Hi's Like, Idiot But Psiko

Kencan Pertama



Kencan Pertama

0Sebuah restoran menjadi pilihan, Aleandra sangat heran melihat banyaknya makanan yang terhidang di atas meja. Mereka hanya berdua saja, siapa yang akan menghabiskan semua makanan itu?     

Rasanya ingin bertanya tapi dia enggan. Mungkin saja Maximus punya hobi makan sehingga dia memesan banyak makanan seperti itu. Sebaiknya dia nikmati saja, semua makanan itu pasti habis nantinya.     

Aleandra tersenyum saat Maximus mengambil beberapa jenis makanan dan meletakkan di hadapannya.     

"Makan yang banyak," ucapnya.     

"Makanan sebanyak ini, siapa yang akan menghabiskannya?" tanya Aleandra.     

"Tentu saja kau yang harus menghabiskannya."     

"Apa? Aku mana sanggup!" jawab Aleandra.     

"Pelan-Pelan saja. Lihat tubuhmu itu? Kurus dan tidak berisi. Kau harus banyak makan agar tubuhmu berisi agar enak aku peluk nantinya."     

"Enak saja, aku tidak mau punya badan gemuk!" ucap Aleandra seraya membuang wajah.     

Maximus terkekeh, gemuk atau tidak yang pasti dia menyukai gadis itu apa adanya. Tapi jika bisa, dia ingin tubuh Aleandra sedikit berisi karena tubuhnya saat ini benar-benar kurus.     

"Sudahlah, makan pelan-pelan. Lagi pula kita tidak terburu-buru, aku ingin mengajakmu melihat matahari terbenam dan indahnya langit pada malam hari."     

"Benarkah?" Aleandra terlihat begitu senang. Semenjak dia tiba di tempat itu, dia belum pernah melakukan hal yang menyenangkan. Ini pertama kalinya dan dia sudah sangat tidak sabar.     

"Yeah, sebagai syaratnya kau harus menghabiskan semua makanan ini!"     

"Oh my God, tidak!" Aleandra melihat banyaknya makanan dan terlihat shock.     

"Apa tidak sanggup? Jika tidak maka aku tidak jadi mengajakmu pergi dan kita pulang setelah ini."     

"Apa? Jangan!" ucap Aleandra. Dia tidak mau gagal karena dia sangat menantikan momen itu.     

"Jika begitu?" Max melihat ke arahnya dengan senyum di wajah.     

"Akan aku makan," Aleandra mulai menikmati makanannya.     

Max tersenyum, sepertinya dia harus meminta bantuan ibunya untuk mengubah gadis itu agar Aleandra jadi suka makan karena ibunya juga hobi makan. Dia bahkan membayangkan ibunya dan Aleandra lomba makan, sepertinya akan menjadi lomba paling menegangkan.     

Aleandra menikmati makanannya pelan-pelan, dia rasa dia akan jadi gemuk jika Max selalu memintanya makan begitu banyak tapi memang itulah tujuannya. Membuat Aleandra gemuk agar enak di peluk. Terlalu kurus bukanlah tipenya.     

Setelah beberapa saat, Aleandra terlihat sudah tidak mampu. Dia sudah berhenti makan, jujur ini kali pertamanya makan begitu banyak. Dia rasa dia tidak akan makan lagi sampai dua hari kedepan karena rasa kenyang yang dia rasakan.     

"Kenapa kau berhenti?" tanya Maximus.     

"Beri aku waktu, Max. Perutku rasanya sudah tidak muat," Ucap Aleandra seraya menepuk perutnya yang sedikit membuncit.     

Max hanya tersenyum, dia tidak akan memaksa. Jika Aleandra tidak bisa menghabiskannya dia juga tidak akan marah. Lagi pula sudah tinggal sedikit.     

"Jika kau sudah tidak sanggup?"     

"Aku bisa!" sela Aleandra.     

Gadis itu kembali makan, tinggal sedikit dia pasti sanggup. Lagi pula dia tidak suka membuang makanan apalagi jika dia mengingat bagaimana sulitnya mendapatkan makanan ketika dia melarikan diri dulu bahkan dia tidak akan lupa ketika dia mengais tong sampah untuk mendapatkan makanan yang masih layak dia makan.     

"Aku hanya bercanda, Aleandra. Jangan memaksakan diri!"     

"Tidak apa-apa, Max. Kita tidak boleh menyia-nyiakan makanan karena banyak yang membutuhkan," Aleandra tersenyum sambil menikmati makanannya, "Tapi lain kali jangan pesan sebanyak ini, sepertinya aku akan mogok makan selama dua hari!" ucapnya lagi.     

"Sepertinya kau harus berguru dengan ibuku."     

"Kenapa? Apa ibumu pemenang kontes makan?" tanya Aleandra.     

Max terkekeh, dia sangat ingin Aleandra seperti ibunya tapi tunggu, apakah seleranya tidak beda jauh dengan ayahnya? Sepertinya demikian tapi beruntungnya Aleandra bukan pecinta Benjamin seperti ibunya atau jangan-jangan dia belum kenal dengan Benjamin saja.     

"Finish!" ucap Aleandra sambil terengah. Dia benar-benar sudah kenyang. Sepertinya dia butuh es cream setelah ini.     

"Aku sudah katakan jangan memaksakan dirimu," ucap Max.     

"Tidak apa-apa, setelah ini kau harus membelikan aku es cream!"     

Untuk kesekian kali, Max tersenyum. Hanya es cream saja akan dia belikan, bahkan bongkahan es kutub selatan pun akan dia bawakan jika Aleandra memintanya. Setelah makanan habis, mereka beristirahat sejenak dan setelah itu Max mengajak Aleandra pergi.     

Es cream sudah berada di tangan, Aleandra merangkul lengan Maximus seraya menikmati es creamnya. Aleandra tersenyum sambil melihat Max sesekali. Walau dia tidak tahu bagaimana dengan perasaannya tapi mereka sudah bagaikan pasangan kekasih.     

"Setelah ini kita mau ke mana, Max?" Tanya Aleandra.     

"Kau akan tahu nanti, sekarang habiskan es creamnya karena aku tidak suka ada yang makan di mobilku!"     

"Baiklah, baik. Dasar Tuan pecinta lemari!"     

"Kau bilang apa?"     

"Tidak ada!" Aleandra melepaskan tangan Maximus dan berlari pergi menuju mobil mereka.     

Max hanya berjalan dengan santai, harinya benar-benar berubah dan tentunya jadi menyenangkan setelah ada Aleandra. Dia tidak menyangka akan seperti ini, tidak sebelum kemunculan gadis itu.     

Aleandra berlari ke arahnya kembali dan memeluk lengannya, Max melihatnya dengan tatapan heran apalagi Aleandra terlihat ketakutan dan melihat keluar sana seperti ada sesuatu.     

"Ada apa?" tanya Max.     

Aleandra menggeleng, entah kenapa dia jadi takut jika bertemu dengan orang yang mencurigakan. Sepertinya dia jadi trauma karena setiap dia bertemu dengan orang yang mencurigakan maka dia akan menganggap orang itu adalah para penjahat yang menginginkan dirinya.     

"Tidak perlu takut, ada aku," Max merangkul pinggangnya. Dia tahu apa yang ditakutkan oleh Aleandra. Setelah apa yang dia alami, sepertinya dia mengalami trauma tapi dia ingin Aleandra tidak takut seperti itu dan terlihat lemah.     

"Maaf, aku tidak bermaksud?"     

"Tidak apa-apa, Aleandra. Tapi berjanjilah satu hal, kau tidak akan takut seperti ini lagi. Jangan jadi lemah hanya karena orang-orang itu. Jika kau lemah dan takut hanya karena bertemu dengan orang-orang yang kau anggap mencurigakan bagaimana kau bisa mengalahkan musuh-musuhmu nanti?"     

"Baiklah, maafkan aku."     

"Angkat wajahmu," Max mengangkat dagu Aleandra, "kau bersama denganku saat ini jadi jangan takut dengan apa pun!"     

Aleandra mengangguk dan tersenyum, wajahnya pun diangkat. Dia memang harus menyingkirkan rasa takut yang dia rasakan saat ini karena apa yang Max katakan sangat benar.     

"Ayo kita pergi sekarang," ucap Maximus.     

Aleandra melihat sana sini dan setelah itu dia melihat ke arah Maximus. Ya, dia tidak perlu takut lagi dan harus membuang rasa takut itu jauh-jauh. Mereka melangkah menuju mobil, mereka hanya pergi berdua saja karena Maximus tidak mau ada yang mengganggu waktu mereka berdua.     

Aleandra tampak heran karena Max membawanya pergi jauh dari kota. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore. Dia bahkan tertidur karena lamanya perjalanan. Max tersenyum melihatnya, seharusnya dia membawa Aleandra menggunakan helikopter tadi tapi jika terlalu cepat tiba maka mereka akan membuang banyak waktu dan jadi bosan sebelum mendapatkan pemandangan yang menakjubkan.     

Agar Aleandra bisa berbaring dengan nyaman, Max menurunkan sedikit tempat duduknya. Setelah makan dengan kenyang lalu tertidur, bagus. Dengan begitu Aleandra akan cepat gemuk.     

Setelah menempuh waktu beberapa jam, Aleandra terbangun karena merasakan mobil mulai melambat dan berhenti. Gadis itu melihat sana sini dan mengusap wajahnya.     

"Apa kita sudah tiba?" tanyanya.     

"Ya," Jawab Max singkat.     

"Di mana kita, Max?" Aleandra melihat sana sini dan terlihat tidak mengerti karena mereka seperti berada di sisi tebing. Suara deburan ombak juga terdengar, bau laut pun tercium. Di mana mereka sekarang?     

"Ayo turun," ajak Maximus. Dia turun terlebih dahulu dan setelah itu Max melangkah menuju sisi mobil lain untuk membukakan pintu untuk Aleandra.     

Aleandra tersenyum ketika Max mengulurkan tangan. Suara deburan ombak semakin terdengar. Angin sepoi berhembus, dia sangat yakin jika mereka berada di laut tapi kenapa lautnya tidak terlihat?     

"Kita di mana, Max?" tanya Aleandra.     

"Kemarilah," Max membawanya menuju sisi tebing. mata Aleandra terbelalak melihat laut berada di bawah sana. Laut biru yang terbentang indah dengan air yang begitu jernih.     

"Oh my God," Aleandra menutup mulut dan terlihat tidak percaya. Dia belum pernah melihat tempat seindah itu.     

"Bagaimana? Kau suka, bukan?" tanya Max seraya memeluknya dari belakang.     

"Tentu saja, ini sangat menakjubkan," Aleandra mengusap wajah Maximus dan mencium pipinya, "Terima kasih, Max. Aku tidak akan melupakan kencan pertama kita," ucapnya.     

Max tersenyum, kencan pertama? Terdengar menyenangkan. Dia masih memeluk Aleandra dari belakang, waktu seperti itulah waktu yang tepat melihat matahari terbenam. Laut terlihat berwarna jingga karena sinar matahari yang mulai menenggelamkan diri.     

Aleandra benar-benar terlihat kagum. Tidak hentinya dia memuji keindahan tempat itu. Hari ini dia benar-benar senang. Tidak saja tempat yang indah tapi perhatian yang Maximus berikan membuatnya bahagia.     

Mereka berdiri di sisi tebing sampai Matahari tidak terlihat lagi, mereka bahkan cukup lama berdiri di sana. Aleandra mengira Maximus akan mengajaknya pulang apalagi lampu mobil sudah dinyalakan tapi ternyata tidak, Max menggendong Aleandra dan mendudukkannya di atas kap mobil, sedangkan pria itu bersandar di sisinya.     

"Apa kita tidak akan pulang?" tanya Aleandra.     

"Lihatlah langitnya, Aleandra," Tangan Max menunjuk ke atas.     

"Oh my God," lagi-lagi perkataan itu terucap di bibir Aleandra. Tidak saja laut yang indah dan matahari terbenam tapi bintang-bintang yang bertabur di atas langit tampak begitu indah.     

Aleandra bergeser, mendekati Maximus. Dia tidak menduga pria itu akan membawanya melihat pemandangan alam yang begitu menakjubkan.     

"Thanks, Max," ucap Aleandra. Hatinya dipenuhi dengan kebahagiaan oleh pria itu.     

Max beranjak, berdiri di depan Aleandra. Mereka berdua saling pandang, tempat itu terang karena sinar bulan yang bersinar dengan terang.     

"Hanya kau yang aku bawa ke sini, Aleandra," ucapnya seraya mengusap wajah Aleandra.     

Aleandra tersenyum, ciuman lembutnya mendarat di dahi Maximus dan setelah itu dia kembali mengucapkan terima kasih karena Max sudah mengajaknya ke tempat indah itu.     

"Terima kasih, hari ini aku benar-benar bahagia karena dirimu."     

"Aku senang mendengarnya," Max mendekatkan bibir mereka dan memberikan ciuman lembut di bibir Aleandra.     

Kedua tangan Aleandra sudah melingkar di lehernya saat mereka saling pandang dengan senyum menghiasi wajah. Max kembali mencium bibirnya dengan mesra. Tidak perlu banyak berbicara tapi mereka sangat menikmati malam indah itu di mana langit begitu indah dan deburan ombak memecah keheningan.     

Mereka tidak juga pergi, mereka berdua berbaring di atas kap mobil untuk menikmati langit malam yang semakin indah dan menakjubkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.