Hi's Like, Idiot But Psiko

Aku Akan Melepaskan Dirimu



Aku Akan Melepaskan Dirimu

0Aleandra bersembunyi untuk menumpahkan semua kesedihan yang dia rasakan. Dia harap Max tidak masuk ke dalam kamarnya karena dia membutuhkan waktu sendirian saat itu untuk menumpahkan semua rasa yang menyesakkan dada. Rasa bersalah memenuhi hati, dia tidak menyangka jika di mana hari dia mengakhiri hubungannya dengan Fedrick akhirnya datang dan rasanya, sungguh menyesakkan.     

Ternyata mengakhiri sebuah hubungan begitu menyakitkan. Dia sungguh tidak menduga akan mengalami kejadian ini tapi jika dia tidak segera mengakhiri hubungannya dengan Fedrick, maka rasa sakit yang mereka rasakan akan terasa lebih menyakitkan lagi. Jangan sampai Fedrick tahu jika saat ini dia mengkhianati cintanya karena dia telah memilih untuk bersama dengan pria lain.     

Dia sangat berharap Fedrick tidak mencarinya seperti apa yang dia ucapkan. Dia juga berharap Fedrick menemukan pengganti yang lebih baik darinya sehingga pria itu melupakan dirinya.     

Aleandra menangis terisak dibalik persembunyiaannya. Dia benar-benar benci dengan situasi seperti ini tapi dia sangat yakin jika ia akan baik-baik saja setelah dia menangis. Dia pasti bisa melupakan Fedrick dan memulai segalanya dari awal bersama dengan pria yang sudah dia pilih.     

Saat itu Maximus sudah masuk ke dalam kamar Aleandra dan mendapati kamar itu kosong. Max melangkah ke dalam dan mencari keberadaan gadis itu tapi hanya isak tangis yang terdengar. Maximus melangkah menuju kamar mandi karena dia pikir Aleandra pasti ada di dalam sana tapi sayangnya dia tidak mendapati Aleandra di dalam kamar mandi.     

Maximus mengernyitkan dahi, pendengarannya di pasang dengan tajam untuk mendengar tangisan Aleandra. Sepertinya gadis itu sedang bersembunyi, sebab itu Maximus melangkah menuju lemari dan membukanya. Mungkin saja Aleandra berada di dalam lemari tapi sayangnya Aleandra tidak sedang bersembunyi di sana.     

Kini Maximus jadi serius apalagi isak tangis Aleandra masih terdengar. Dia benar-benar mencari keberadaan gadis itu, sepertinya gadis itu memang pandai bersembunyi. Matanya melihat sana sini dan akhirnya pandangan Max jatuh pada ranjang.     

Maximus menggeleng dan melangkah menuju ke arah ranjang. Max berjongkok untuk melihat ke bawah ranjang dan benar saja, Aleandra bersembunyi di bawah sana.     

"Apa yang kau lakukan di bawah sana?" tanya Maximus.     

"Tinggalkan aku, Max. Aku sedang ingin sendiri," pinta Aleandra.     

"Baiklah, tapi kenapa kau bersembunyi di sana?"     

"Aku tidak ingin kau melihatku dalam keadaan seperti ini jadi tinggalkan aku!" pinta Aleandra.     

"Tidak, keluarlah!" Max mengulurkan tangannya. Jika dia bisa masuk ke bawah ranjang maka dia akan masuk dan bergabung dengan Aleandra di bawah sana tapi sayang tubuhnya sudah tidak muat.     

"Pergi, Max. Tinggalkan aku sendiri!"     

"Kau tidak ingin berbagi denganku?"     

"Tidak!" tolak Aleandra.     

Maximus menghela napas, sebaiknya dia tidak memaksa. Max beranjak tapi dia tidak keluar dari kamar, dia lebih memilih berbaring di atas ranjang karena dia ingin menghibur Aleandra.     

Mereka tidak berkata apa-apa, Aleandra masih menangis dengan perasaan yang masih kacau. Seandainya dia tidak bertemu dengan Maximus, apakah dia dan Fedrick akan jadi seperti ini? Dia rasa tidak tapi apakah dia sedang menyesali keputusannya saat ini?     

"Apa kau menyesal, Aleandra?" tiba-tiba saja Maximus bertanya demikian.     

Aleandra diam, dia memang sedang memikirkan hal itu. Apa dia menyesal telah memilih Max dan mengakhiri hubungannya dengan Fedrick?     

"Jika kau menyesal maka belum terlambat untuk menghubungi pria itu dan memperbaiki hubungan kalian apalagi dia juga tidak mau berpisah denganmu. Aku tidak keberatan dan aku akan melepaskan dirimu. Kau boleh pergi dari sini dan kau bebas. Semua hutangmu lunas, aku tidak akan memperhitungkannya dan aku akan pura-pura tidak mengenalmu jika kita bertemu di jalan tanpa sengaja!"     

Aleandra terkejut mendengar perkataan Maximus, apa pria itu serius dengan ucapannya?     

"Pilihan ada di tanganmu, Aleandra. Aku memberimu waktu untuk berpikir dan buatlah keputusan yang tepat untuk dirimu sendiri. Jika kau menyesal maka kau bisa menghubungi kekasihmu kembali, telepon masih ada di sofa tapi jika kau ingin bersama denganku maka setelah ini aku tidak mau melihat air matamu yang menangisi pria lain. Aku akan membiarkan kau menangis hari ini dan ini terakhir kali tapi jika kau sudah memilih aku dan masih menangisi pria lain maka aku akan mengeluarkan kedua bola matamu sehingga kau tidak bisa menangisi siapa pun lagi!"     

Aleandra mengusap air matanya, kenapa setiap perkataan yang diucapkan oleh Maximus selalu mengandung ancaman?     

"Kenapa kau selalu mengancam aku, Max? Aku hanya butuh waktu saja dan aku memerlukan hal ini untuk menumpahkan semua rasa yang menyesakkan dadaku!" ucap Aleandra seraya mengusap air matanya kembali.     

"Aku memang seperti ini, Aleandra. Aku tidak mau menyembunyikan apa pun darimu. Aku ingin kau tahu seperti apa aku agar kau tidak menyesal nantinya jika kau sudah memilih aku dan satu hal yang harus kau ingat, apa yang aku katakan bukan ancaman semata karena aku benar-benar akan melakukan setiap kata yang aku ucapkan!" ucap Max.     

Aleandra tidak menjawab, matanya bahkan terpejam. Dia tidak mau berpikir apa-apa lagi, mungkin dengan tidur bisa membuat suasana hatinya tenang. Semoga saja setelah dia terbangun, perasaan yang menyesakkan dadanya sudah tidak ada lagi.     

"Aleandra," Max memanggil tapi tidak ada jawaban. Aleandra dapat mendengarnya tapi dia memilih diam dan tidur. Lagi pula dia sudah lelah menangis, dia tidak mau memikirkan apa pun yang bisa membuat air matanya mengalir. Setelah dia bangun, semoga dia mendapati sesuatu yang berbeda.     

"Aleandra," Max kembali memanggil dan turun dari atas ranjang. Dia kembali mengintip, senyum terukir di bibir ketika melihat Aleandra seperti tertidur. Haruskah dia memaksakan diri masuk ke dalam dan bergabung dengan Aleandra? Sepertinya dia harus membuat kasur di bawah kasur seperti ranjang tingkat.     

Max beranjak, kali ini dia keluar dari kamar karena dia tidak ingin mengganggu Aleandra. Biarkan gadis itu tidur, dia harap Aleandra membuat keputusan terbaik untuk dirinya sendiri karena dia tidak mau memaksa jika Aleandra memang tidak mau bersama dengannya.     

Pintu kamar ditutup dengan pelan, Aleandra membuka mata dengan perlahan karena dia belum tidur. Dia sangat ingin tidur tapi kini matanya enggan terpejam. Aleandra diam saja, memikirkan banyak hal.     

Kebersamaannya dengan Max memang singkat tapi kebersamaan mereka lebih berkesan dari pada kebersamaannya dengan Fedrick. Walau dia dan Fedrick sudah menjalin hubungan selama bertahun-tahun tapi tidak ada kenangan manis yang bisa dia ingat. Dia bahkan sedang mencoba mengingat-ingat apa saja yang telah mereka lakukan berdua selama ini tapi ya... sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata.     

Aleandra keluar dari bawah ranjang, ternyata berada di tempat gelap dan sempit itu tidaklah menyenangkan. Setelah keluar dari bawah ranjang dengan susah payah, Aleandra berbaring di atas ranjang. Sepertinya dia sudah gila bersembunyi di tempat itu. Jangan-Jangan kebiasaan jelek Maximus menular pada dirinya.     

Entah bagaimana dia bisa masuk ke bawah ranjang yang sempit itu dia sendiri tidak tahu. Mata Aleandra menatap langit kamar, dia tahu Maximus bukan pria yang lemah lembut, dia tahu pria itu pemarah tapi apa yang selalu pria itu tunjukkan tidaklah palsu.     

Aleandra memejamkan mata, kenapa dia jadi bimbang? Bukankah dia sudah memutuskan sejak awal jika dia memilih bersama dengan Maximus tapi kenapa dia jadi bimbang? Tidak seharusnya dia bimbang seperti ini, tidak. Sebaiknya dia kembali membulatkan tekad dan tidak seperti orang yang sedang menyesal karena keputusan yang dia ambil sendiri. Dia harus ingat kenapa dia ingin mengakhiri hubungannya dengan Fedrick. Selain hubungan mereka yang tidak akan berhasil juga tidak mau Fedrick dan keluarganya terlibat dengan permasalahan yang sedang dia alami, dia juga tidak mau membuat Maximus kecewa.     

Dia akan keluar setelah keadaan hatinya membaik, untuk saat ini dia ingin tidur sebentar dan setelah itu dia akan menemui Maximus dan meminta maaf padanya. Walau perasaannya kacau, Aleandra tertidur tanpa sadar. Dia bahkan tidak tahu jika Maximus masuk ke dalam kamar.     

Max tersenyum, dia kira Aleandra masih berada di bawah ranjang. Sepertinya lain kali dia bisa mengajak Aleandra menghabiskan waktu di dalam lemari. Jangan-Jangan mereka punya hobi yang sama yaitu berada di tempat gelap dan sempit.     

Max naik ke atas ranjang dan berbaring di sisi Aleandra. Sial, dia benci mengakui tapi sepertinya dia benar-benar sudah jatuh hati pada gadis itu. Mata tajamnya tidak lepas dari wajah cantik Aleandra, jarinya bahkan sudah bermain di garis wajah gadis itu. Apa pernah ada yang membuatnya seperti ini? Tidak, hanya itu jawabannya dan dia tidak suka seorang gadis sudah mengacaukan dirinya seperti ini.     

Walau dia berkata Aleandra bisa pergi darinya tanpa syarat tapi sesungguhnya dia tidak rela. Max memeluk gadis itu dengan erat dan mendaratkan ciuman di dahi Aleandra.     

"Gadis bodoh! Gara-gara kau, aku jadi seperti ini!" ucapnya pelan.     

Aleandra tersenyum mendengarnya, dia sudah terbangun saat Max memeluknya tapi dia pura-pura tidur. Sekarang perasaannya sudah lebih baik, dia juga tidak menyesali keputusannya.     

Tangan Max membelai kepalanya, untuk kesekian kali ciumannya kembali mendarat di dahi Aleandra. Mata pria itu kembali memandangi Aleandra lalu dia kembali berkata, "Sial, aku tidak mau mengakuinya tapi kau sudah membuat aku jatuh cinta!"     

Perkataannya itu membuat Alaendra terkejut, dia sangat ingin membuka matanya tapi dia rasa tidak tepat jika dia melakukannya. Aleandra pura-pura tidur dengan jantung berdebar, sedangkan Maximus kembali memeluknya. Dia sangat berharap Aleandra memilihnya. Dia akan tahu jawaban gadis itu setelah dia terbangun nanti tapi untuk saat ini, dia ingin memeluk Aleandra walau sejenak.     

Aleandra berusaha tidur kembali tapi sayangnya tidak bisa, itu karena perkataan Maximus. Apa yang baru saja dia dengar adalah perasaan Max? Dia tahu pria itu tidak bercanda dengan apa yang telah dia ucapkannya. Diam-Diam Aleandra kembali tersenyum, dia bahkan memeluk Maximus dengan erat.     

Maximus memperhatikannya tapi dia tidak mau mengganggu walau sesungguhnya dia tahu Aleandra hanya pura-pura tidur saja. Dia bukan orang yang bisa mengungkapkan perasaannya dengan mudah tapi entah kenapa dia bisa melakukan hal itu pada Aleandra dan sialnya, hanya gadis itu saja yang membuatnya seperti itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.