Hi's Like, Idiot But Psiko

Kita Harus Waspada



Kita Harus Waspada

0Musuh sudah mengintai karena Maximus hanya berdua bersama dengan Aleandra tanpa anak buah bahkan Jared sang asisten pribadi kepercayaannya tidak bersama dengan mereka. Max memang sengaja tidak membawa siapa pun agar tidak ada yang mengganggu kebersamaan mereka tapi sayangnya musuh mengincar mereka saat itu.     

Tentunya Austin pelakunya, dia sudah mengintai mereka dan merasa ini adalah kesempatan emas karena Maximus hanya berdua saja dengan kekasihnya. Maximus pasti tidak akan berkutik jika nyawa sang kekasih dan bayinya sedang terancam. Pria itu benar-benar tidak waspada pergi tanpa anak buah apalagi mereka pergi ke tempat terpencil yang cukup jauh.     

Austin sudah menunggu dengan dua puluh anak buahnya. Mereka akan mencegat Maximus saat di tengah jalan nanti lalu menghabisi mereka berdua. Dua puluh anak buah sudah bersiap. Sisi jalan yang dipenuhi oleh pepohonan tinggi menjadi pilihan paling tepat untuk melancarkan aksi mereka.     

Oliver tidak turun tangan karena Austin berkata dia bisa mengatasi masalah itu sendirian. Seandainya dia tidak bisa membunuh Maximus, setidaknya dia bisa membunuh Aleandra. Dia yakin hal itu pasti akan terjadi, menyerang Maximus yang sedang tidak memiliki pengawal adalah kesempatan langka yang tidak boleh dia lewatkan.     

Maximus dan Aleandra masih berada di sisi tebing. Mereka masih berbaring di atas kap mobil dan menikmati langit malam yang semakin indah. Aleandra benar-benar tidak mau kembali tapi mereka tidak mungkin menginap di tempat itu.     

"Sudah mau kembali atau belum?" tanya Maximus seraya mengusap kepala Aleandra.     

"Rasanya tidak mau tapi aku tidak mau tidur di sini," ucap Aleandra.     

"Jika begitu ayo kita kembali, kita bisa datang lagi lain waktu."     

"Janji akan bawa aku ke sini lagi?" Aleandra memandanginya sejenak.     

"Tentu!" Maximus turun dari atas kap mobil dan setelah itu Max mengulurkan kedua tangannya ke arah Aleandra, "Kemarilah!"     

Aleandra tersenyum dan mengulurkan kedua tangannya. Max menggendong Aleandra turun dari atas kap mobil. Walau tempat itu hanya disinari dengan cahaya sinar bulan tapi mereka masih bisa saling melihat satu sama lain.     

"Sudah malam, kita kembali tapi nanti aku akan mengajakmu ke sini lagi jika kau memang suka berada di tempat ini."     

"Terima kasih, Max," Aleandra benar-benar senang.     

"Ayo pulang," ajak Maximus seraya mencium bibirnya.     

Aleandra mengangguk, mereka pun berjalan menuju sisi mobil. Maximus bahkan membukakan pintu mobil untuk Aleandra dan memakaikan sabuk pengaman untuknya. Aleandra tidak membantah, dia menerima semua perlakuan manis yang diberikan oleh pria itu apalagi dia sudah memutuskan untuk bersama dengan Maximus.     

"Sudah siap jalan?" tanya Max setelah mesin mobil dinyalakan.     

"Tentu saja, aku jadi lapar lagi," Aleandra mengusap perutnya yang lapar. Padahal siang tadi dia makan begitu banyak tapi kenapa sekarang jadi lapar? Sepertinya cacing yang ada di dalam perutnya sudah melahap habis semua makanan yang dia makan tadi siang.     

"Jika begitu kita pergi makan terlebih dahulu sebelum kita pulang!"     

Aleandra mengangguk, pandangannya menatap keluar sana yang tampak gelap. Sepertinya tempat itu sangat cocok dijadikan tempat camping, jika dia mengajak mungkin saja Maximus mau melakukan hal itu dengannya.     

"Lain kali bagaimana jika kita camping di sini?" tanya Aleandra. Pandangannya berpaling, kini dia memandangi Maximus dengan senyum menghiasi wajah.     

"Boleh jika kau menginginkannya," Max membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi karena dia ingin segera tiba di restoran.     

"Jika kau tidak mau dan tidak suka, aku tidak akan memaksa," ucap Aleandra.     

"Aku tidak keberatan, Aleandra. Aku pasti akan melakukannya untukmu. Apa pun itu, sudah aku katakan jangan ragu untuk mengatakan apa yang kau inginkan karena aku akan memberikan apa pun yang kau mau!"     

Aleandra tersenyum, dia tidak berkata apa-apa lagi dan bersandar di kursi mobil dengan nyaman. Matanya kembali melihat ke luar sana, sepertinya dia akan di manja setelah ini.     

Mobil melintas di jalanan yang sepi dengan kecepatan tinggi, di kejauhan Austin sudah menunggu dengan tidak sabar. Mereka semua tampak waspada karena begitu mobil melintas, mereka akan menembak mobil itu dan melumpuhkannya.     

Tidak akan ada mobil lain yang melintas di tempat itu, jika ada pun paling hanya satu atau dua mobil. Lagi pula dia sudah tahu mobil Maximus, dia tidak mungkin salah target.     

Max masih membawa mobilnya dengan cepat namun santai. Dia dan Aleandra bahkan berbincang sesekali untuk mengusir rasa bosan dan keheningan di antara mereka.     

"Apa besok kau akan mengajak aku pergi ke kantor, Max?" tanya Aleandra.     

"Apa kau masih mau bekerja di kantor?" tanya Max seraya melirik ke arahnya.     

"Tentu, aku tidak mau sendirian di rumah."     

"Baiklah, jika itu maumu. Aku akan mengajakmu ke kantor dan mengajakmu pulang ke rumah keluargaku."     

"Apa? Jangan, Max!" tolak Aleandra.     

"Kenapa, Aleandra? Apa kau tidak mau bertemu dengan keluargaku?"     

"Bukan begitu," Aleandra menunduk. Bukannya dia tidak mau bertemu dengan keluarga Maximus, dia hanya merasa jika dia tidak pantas bertemu dengan keluarga Maximus. Lagi pula dia malu, memangnya siapa dirinya?     

Walau dia sudah pernah bertemu dengan kedua orangtua Max tapi dia tidak berani bertemu dengan yang lainnya. Bagaimana jika mereka tahu jika dia adalah buronan? Tidak ada yang suka dengan buronan sebab itu dia tidak berani dan tidak memiliki rasa percaya diri untuk bertemu dengan keluarga Max.     

"Apa yang kau pikirkan, Aleandra?" tanya Maximus.     

"Tidak, sebaiknya tidak membawa aku bertemu dengan keluargamu karena aku tidak mau mempermalukan dirimu!" jawab Aleandra.     

"Kenapa kau berpikir seperti itu, Aleandra? Apa yang kau pikirkan tentang keluargaku?"     

"Tidak ada, aku hanya merasa tidak pantas dan aku rasa belum saatnya bertemu dengan keluargamu," ucap Aleandra.     

"Ck, keluargaku tidak seperti yang kau bayangkan tapi jika kau belum siap maka aku tidak akan memaksa. Aku harap lain kali kau tidak menolak karena aku sangat ingin kau bertemu dengan mereka."     

"Baiklah," Aleandra tersenyum, "Tapi besok aku belum siap, berikan aku waktu. Aku akan berusaha melayakkan diri agar tidak membuatmu kecewa dan agar aku tidak malu bertemu dengan keluargamu," pinta Aleandra.     

"Baiklah," Max mengusap kepalanya dan kembali berkata, "Aku tunggu," ucapnya lagi.     

Aleandra mengangguk dan tersenyum, dia kembali bersandar dengan nyaman. Matanya melihat jalanan yang hening, benar-benar tidak ada satu kendaraan pun yang lewat selain mereka. Tentunya kesunyian itu dimanfaatkan dengan baik oleh Austin, seorang anak buah yang berjaga agak jauh mengatakan jika mobil target sudah berada tidak jauh dari mereka.     

Austin memerintahkan anak buahnya untuk waspada, senjata api sudah mereka siapkan. Rencananya adalah, mereka akan menembak mobil Maximus dengan bazoka hingga mobil itu terguling dan setelah itu mereka akan menyerang.     

Max mulai curiga, matanya yang sudah terbiasa melihat di kegelapan malam mulai melihat sesuatu yang bergerak di balik pohon. Sepertinya ada yang tidak beres. Dia bukan orang yang sembarangan pergi tanpa perhitungan karena dia tahu banyaknya musuh yang menginginkan nyawanya.     

Laju mobil mulai melambat, hal itu membuat anak buah Austin was-was. Aleandra sangat heran apalagi saat Maximus menghentikan mobilnya di sisi jalan. Pria itu bahkan terlihat begitu waspada.     

"Ada apa, Max?" Aleandra melihat sekeliling dengan heran.     

"Sepertinya kita tersesat," ucap Maximus pura-pura.     

"Tidak mungkin!" Aleandra melihat sana sini dengan ekspresi khawatir. Mana mungkin mereka tersesat apalagi hanya ada satu jalan saja.     

"Sial, dia berhenti!" anak buah Austin memberi laporan.     

"Kenapa?" tanya Austin. Padahal dia sudah bersiap dengan bazoka yang akan di tembakan ke mobil Max saat mobilnya melintas.     

"Aku tidak tahu, mereka tidak keluar dari mobil," jawab sang anak buah.     

"Jika begitu terus pantau dan katakan padaku apa yang sedang mereka lakukan!" perintah Austin. Ini di luar dugaan, apakah mereka sudah ketahuan? Tapi tidak mungkin, mereka bersembunyi di balik pohon untuk memantau target tanpa adanya penerangan yang bisa membuat mereka ketahuan jadi tidak mungkin Maximus bisa mengetahui keberadaan mereka tapi dia tidak tahu, Maximus sudah bersembunyi di dalam lemari yang gelap sejak kecil jadi matanya benar-benar sudah terbiasa di tempat gelap.     

"Baik!" sang anak buah merangkak di balik semak-semak agar dia bisa melihat lebih jauh apa yang sebenarnya sedang dilakukan oleh Maximus tapi karena tindakan yang dia lakukan semakin membuat Maximus curiga karena semak-semak yang bergoyang. Tidak mungkin itu ular karena gerakan semak-semak yang tampak aneh, tidak mungkin pula rusa karena jika itu binatang, dia bisa melihat binatang itu.     

"Sekarang bagaimana, Max. Apa kita harus berbalik arah?" tanya Aleandra.     

"Tidak perlu khawatir," Max mendekatinya dan berpura-pura mengencangkan sabuk pengaman yang dipakai oleh Aleandra.     

"Sepertinya ada yang mengintai, aku ingin kau waspada karena sepertinya akan terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan," bisiknya.     

"What? Apa maksudmu?" tanya Aleandra tidak mengerti.     

"Ada musuh yang mengintai jadi kita harus waspada. Siapa pun yang ada di depan sana, aku harap kau bersiap dan jangan takut. Kau mengerti?" Max melihatnya dengan tatapan tajam, dia harap Aleandra tidak merepotkan dirinya karena hanya mereka berdua saja saat ini. Dia bisa melawan orang-orang itu tapi jika Aleandra lemah dan menjadi ancaman maka dia tidak yakin bisa menang melawan siapa pun yang akan menghadang mereka nanti.     

"Siapa, Max? Apakah mereka orang-orang yang menginginkan aku?" tanya Aleandra. Dia curiga demikian karena mengingat dua orang yang mencurigakan saat mereka keluar dari restoran. Bisa saja orang-orang itu mengikuti mereka dan sekarang akan menyergap mereka.     

"Aku tidak tahu, Aleandra. Tapi aku ingin kau berjanji satu hal padaku, jangan menjadi bebanku karena aku tidak bisa menghadapi mereka jika kau takut dan lemah!" pinta Maximus.     

"Aku berjanji," ucap Aleandra. Dia tidak akan merepotkan Max. Siapa pun yang akan mereka lawan nanti, dia harus berani melawan mereka dengan kemampuan yang ada.     

"Bagus, sekarang kita kembali jalan," Max kembali duduk dengan benar dan mulai menjalankan mobilnya.     

"Mobil mereka kembali berjalan," anak buah Austin yang bersembunyi di semak-semak sedari tadi memberi laporan.     

"Siap semuanya!" Austin dan anak buahnya bersiap. Satu dari anak buah membawa bazoka di bahu dan bersembunyi di balik pohon. Dia sudah siap menembak.     

Max membawa mobilnya dengan mata yang waspada, sedangkan Aleandra terlihat tegang. Mereka tidak bersuara karena mereka harus waspada. Austin dan anak buahnya mulai bersiap apalagi mobil yang dibawa oleh Maximus sudah mulai terlihat dari kejauhan. Kali ini dia sangat yakin pasti akan berhasil, anak buah yang memegang bazoka sudah siap menembak saat mobil sudah mendekat dan saat itu jarak mobil yang dibawa oleh Maximus tinggal beberapa meter saja dari lokasi mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.