Aleandra berbalik, di sana memang ada sebuah cafe. Apa yang dikatakan oleh anak itu adalah benar? Tapi tidak ada salahnya mencoba. Mungkin saja memang ada telepon yang bisa dia gunakan di cafe itu.     

Jared masih mengawasi, ternyata Aleandra terpancing. Dia sedang melangkah menuju cafe saat itu dengan harapan tinggi. Aleandra mencari sebuah tempat duduk, dia melihat cafe itu dengan teliti untuk mencari apa yang dia inginkan.     

"Mau pesan apa, Nona?" tanya seorang pelayan yang sudah berdiri di hadapannya.     

"Berikan aku segelas kopi," Aleandra tersenyum manis.     

"Apa ada yang lain?" tanya pelayan itu lagi.     

"Apa di sini ada telepon yang bisa aku gunakan?"     

"Tentu, di sana ada telepon koin," sang pelayan menunjuk ke arah sebuah telepon yang bisa digunakan oleh siapa saja.     

Aleandra tampak lega, tidak sia-sia dia mempercayai nyanyian anak kecil itu. Setelah pelayan itu pergi, Aleandra segera menghampiri telepon. Max sedang memperhatikannya dari cctv cafe, dia juga menyadap telepon itu karena dia ingin tahu siapa yang akan dihubungi oleh Aleandra.     

Beberapa koin dimasukkan, nomor telepon pun ditekan. Aleandra bersandar di dinding dan melihat sana sini, dia juga harus waspada. Cukup lama Aleandra menunggu tapi tidak ada yang menjawab. Saat itu dia sedang menghubungi rumah Fedrick. Mungkin saja Fedrick pergi ke kantor.     

Karena tidak ada yang menjawab, Aleandra menghubungi kantor Fedrick. Semoga kali ini dia ada di sana. Aleandra menunggu dengan perasaan was-was, semoga saja kali ini berhasil.     

Cukup lama Aleandra menunggu sampai akhirnya seorang wanita menjawab teleponnya.     

"Hallo, apa ada yang bisa aku bantu?" tanya wanita itu dalam bahasa Rusia.     

"Aku ingin berbicara dengan Fedrick, apa dia ada?" Aleandra juga bertanya dalam bahas Rusia.     

Begitu mendengar nama Fedrick, wajah Max mengelap. Siapa pria yang dicari oleh Aleandra sampai-sampai gadis itu tidak ingin dia tahu? Apa dia kekasih Aleandra?     

"Maaf, Tuan Fedrick sedang rapat. Kau bisa meninggalkan pesan jika kau mau," ucap wanita itu dan dia adalah sekretaris Fedrcik.     

"Tidak, apakah dia lama?" tanya Aleandra. Dia benar-benar ingin berbicara dengan Fedrick.     

"Rapatnya dua jam lagi selesai. Jika tidak mau meninggalkan pesan, katakan siapa anda. Aku akan mengatakan padanya nanti untuk menghubungi anda."     

Aleandra tidak menjawab, dua jam lagi? Dia tidak bisa menunggu begitu lama karena dia takut orang-orang yang mencarinya dan dia juga sudah berjanji pada Max jika dia tidak akan lama.     

"Nona?" sekretaris Fedrick memanggil karena Aleandra diam saja. Aleandra hendak menjawab tapi seorang wanita dan pria yang terlihat mencurigakan masuk ke dalam cafe. Karena takut, Aleandra menutup telepon dengan cepat dan segera bersembunyi. Kedua orang itu seperti mencari sesuatu dan dia tahu jika tidak aman.     

Aleandra keluar dari cafe itu secara mengendap dan menyetop sebuah taksi yang kebetulan lewat. Sebaiknya dia pergi dari pada dia tertangkap. Jared juga pergi dari sana sesuai dengan perintah Maximus. Pria itu tampak marah karena Aleandra menghubungi seorang pria tanpa ingin dia ketahui. Dia sangat ingin tahu, apakah Aleandra hanya memanfaatkan dirinya saja seperti yang ibunya katakan?     

Dia akan mencari tahu nanti, jika sampai Aleandra berani memanfaatkan dirinya maka malam ini juga kepala gadis itu tidak akan berada di lehernya lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.