Hi's Like, Idiot But Psiko

Maaf



Maaf

0Aleandra terbangun terlebih dahulu, dia sangat senang karena Maximus masih memeluknya. Sepertinya Max tertidur bersama dengannya. Aleandra bergerak dengan hati-hati, dia ingin mensejajarkan wajah mereka karena dia ingin memandangi wajah tampan Maximus.     

Senyum tipis terukir di bibir, sekarang perasaannya benar-benar sudah jadi ringan. Dia juga sudah merasa lega karena dia sudah berbicara dengan Fedrick dan mengakhiri hubungan mereka walau Fedrick tidak menerima keputusannya itu.     

Dia yakin Fedrick akan menyerah dengan sendirinya jika tidak menemukan keberadaannya. Dia juga yakin dengan seiring berjalannya waktu, Fedrick akan menemukan seseorang yang jauh lebih baik darinya dan dia berharap, semoga Fedrick tidak melakukan hal yang sama lagi dan mencurahkan waktu juga perhatian untuk kekasih barunya sehingga hubungan mereka tidak perlu kandas seperti hubungan mereka berdua saat ini.     

Aleandra memberanikan diri untuk memainkan jarinya di wajah Maximus. Dia sangat ingin melakukannya dan dia harap Maximus tidak terbangun dan memergoki apa yang dia lakukan. Bagaimanapun dia malu, dia juga takut Max akan marah karena dia sudah berani menyentuh pria itu.     

Sekali melakukannya dia jadi ingin melakukannya lagi. Kini dia memberanikan diri untuk mengusap wajah Max. Sial, wajahnya lebih halus dari pada wajah seorang wanita. Lain kali dia mau melihat apa yang Max gunakan agar wajahnya juga halus seperti itu.     

Jari jemari Aleandra sudah bermain di rambut tebal Max. Oh, astaga. Dia tidak bisa berhenti dan dia rasa dia akan segera ketahuan. Karena tidak mau hal itu terjadi, Aleandra menarik tangannya dengan terburu-buru tapi tiba-tiba saja Max menangkap telapak tangannya karena sesungguhnya Max sudah terbangun sejak tadi tapi dia ingin melihat apa yang hendak Aleandra lakukan.     

"Lakukan, aku tidak keberatan!" Max meletakkan telapak tangan Alendra ke wajahnya lagi.     

"Ma-Maaf, aku?" perkataan Aleandra terhenti saat Max membuka matanya dan menatapnya tajam. Entah kenapa tiba-tiba saja lidahnya jadi kelu.     

"Sudah aku katakan, aku tidak keberatan!" Max menutup matanya kembali. Tangannya melingkar di pinggang Aleandra dan memeluknya erat.     

Aleandra tersenyum tipis, tangannya kembali bermain di rambut Max. Max menikmati sentuhan tangannya begitu juga dengan Aleandra. Max bahkan menariknya semakin mendekat dan membenamkan wajahnya di dada Aleandra.     

Degupan jantung gadis itu dapat dia dengar, belaian napasnya yang hangat juga bisa dia rasakan di dahinya. Max tersenyum, matanya masih terpejam karena dia sangat menikmati belaian tangan Aleandra di rambutnya. Mereka bahkan tidak mengatakan apa pun tapi mereka sangat menikmati momen seperti itu.     

Entah sudah berapa lama mereka seperti itu, mereka tidak tahu yang pasti mereka sangat menikmatinya. Aleandra menarik tangannya, sudah cukup karena dia pikir sudah saatnya dia berbicara dengan Maximus.     

"Maafkan aku, Max," ucap Aleandra dengan pelan.     

"For what?" Max membuka matanya dan menatap gadis itu dengan tatapan tajamnya.     

"Maaf untuk sikap tidak menyenangkan yang aku tunjukkan tapi percayalah, aku menangis bukan karena aku menyesal telah mengakhiri hubunganku dengan Fedrick."     

"Untuk apa kau mengatakan hal ini padaku? Kau bisa pergi jika kau mau karena aku akan melepaskan dirimu!"     

"Tidak, Max!" Aleandra memeluknya erat karena dia takut Maximus pergi meninggalkan dirinya.     

"Jangan pergi dan tolong jangan buang aku!" ucapnya.     

"Semua tergantung keputusanmu, Aleandra. Aku tidak mau terlihat menyedihkan hanya karena cinta!"     

"Aku benar-benar minta maaf, Max. Kau tidak mengerti perasaan yang aku rasakan, bagaimanapun hubunganku dengannya baik-baik saja. Apa aku tidak boleh bersedih akan hal itu? Apa aku tidak boleh menangis? Hubunganku dengannya sudah terjalin lama tentu ada rasa sedih di hatiku tapi bukan berarti aku menyesali keputusanku yang telah mengakhiri hubungan kami walau Fedrick tidak mau. Pasti ada rasa sedih dan aku rasa tidak aku saja yang akan menangis saat mengakhiri hubungannya dengan orang yang pernah dicintai."     

Max menghela napas, dia memang tidak mengerti karena dia belum pernah mencintai seseorang dengan tulus. Mungkin dia yang terlalu keras, hati wanita memang berbeda. Mereka lemah dan sedikit rapuh. Sepertinya dia harus belajar mengenai hal ini agar dia bisa mengerti apa yang sedang Aleandra rasakan. Ck, dia benar-benar tidak suka tapi demi Aleandra maka akan dia lakukan.     

"Baik, mungkin aku yang tidak mengerti akan hal itu jadi lupakan karena yang aku butuhkan saat ini adalah jawaban darimu," Max mengangkat dagu Aleandra dan menatap matanya dengan lekat, "Apa kau sudah memutuskan mau bersama denganku atau tidak? Jawabanmu menentukan semuanya, Aleandra. Untuk kesekian kalinya aku mengatakannya padamu jika aku tidak memaksa!" ucap Maximus lagi.     

Aleandra tersenyum tipis, tangannya kembali mengusap wajah Max saat itu. Kali ini dia akan menjawab dengan benar karena dia sudah membuat keputusan yang tepat untuknya dan tentunya untuk mereka berdua. Dia tidak akan ragu dengan keputusannya dan dia tidak akan menyesalinya.     

"Aku sudah memutuskan untuk bersama denganmu, Max. Sebab itu aku memberanikan diri mengakhiri hubunganku dengan Fedrick walau sulit aku lakukan. Bukankah sudah aku katakan? Aku ingin bersama denganmu sebab itu aku tetap akan bersama denganmu seperti keputusan yang telah aku ambil."     

"Benarkah? Kau tidak akan menyesal, bukan?"     

"Aku akan lebih menyesal jika aku tidak memilih bersama dengan dirimu," ucap Aleandra tanpa ada keraguan lagi.     

"Kau yakin dengan keputusanmu? Kau harus tahu, kau tidak bisa mengubahnya lagi!"     

"Tentu aku yakin, Max. Aku memang ingin bersama denganmu!"     

Max tersenyum, jarinya sudah berada di bibir Aleandra dan mengusapnya perlahan. Jika begitu, Aleandra Feodora sudah menjadi miliknya walaupun gadis itu belum mengungkapkan perasaannya.     

"Jika begitu, kau sudah menjadi milikku dan aku tidak akan melepaskan dirimu untuk seumur hidupmu!"     

"Aku tidak keberatan," ucap Alendra.     

Maximus mendekatkan bibir mereka berdua dan memberikan kecupan ringan. Setelah melakukan hal itu, mereka berdua saling pandang. Aleandra tersenyum manis, tangannya kembali mengusap wajah tampan Max.     

"Pertemuan kita yang tanpa sengaja, apakah harus aku syukuri?" tanya Aleandra.     

"Itu sudah seharusnya, bukan?"     

"Perkataanmu tadi, apakah itu ungkapan perasaanmu padaku?" tanya Aleandra lagi tapi kini wajahnya tersipu.     

"Menurutmu, Aleandra? Aku bukan orang yang bisa mengungkap perasaanku dengan mudah, aku juga tidak pernah mengatakan hal itu sebelumnya tapi kau?" Maximus menghentikan ucapannya dan mengusap wajah Aleandra perlahan.     

"Tanpa aku inginkan dan tanpa kau sadari, aku sudah gila dan kau yang telah membuat aku seperti ini. Aku yang biasanya tidak peduli dengan siapa pun apalagi dengan seorang wanita tapi aku peduli denganmu. Aku sungguh tidak mengerti kenapa aku mau melakukan apa saja demi dirimu padahal aku bisa mengabaikan dirimu. Aku menyangkal diri dan menganggap aku sudah gila tapi tanpa aku sadari, ternyata aku sudah jatuh hati padamu!"     

Aleandra tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca. Padahal tidak ada yang spesial darinya. Dia bahkan lusuh, jauh dari kata menarik tapi kenapa Maximus memilih dirinya? Jujur dia sudah menanyakan hal ini berkali-kali. Apakah dia harus menanyakannya lagi?     

"Tapi kenapa?"     

"Stts!" Max meletakkan jarinya di bibir Aleandra sehingga ucapan Aleandra terhenti.     

"Jangan tanya kenapa karena aku juga tidak tahu. Apakah mencintai seseorang butuh alasan, Aleandra? Aku orang yang selalu mengikuti kata hatiku dan melakukan apa pun yang ingin aku lakukan. Sepertinya aku sudah mengatakan hal ini padamu sebelumnya."     

Aleandra kembali tersenyum, apakah yang sedang meluap di hatinya saat ini adalah perasaan bahagia? Aleandra memeluk Maximus kembali, apa pun yang dia rasakan saat ini, dia yakin itu memang perasaan bahagia.     

"Apa kau senang, Aleandra?" Max mengusap wajah gadis itu dan mendaratkan ciuman di dahinya.     

"Apakah tidak boleh?" Aleandra balik bertanya.     

"Tentu tidak, aku senang jika kau senang tapi sekali lagi aku katakan padamu, jangan kau kira aku mencintaimu lalu kau bisa berbuat sesuka hatimu dan jangan pernah mengkhianati cinta yang aku miliki padamu!"     

"Aku tahu, jika aku melakukannya maka aku tidak akan berakhir baik," ucap Aleandra.     

"Gadis pintar!" Max kembali mencium dahinya, sedangkan Aleandra tersenyum dengan ekspresi bahagia.     

Dia yakin dia tidak akan salah memilih, dia juga yakin jika dia mencintai pria itu dengan tulus, Max juga akan mencintainya dengan tulus. Mereka berdua masih berbaring seperti itu, Max mencium wajah Aleandra tanpa henti.     

"Ingat, Aleandra. Yang aku inginkan adalah hatimu jadi jangan membuat aku lama menunggu," bisik Maximus saat bibirnya sedang berada di telinga Aleandra.     

"Aku akan segera mengatakan padamu jika aku sudah jatuh cinta padamu."     

"Aku sangat menantikannya!" Max mengangkat dagu Aleandra dan mencium bibirnya.     

Tangan Aleandra sudah melingkar di tubuh Max, dan memeluknya erat. Ciuman yang Maximus berikan bukan ciuman penuh nafsu seperti yang biasa dia lakukan tapi itu ciuman penuh dengan perasaan dan tentunya Aleandra dapat merasakannya.     

Setelah mencium bibir Alenadra, Max juga mencium wajahnya tanpa henti dan setelah itu mereka kembali berpelukan.     

"Apa kita akan berpelukan sepanjang hari seperti ini?" tanya Aleandra. Gadis itu tampak menikmati belaian tangan Maximus.     

"Apa yang ingin kau lakukan, katakan padaku! Karena kau sudah memilih aku maka aku akan memberikan apa pun yang kau inginkan jadi jangan ragu untuk mengatakannya!"     

"Benarkah?"     

"Apa kau ragu?"     

"Tidak, aku tidak ragu!" jawab Aleandra.     

"Bagus, jadi?"     

"Aku ingin makan," ucap Aleandra.     

"Lalu?" Max mencium wajahnya kembali. Sepertinya itu akan menjadi kebiasaan menyenangkan yang akan dia lakukan setiap hari. Walau dia menginginkan Aleandra tapi sebelum gadis itu memberikan hatinya maka dia tidak akan menyentuh gadis itu. Walau itu sangat bertolak belakang dengan dirinya tapi lagi-lagi dan untuk kesekian kali, dia akan menahan diri hanya untuk Aleandra Feodora saja.     

"Bawa aku jalan-jalan dan melakukan hal yang menantang, aku bosan!"     

"Seperti keinginanmu, Aleandra!"     

Sebelum mereka beranjak, Max mencium bibir Aleandra dan setelah itu mereka berdua keluar dari kamar. Max menggendong Aleandra menuju dapur, dia juga memerintahkan pelayan untuk menyiapkan makanan untuk mereka.     

Aleandra tidak membantah tapi perlakuan yang ditunjukkan oleh Maximus benar-benar membuatnya merasa begitu dicintai dan begitu di sayangi. Dia juga tidak mau bertanya karena yang dia inginkan saat ini adalah menikmati cinta yang diberikan oleh Max dan menikmati kasih sayang dia pria itu berikan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.