Hi's Like, Idiot But Psiko

Aku Tidak Bisa Kembali



Aku Tidak Bisa Kembali

0Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh, Aleandra terlihat gelisah dan melihat ke arah jam sesekali. Dia seperti itu karena sudah waktunya menghubungi Fedrick tapi dia tampak enggan.     

Sebuah ponsel yang bisa dia gunakan sudah berada di atas meja. Tidak ada yang bisa melacak nomor ponsel yang akan Aleandra gunakan karena Max sudah memodifikasi ponsel itu.     

Maximus duduk di sisinya, dia ingin mendengar apa yang Aleandra bicarakan tapi gadis itu tidak juga bergeming. Aleandra masih terlihat ragu, dia tidak berani mengambil ponsel itu sama sekali.     

Keputusannya semula dan tekadnya raib seketika. Dia bahkan merasa jika dia tidak akan sanggup mengakhiri hubungannya dengan Fedrick karena dia tahu jika dia tidak akan bisa mengatakannya.     

Max mengetukkan jarinya di sofa, dia sudah terlihat gusar. Mau sampai kapan Aleandra akan berdiam diri seperti itu? Mereka sudah seperti itu selama setengah jam. Apa Aleandra ingin membuatnya menunggu selama satu jam?     

"Mau berdiam diri sampai kapan? Aku sudah gusar dan bosan melihatmu tidak melakukan apa pun!" ucap Max kesal.     

"Please Max, kau tidak mengerti perasaanku!"     

"Jadi kau tidak mau melepaskan dirinya?"     

"Bukan begitu, Max. Aku benar-benar butuh waktu. Walau hubungan kami tidaklah mesra tapi memutuskan hubungan dengan seseorang yang menjalin hubungan dengan kita bukanlah hal mudah!" jawab Aleandra. Hubungannya dengan Fedrick baik-baik saja tanpa adanya pertengkaran, itu sangat sulit baginya. Beda kasusnya jika mereka sedang cek cok hebat, jika seperti itu dia bisa memutuskan Fedrick tanpa merasa bimbang.     

"Baiklah," Maximus menarik Aleandra sehingga gadis itu mendekat dan bersandar di bahunya.     

"Aku tidak mengerti dengan apa yang kau rasakan karena bagiku, aku akan segera mengambil tindakan untuk apa yang sudah aku putuskan tanpa membuang waktu. Ketahuilah, semakin kau menunda, semakin pula kau akan dilanda rasa bimbang dan pada akhirnya kau tidak jadi melakukan apa yang sudah kau putuskan. Kau hanya menunda dan membuang waktu lalu ketika waktu terus berjalan, tanpa kau sadari kau tidak melakukan apa pun juga!" Maximus memegangi rahangnya karena dia merasa rahang pegal akibat terlalu banyak bicara. Entah kenapa dia jadi semakin cerewet setelah mengenal Aleandra Feodora.     

"Aku tahu, Max. Tapi aku?"     

"Tidak ada kata tapi!" ucap Maximus seraya memegangi dagu Aleandra. Mata pria itu menatapnya tajam, dia tidak suka Aleandra menunda untuk apa yang sudah dia putuskan sendiri.     

"Ambil ponsel itu, lakukan! Pilihanmu hanya dua, jika kau ingin bersama denganku maka segera akhiri hubungan kalian karena aku tidak suka berbagi tapi jika kau ragu dan tidak mau mengakhiri hubungan kalian sesegera mungkin maka lupakan. Aku tidak punya banyak kesabaran, Aleandra. Seharusnya kau tahu itu dan aku tegaskan sekali lagi padamu, aku tidak mau berbagi. Jika kau sudah memutuskan hubunganmu dengannya maka hatimu hanya boleh untukku saja. Tidak ada boleh pria lain di dalam hatimu selain aku dan jika sampai ada, aku akan mengeluarkan hatimu dari dalam dadamu ini dan melemparkannya pada serigala lapar!" ucap Max seraya menunjukkan jarinya ke dada Aleandra.     

Aleandra menunduk, kenapa perkataan Maximus seperti sebuah ancaman?     

"Kenapa kau mengancam aku?" tanya Aleandra.     

"Ini bukan ancaman." Maximus mengusap wajah Aleandra perlahan dan kembali berkata, "Tapi ini peringatan. Sebelum kau mengambil keputusan untuk dirimu sendiri kau harus tahu sebab dan akibat dari keputusanmu dan aku tidak suka orang yang plin plan apalagi tiba-tiba kau menyesal telah memutuskan Fedrick dan memilih aku suatu saat nanti. Aku paling tidak suka dengan orang seperti itu, camkan itu!"     

Aleandra tidak mengatakan apa pun, dia tahu. Dia tahu konsekuensi jika memilih pria itu. Dia dituntut untuk setia, dia tuntut untuk mempercayai pria itu sepenuhnya. Dia juga dituntut untuk tidak menyembunyikan apa pun, sepertinya sangat berat jika dia ingin bersama dengan pria itu.     

"Kenapa kau diam?" Max kembali mengusap wajahnya.     

"Apa kau semakin ragu, Aleandra? Jika kau ragu kau boleh tidak melakukannya tapi jika kau sudah yakin maka lakukan tanpa membuang waktu. Memang sangat berat dicintai olehku, tapi yang aku butuhkan darimu adalah kejujuran, kesetiaan dan juga kepercayaan. Percayalah, sekali kau sudah memilih bersama denganku maka kau tidak akan menyesal karena aku akan mencintaimu sampai mati. Aku akan mengatakan padamu akan hal ini sampai kau bosan!"     

Aleandra tersenyum tipis, sekarang dia sudah bisa mengambil keputusan dan tidak bimbang lagi. Dia harap Fedrick menerima keputusannya ini dan merelakan dirinya.     

Tanpa berkata apa-apa, Aleandra menghampiri ponsel yang ada di atas meja. Maximus memegangi rahangnya yang terasa pegal. Sial, dia benar-benar semakin cerewet saja. Jangan sampai neneknya kalah cerewet dari dirinya yang saat ini.     

Aleandra sudah menghubungi Fedrick, kali ini dia harap Fedrick berada di tempat sehingga dia bisa berbicara dengannya. Max memasang sebuah earphone di telinga karena dia ingin mendengar percakapan Aleandra dengan pria yang bernama Fedrick.     

Telepon sudah tersambung dan lagi-lagi seorang wanita yang menjawabnya.     

"Ada yang bisa aku bantu?" tanya wanita itu dan dia adalah sekretaris Fedrcik.     

"Apa Fedrick ada di tempat? Aku sangat ingin berbicara dengannya," ucap Aleandra.     

"Tentu saja ada, Nona. Jangan tutup teleponnya aku akan segera memanggilnya!" ucap wanita itu.     

Aleandra tersenyum tipis, wanita itu berpaling untuk melihat ke arah Maximus. Jantung Aleandra jadi berdebar, sesungguhnya dia belum siap tapi yang dikatakan oleh Max sangat benar, dia tidak boleh menunda karena semakin dia menunda maka dia akan semakin merasa bimbang.     

Fedrick sedang berada di dalam ruangannya saat sekretarisnya berlari masuk ke dalam ruangannya.     

"Ada apa? Kenapa kau berlari seperti itu?" tanya Fedrick seraya menatap sekretarisnya dengan tajam.     

"Sir, wanita itu kembali menghubungi, sekarang dia sedang menunggu!"     

"Segera sambungkan!" Fedrick menyambar gagang telepon yang ada di atas mejanya. Semoga saja yang menghubungi adalah Aleandra.     

Sekretarisnya segera keluar dan berlari menuju ruangannya, tidak butuh lama dia sudah mengalihkan panggilan dari Aleandra ke telepon milik bosnya.     

"Aleandra?" Fedrick memanggil setelah sambungan telepon mereka sudah tersambung.     

"Fe-Fedrick," Aleandra menjawab dengan gugup.     

"Aleandra, oh Tuhan. Aku benar-benar senang kau menghubungi aku, Di mana kau saat ini, bagaimana keadaanmu? Kenapa kau tidak memberi aku kabar dan mencari aku saat kau mengalami kejadian itu?" Fedrick melemparkan banyak pertanyaan dan tentunya masih banyak yang ingin dia tanyakan.     

"Aku baik-baik saja, Fedrick. Maaf aku tidak menghubungimu karena aku takut!"     

"Sekarang katakan padaku di mana kau berada, Aleandra. Aku akan pergi menjemputmu dan aku akan melindungimu!" ucap Fedrick.     

"Tidak, Fedrick. Aku tidak bisa kembali!" tolak Aleandra.     

"Kenapa Alendra? Aku pasti akan menjaga dan melindungimu. Percayalah padaku. Kali ini aku akan meluangkan waktu untukmu dan tidak akan mengabaikan dirimu jadi kembalilah padaku. Kita selesaikan semuanya berdua, para polisi juga akan melindungimu jadi kau tidak perlu takut!"     

"Tidak, Fedrick. Semua tidak sesederhana yang kau pikirkan!"     

"Apa maksudmu? Kau adalah saksi kunci, kau bisa mengatakan pada para polisi siapa yang sudah menghabisi keluargamu dan setelah itu mereka yang akan menanganinya. Aku berjanji padamu akan menjagamu jadi katakan padaku di mana kau berada, aku akan ke sana untuk menjemputmu!" Fedrick sudah beranjak dari tempat duduknya. Dia akan segera pergi setelah Aleandra mengatakan di mana dia berada.     

"Fedrick, dengarkan aku baik-baik!" pinta Aleandra.     

"Ada apa? Apa kau tidak mau kembali dan tidak mau bersama denganku?"     

"Ya, aku tidak bisa kembali," Aleandra menunduk dengan air mata mengalir. Dia sungguh tidak mau mengatakan hal itu tapi dia sudah mengambil keputusan apalagi dia tidak mau membuat Maximus kecewa dengannya. Walau perasaannya hancur, walau lidahnya terasa kelu tapi dia tetap harus mengatakannya.     

"Apa maksudmu, Aleandra? Kembalilah, aku membutuhkan dirimu!" Fedrick kembali terduduk di kursinya. Dia tahu Alendra takut, dia juga tahu Aleandra kecewa dan dia tahu kesalahan yang telah dia lakukan tapi dia harap Aleandra mau kembali dan bersama dengannya lagi.     

"Maaf Fedrick, aku sudah memutuskan untuk tidak kembali ke Rusia lagi apalagi semua keluargaku sudah tidak ada. Sudah tidak ada alasan lagi bagiku untuk tinggal di sana apalagi aku sedang dikejar oleh orang-orang yang sudah membunuh keluargaku."     

"Apa maksud ucapanmu, Aleandra? Lalu bagaimana dengan aku? Bagaimana dengan hubungan kita berdua?"     

"Fedrick aku rasa?"     

"Tidak!" Fedrick berteriak menyela ucapan Aleandra.     

"Jangan katakan apa pun, Aleandra!" Fedrick kembali berteriak lantang. Dia tahu apa yang akan diucapkan oleh Aleandra dan dia tidak mau mendengarnya. Dia juga tidak akan membiarkan Aleandra melanjutkan apa yang akan dia ucapkan.     

"Tapi Fedrick, aku rasa?"     

"Aku bilang jangan katakan apa pun!" sela Fedrick lagi.     

"Kau tidak mau kembali karena kau takut aku bisa menerima tapi aku tidak bisa terima jika kau ingin mengakhiri hubungan kita! Sekarang katakan di mana kau berada, aku akan segera menjemputmu. Jangan katakan tidak ada alasan lagi untuk kau kembali tapi jadikan aku sebagai alasan dan asal kau tahu saja, tidak saja kau yang menghilang tapi kakakmu juga dinyatakan hilang!"     

Aleandra terkejut mendengar ucapan Fedrick. Kakaknya menghilang? Apa kakaknya masih hidup? Tapi dia sangat ingat Ketika dia melarikan diri terdengar suara jeritan kakaknya. Apa kakaknya tertangkap atau bagaimana?     

Aleandra diam tidak menjawab, Maximus menatapnya tajam karena dia ingin melihat apa yang hendak Aleandra putuskan selanjutnya. Apa gadis itu kembali bimbang dan dia juga ingin tahu apakah Aleandra jadi mengakhiri hubungannya dengan pria itu atau tidak. Tapi tanpa mereka ketahui dan seperti yang dikhawatirkan oleh Aleandra, seseorang mendengar percakapan mereka karena orang itu sudah menyadap seluruh alat komunikasi milik Fedrick dan dia adalah Antonio. Sekarang dia jadi tahu, jika Fedrick adalah kekasih Aleandra Feodora dan ini menjadi sebuah keuntungan untuknya.     

Seorang ahli yang Antonio perintahkan untuk mencari posisi Aleandra mulai bekerja. Hal ini benar-benar tidak terduga, mereka benar-benar bisa memanfaatkan pemuda bernama Fedrick itu.     

Sekarang dia akan terus mendengar percakapan kedua kekasih yang belum juga selesai itu dan dia yakin jika dia bisa mendapatkan sesuatu dari percakapan mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.