Hi's Like, Idiot But Psiko

Saling Mengenal



Saling Mengenal

0Setelah selesai mandi, mereka makan malam berdua. Aleandra terlihat canggung, setelah apa yang mereka lakukan di kamar mandi. Rasanya sedikit berbeda, itu karena dia sudah memutuskan untuk memilih bersama dengan Maximus. Sudah tidak ada keraguan lagi untuk bersama pria itu, lagi pula sejak awal dia memang sudah tidak bisa pergi dari pria itu jadi dia rasa pilihannya tidak mungkin salah.     

Maximus melirik ke arahnya sesekali, Aleandra hanya menunduk dan menikmati makanannya sedikit demi sedikit seperti sedang tidak berselera makan. Hal itu membuat Maximus heran, apa Aleandra sakit karena terlalu lama berdiri di bawah guyuran air shower?     

"Ada apa denganmu, Aleandra? Apa kau sakit?" tanya Maximus. Matanya tidak lepas dari gadis itu.     

"Ti-Tidak, aku baik-baik saja," wajah Aleandra tersipu, dia memberanikan diri untuk memandangi Maximus walau sejenak dan berusaha tersenyum.     

"Tapi kenapa kau terlihat tidak sehat? Apa makanannya tidak enak?" Max meraba dahi Aleandra dan setelah itu Max juga meraba dahinya seperti sedang mengukur suhu.     

"Tidak panas, tapi kenapa wajahmu memerah?"     

"Aku baik-baik saja, Max. Sungguh."     

"Baiklah, jika begitu habiskan makanannya. Kau harus banyak makan agar tubuhmu tidak terlalu kurus!"     

"Hei, seorang panjat tebing tidak boleh memiliki tubuh yang gemuk!" ucap Aleandra. Jika tubuhnya gemuk, bagaimana nanti dia bisa menyalurkan hobinya itu? Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya saat dia akan menaiki tebing curam? Jangan sampai hal itu terjadi jika tidak, dia tidak akan bisa menyalurkan hobinya lagi.     

"Apa kau suka pergi panjat tebing, Aleandra?" Max menumpu dagunya dan memandangi Aleandra.     

"Tentu saja, itu hobiku," jawab Aleandra sambil menikmati makanannya.     

"Baiklah, malam ini ayo kita saling mengenal. Kau bilang tidak tahu apa pun tentang aku, bukan? Malam ini kau akan tahu tentang aku dan aku juga akan tahu tentang dirimu sehingga tidak ada lagi keraguan di kemudian hari dan aku harap kau tidak berbohong lagi lalu mengatakan jika kau tidak tahu siapa aku!"     

Aleandra melihatnya sejenak, apa yang dikatakan oleh Maximus memang benar. Dia tidak tahu apa pun tentang pria itu. Dia sudah memutuskan untuk bersama dengan Maximus maka dia harus mengenal pria itu lebih jauh. Saling mengenal itu diperlukan sebelum mereka mulai menjalin hubungan.     

"Baiklah, aku yang mulai terlebih dahulu atau kau?" tanya Aleandra.     

"Ladies first!" jawab Maximus.     

"Baiklah," Aleandra menikmati makanannya terlebih dahulu sebelum mulai mengatakan sesuatu.     

Max menunggunya dengan sabar, ini waktu yang sangat tepat bagi mereka untuk saling mengenal satu sama lain. Selama ini Aleandra memang tidak begitu tahu tentang dirinya, itu sebabnya emosinya mereda walau Aleandra membohonginya. Dengan alasan yang gadis itu berikan, memang tidak heran jika Aleandra menyembunyikan hal itu darinya.     

"Sudah aku katakan, aku hanya stuntman yang menggantikan peran para artis saat melakukan peran berbahaya. Aku penyuka tantangan walau sebenarnya ayahku ingin aku menjadi seorang pengacara seperti dirinya tapi aku tidak tertarik di bidang hukum."     

"Lalu, bagaimana hubunganmu dengan Fedrick?" tanya Maximus karena dia memang ingin tahu akan hal itu.     

"Tidak ada yang spesial dari hubungan kami, sudah aku katakan padamu jika kami tidak seperti pasangan kekasih lainnya. Aku sibuk, dia juga sibuk. Fedrick selalu pergi keluar kota untuk menjalankan bisnisnya, dia hanya pulang beberapa hari dalam satu bulan. Waktu itu pun tidak bisa kami habiskan bersama karena dia juga sibuk di kantor."     

"Jadi, hubungan macam apa yang kalian jalani?" tanya Maximus.     

"Entahlah, aku juga tidak tahu!" Aleandra menjawab sambil mengangkat bahu.     

"Baiklah, apa kau tidak perah pergi panjat tebing dengannya?"     

"Tentu saja tidak, itu bukan hobinya! Kau sendiri bagaimana, Max? Pria seperti dirimu tidak mungkin tidak memiliki kekasih, bukan?" Aleandra meraih gelas dan meneguk isinya.     

"Kenapa? Apa kau sangat ingin tahu berapa banyak pacarku?" Max tersenyum, matanya tidak lepas dari gadis itu.     

"Te-Tentu saja! Waktu itu kau bilang sudah memerawani banyak wanita di kota ini dan aku membayangkan begitu banyaknya wanita yang sedang mengantri untuk kau perawani!"     

Maximus terkekeh, ternyata Aleandra menganggap ucapannya serius. Dia hanya bercanda saja karena dia juga bukan tipe orang yang mudah dekat dengan wanita.     

"Kenapa kau belum menjawab?" tanya Aleandra.     

"Aku hanya bercanda saja, Aleandra. Aku tidak serius dengan ucapanku waktu itu."     

"Benarkah?" Aleandra menatapnya dengan pandangan tidak percaya.     

"Yeah, aku memang hanya bercanda saja tapi bukan berarti aku tidak pernah menjalin hubungan dengan siapa pun. Aku sudah pernah menjalin hubungan dengan beberapa wanita tapi karena sifatku ini, tidak ada yang tahan."     

"Kenapa? Apa kau mengajak mereka bersembunyi di dalam lemari?" sela Aleandra.     

"Anggap saja begitu," ucap Maximus sambil terkekeh.     

"Baiklah, lanjutkan!" pinta Aleandra dengan rasa ingin tahu yang begitu tinggi.     

"kau seperti tidak sabar, tapi kemarilah!" Maximus menepuk pahanya, dia meminta Aleandra untuk duduk di atas pangkuannya karena Aleandra sudah selesai makan.     

Aleandra beranjak menghampiri Maximus, gadis itu duduk di atas pangkuannya tanpa ragu. Max mengusap wajah Aleandra perlahan, matanya tidak lepas dari wajah cantik Aleandra.     

"Sekarang katakan padaku tentang dirimu, Max. Aku ingin tahu agar aku bisa mengenalmu dengan baik dan agar aku tidak membuat kesalahan. Aku bukan tipe orang yang suka pertengkaran, sebab itu aku tidak pernah marah sama sekali pada Fedrick walaupun dia tidak memiliki waktu untukku," ucap Aleandra.     

"Dengar ini baik-baik, Aleandra. Aku bukan orang yang memiliki banyak kesabaran, aku juga orang yang mudah emosi. Aku berusaha bersabar dan menahan emosi hanya padamu saja tapi pada orang lain? Jangan harap aku akan berbaik hati. Aku juga bukan orang yang memiliki belas kasihan, jika aku ingin membunuh maka aku akan membunuh apalagi pada orang yang sudah berani melawanku! Aku tidak akan memaafkan siapa pun itu, mau dia laki-laki atau pun perempuan. Aku tidak akan memaafkannya dan aku pastikan orang itu akan berakhir tragis karena bagian menyiksa musuh adalah bagian yang paling aku sukai!"     

Aleandra menelan ludah, sudah dia duga pria itu psikopat aneh. Dia jadi teringat saat pertemuan pertama mereka di bangunan tua, Maximus mengeksekusi lawannya sambil tertawa.     

"Apa kau takut denganku, Aleandra?" tanya Maximus karena ekspresi wajah Aleandra berubah.     

"Tentu saja aku takut, Max. Aku sudah pernah melihat caramu mengeksekusi lawan pada malam itu. Aku tidak punya banyak keberanian, jujur aku takut."     

Max tersenyum, tangannya sudah berada di wajah Aleandra untuk memberikan usapan pelan di wajahnya. Tidak mustahil Aleandra takut, semua wanita memang takut dengannya.     

"Tapi kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan menyakiti dirimu," ucapnya.     

"Jadi di balik tangan ini tersimpan kelembutan untukku, bukan?" Aleandra meletakkan tangannya di atas telapak tangan Maximus dan menekan telapak tangan Maximus di pipinya. Hangat, itu yang dia rasakan.     

"Tentu, kau pengecualian!"     

"Aku senang mendengarnya," Aleandra memeluk Max, sepertinya dia tidak salah memutuskan.     

"Tapi kau harus ingat satu hal Aleandra, jangan pernah coba-coba mengkhianati aku. Aku tidak akan pernah memaafkan pengkhianatan. Jangan kau kira aku menginginkan dirimu lalu kau bisa berbuat sesuka hatimu!" ucap Maximus mengingatkan.     

"Aku tahu, Max. Aku berjanji tidak akan mengkhianati dirimu. Itu sebabnya aku memutuskan untuk mengakhiri hubunganku dengan Fedrick. Aku tidak mau mengecewakan dirimu dan aku juga tidak mau serakah."     

"Bagus, sekarang katakan apalagi yang ingin kau tahu tentang diriku?" Max mencium pipinya, membelai wajahnya menggunakan bibirnya tanpa henti.     

"Aku rasa malam ini sudah cukup, seiring berjalannya waktu aku akan mengenal dirimu secara sendirinya apalagi aku akan selalu bersama denganmu!"     

"Jiak begitu" Max beranjak sambil menggendong Aleandra, "Sekarang waktunya tidur," ucapnya lagi.     

"Hei, kita baru saja selesai makan!" protes Aleandra.     

"Kita lanjutkan pembicaraan kita sambil berbaring," Maximus kembali mencium pipinya.     

Aleandra tersenyum, kedua tangannya sudah melingkar di leher Maximus. Apa yang tidak pernah Fedrick berikan untuknya selama ini, dia dapatkan dari Maximus. Walaupun pria itu kejam dan menakutkan, tapi ada sisi lain pada dirinya yang tidak diketahui oleh banyak orang. Perhatian dan juga sikap lembut yang hanya Maximus tunjukkan padanya, benar-benar membuatnya merasa nyaman.     

Max menurunkan Aleandra dengan perlahan ke atas ranjang setelah mereka berada di dalam kamar. Aleandra bersandar di ujung ranjang dan setelah itu dia bersandar di dada Maximus setelah pria itu duduk di sisinya. Sudah dia duga, sekali dia tidur di sana, maka seterusnya dia akan tidur di sana. Selamat tinggal untuk kamar yang dia tempati sejak awal.     

"Sekarang katakan padaku, kapan kau akan menghubungi Fedrcik. Aku akan membantumu, kau tidak perlu khawatir karena tidak akan ada yang tahu posisimu jika ada yang menyadap telepon Fedrick."     

"Terima kasih, Max. Aku akan menghubunginya lagi besok, semoga saja dia ada di tempat sehingga aku bisa berbicara dengannya," ucap Aleandra.     

"Jika begitu berbaringlah, aku ingin memelukmu!"     

Aleandra mengangguk dan berbaring sesuai dengan permintaan Maximus. Pria itu juga berbaring di sisinya, memeluknya dan juga mencium dahinya. Entah kenapa itu jadi kegiatan yang tidak boleh dia lewatkan.     

Dagu Aleandra sudah terangkat, Max mengecup bibir gadis itu dengan perlahan. Rasanya tidak cukup, Max bahkan menghisap bibir bagian bawahnya. Bibir gadis itu benar-benar bagaikan candu baginya.     

"Max," wajah Aleandra tersipu saat Max menatapnya lama dan mengusap wajahnya.     

"Bagaimana jika kita pergi jalan-jalan besok?" ajak Max. Mungkin mereka bisa memperdalam hubungan mereka jika mereka pergi ke suatu tempat.     

"Boleh, aku belum pernah pergi ke mana pun dan tidak tahu tempat bagus yang ada di kota ini."     

"Jika begitu kita akan pergi setelah kau menghubungi Fedrick."     

Aleandra mengangguk, matanya terpejam saat Maximus mencium bibirnya kembali. Aleandra memeluk pria itu dengan erat dan membalas ciuman yang dia berikan. Lagi-Lagi dalam hati terucap perkataan maaf. Dia harap Fedrick bisa menerima keputusannya dan mau memaafkan dirinya.     

Tapi dia tidak tahu jika Fedrick akan mengajaknya menikah dan ingin menebus semua kesalahan yang telah dia lakukan. Fedrick juga berjanji akan memberikan waktunya pada Aleandra dan mencintai gadis itu dengan sepenuh hati dan pada saat dia tahu, apakah Aleandra akan menyesali keputusan yang telah dia ambil?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.