Hi's Like, Idiot But Psiko

Serangan Austin



Serangan Austin

0Lampu mobil yang menyinari jalan sudah terlihat dari kejauhan. Dengan keadaan yang gelap, Max tidak akan tahu saat peluru bazoka di tembakan ke arahnya. Seandainya tahu pun, dia tidak akan bisa menghindari peluru bazoka itu.     

Tiba-Tiba Austin jadi tegang, sial. Jika dia gagal maka dia akan berakhir tragis karena dia tahu siapa yang sedang dia lawan. Seandainya dia bisa melarikan diri pun dia rasa para anak buah yang bersama dengannya tidak mungkin selamat.     

Max dan Aleandra begitu waspada, sejauh ini musuh belum terlihat tapi mereka merasa jika musuh sebentar lagi akan beraksi. Sepertinya mereka sudah harus menyiapkan senjata api yang bisa mereka gunakan nanti.     

"Tekan tombol itu, Aleandra!" perintah Maximus.     

Aleandra menekan tombol yang Max tunjuk, dia harus mengikuti semua perintah Maximus di situasi seperti ini. Tombol sudah ditekan, Aleandra terkejut saat tutup terbuka dan puluhan senjata api berada di dalam sana.     

"Ambil yang kau butuhkan, Aleandra. Aku punya firasat musuh yang kita hadapi akan sangat banyak."     

Aleandra mengangguk, dua pistol diambil dan juga beberapa selongsong senjata api yang terisi penuh. Dia juga mengambil sebuah pisau yang ada di dalam, mungkin saja dia membutuhkan senjata itu.     

Mobil sudah mendekat dan semakin dekat ke arah musuh. Austin sudah mengangkat tangannya, dia akan memberi perintah saat mobil berada di titik yang sudah mereka tentukan. Maximus memutar setir mobilnya ke kanan karena saat itu jalanan menikung walau tidak tajam.     

Austin jadi tegang, begitu juga dengan para anak buahnya. Napas mereka tampak memburu karena mobil semakin dekat. Mata Aleandra begitu waspada apalagi Max berkata musuh mengintai mereka dari sisi jalan.     

Mereka benar-benar waspada dan ketika mobil mereka sudah hampir tiba dan sedikit lagi mencapai di titik yang ditentukan oleh Austin, pria itu langsung membuka tangannya sebagai syarat kepada anak buahnya jika sang anak buah sudah boleh menembak.     

Peluru bazoka di tembakan ke arah mobil Maximus. Peluru melesat dengan kecepatan tinggi dari arah depan. Max masih belum sadar, sedangkan Aleandra melihat sana sini. Aleandra terkejut saat melihat sesuatu melesat ke arah mereka dengan kecepatan tinggi.     

"Awas, Max!" teriak Aleandra sambil menunjuk ke arah kanan.     

Max mengumpat, akhirnya yang dia tunggu. Setir mobil di putar ke kiri dengan kecepatan penuh sehingga mobil berputar di jalanan. Peluru bazoka sudah mendekat dan menghantam bagian belakang mobilnya.     

Suara ledakan terdengar, bagian belakang mobil terangkat ke atas. Teriakan Aleandra juga terdengar karena bagian depan mobil hampir mencium aspal. Max mengumpat tapi dia segera menguasai kemudi mobilnya lagi dan menginjak rem mobilnya. Mobil mereka mulai di hujani dengan timah panas, peluru bazoka pun kembali di tembakan. Max mengumpat dan memudurkan mobilnya kebelakang. Walau bagian belakang mobilnya hancur tapi setidaknya mobilnya masih bisa jalan.     

Suara ledakan terdengar karena peluru bazoka menghantam pepohonan. Austin tampak kesal karena Max bisa menghindari dua peluru bazoka yang di tembakan oleh anak buahnya.     

"Apa kau bisa menyetir mobil, Aleandra?" tanya Maximus.     

"Tentu," jawab Aleandra.     

"Segera ambil kendali mobil ini!" perintah Maximus.     

Sabuk pengaman dibuka, Max menarik sebuah senjata api laras panjang dari bawah kursinya. Aleandra terkejut, tapi bukan saatnya untuk kagum apalagi timah panas masih menghujani mobil mereka. Tanpa membuang waktu, mereka sudah berganti posisi dan sekarang Aleandra yang memegangi setir mobil.     

"Kau siap? Sepertinya kita akan sedikit berpesta," Ucap Maximus.     

"Tentu, aku sudah tidak sabar!" tiba-tiba saja Aleandra sudah masuk ke dalam peran, anggap saat ini dia sedang melakukan pekerjaannya yang berbahaya.     

"Go!" perintah Maximus seraya menurunkan kaca jendela mobil.     

Aleandra segera menjalankan mobil, Karena Austin dan anak buahnya terus menembak jadi dia sudah tahu posisi mereka. Mobil itu anti peluru, jadi mereka akan aman jika mereka bisa menghindari peluru bazoka. Aleandra menjalankan mobilnya ke sisi kiri sesuai dengan perintah Maximus, mereka memiliki rencana untuk melumpuhkan musuh mereka nanti.     

"Sial, jangan biarkan dia kabur!" teriak Austin karena dia pikir Maximus hendak kabur.     

"Tembak, habisi mereka!" teriak Austin lagi.     

Mereka terus menembaki mobil Max, Aleandra membawa mobil dengan baik bahkan dia harus menghindari sebuah peluru bazoka yang kembali di tembakan. Suara ledakan dan pistol memecah keheningan malam di jalanan yang sepi. Aleandra membawa mobil dengan kecepatan tinggi dan setelah mereka sedikit menjauh, Aleandra memutar setir mobil ke kanan sehingga mobilnya berputar arah.     

Kini posisi Maximus sudah berada di kanan di mana musuh berada, sekarang gilirannya setelah musuh menghujani mereka dengan timah panas dan tanpa membuang waktu, Max menghujani para musuh dengan senjata api laras panjangnya.     

Beberapa anak buah Austin tertembak, beberapa lagi bersembunyi bersama dengan Austin. Pria itu mengumpat dari balik persembunyian, mereka tidak memiliki kesempatan lagi untuk menembak. Mobil yang dibawa oleh Aleandra sudah berhenti, Maximus bahkan sudah keluar dari mobilnya dan berdiri di sisi mobil sambil menyisir sisi jalan di bagian kanan dengan peluru yang tidak juga berhenti di tembakan dari senjata otomatisnya.     

Dia bukan pengecut, dia bahkan tidak takut walau tidak ada yang melindungi. Aleandra bahkan sudah berdiri di sisinya dan membantunya menembaki apa saja bahkan Aleandra harus mengisi senjata apinya yang kosong. Pepohonan yang tumbuh di sisi jalan hancur berantakan oleh timah panas dari senjata api mereka. Austin tidak berkutik, dia belum bisa membalas tembakan dari Max. Dia akan menghabisi pria itu saat peluru senjata apinya sudah habis tapi sayangnya itu hanya permulaan.     

Tembakan sudah berhenti, hanya terdengar mesin senjata api saja yang berputar. Max melemparkan senjata api yang sudah kosong ke atas aspal tapi sebuah senjata lain yang sudah siap di punggung diambil.     

Senjata itu di kokang lalu di tembakan ke arah pepohonan di mana anak buah Austin bersembunyi. Mereka hendak menyerang balik tapi ketika Max menembakkan senjata apinya, sebuah ledakan terjadi. Teriakan anak buah Austin terdengar, tubuh mereka yang terkena ledakan pun terpental.     

"Mundur!" suara teriakan Austin terdengar. Dia harus mundur karena banyak anak buahnya yang gugur.     

"Mau lari dariku?" senjata api kembali di kokang dan di tembakan ke arah pepohonan dan lagi-lagi suara ledakan terdengar. Teriakan anak buah Austin kembali terdengar, tubuh mereka bahkan terpental.     

Max membuang senjata apinya yang sudah kosong dan menarik dua pistol yang ada di pinggang. Max dan Aleandra melangkah maju untuk menghabisi musuh yang tersisa, mereka tampak waspada apalagi hutan yang lumayan gelap.     

Mereka terus berjalan maju, memeriksa setiap pepohonan karena mungkin saja musuh bersembunyi di balik pepohonan yang ada. Aleandra memberikan isyarat jari pada Max jika dia akan berjalan ke arah lain. Max hanya mengangguk, dia pun berjalan ke arah sisi yang berlawanan.     

Mereka mengendap untuk mencari musuh yang tersisa, suasana hening dan jadi menegangkan. Aleandra mencari dari balik pohon ke pohon lain begitu juga dengan Maximus. Ke mana para musuh tadi? Kenapa tiba-tiba hening?     

Beberapa anak buah Austin yang tersisa bersembunyi dengan luka tembak dan juga akibat ledakan. Mereka tampak waspada apalagi suara langkah kaki mendekati mereka.     

Mereka harus kabur dari tempat itu karena mereka tidak mau mati seperti rekan mereka. Suara langkah kaki yang mendekati mereka sudah menjauh, itu kesempatan untuk mereka. Max menghampiri Aleandra karena dia tidak menemukan satu musuh pun. Aleandra masih waspada, matanya mengawasi sana sini.     

"Ayo kita pergi, sepertinya mereka sudah kabur," ucap Max. Hutan yang lebat tidak memungkinkan mereka mencari apalagi mereka tidak memiliki alat yang memadai.     

"Kau benar," ucap Aleandra seraya menurunkan pistol yang sedari tadi sudah terangkat. Aleandra menghampiri Max tapi Max mengangkat tangannya sehingga langkah Aleandra terhenti. Samar-Samar mereka bisa mendengar suara dedaunan kering yang diinjak, mereka berdua saling pandang dan dalam satu anggukan mereka menembakkan senjata api mereka berkali-kali ke arah datangnya suara.     

Mereka berdua saling pandang dan setelah itu mereka melangkah ke arah itu untuk melihat apakah mereka mengenai musuh atau tidak. Senjata api mereka kembali terangkat, mereka melangkah dengan hati-hati. Jantung Aleandra berdebar, dia harap semua segera berakhir agar mereka bisa pulang.     

Mereka semakin dekat tapi tiba-tiba saja seorang anak buah Austin menyerang mereka dari balik pohon.     

"Aku bunuh kau!" teriaknya seraya menyabetkan pisau yang ada di tangan ke arah punggung Aleandra.     

"Aleandra!" Max berteriak dan menarik gadis itu dengan cepat. Aleandra terkejut Karena hal itu, pisau yang disabetkan mengenai lengan Maximus dan membuat sebuah luka lebar di sana.     

"Max!" Aleandra berteriak.     

Anak buah Austin hendak menyabetkan pisaunya lagi tapi Maximus sudah menembakkan senjata apinya berkali-kali ke kepala orang itu.     

Aleandra panik melihat luka di lengan Maximus yang mengeluarkan banyak darah. Luka itu pasti dalam dan butuh jahitan.     

"Max, tanganmu," Aleandra mengambil pisau dan merobek bajunya untuk menekan luka yang terdapat di lengan Maximus.     

"Hanya luka ringan saja, tidak perlu khawatir."     

"Ini bukan luka ringan, ayo kita pergi saja," ajak Aleandra.     

"Kau mengkhawatirkan aku, Aleandra?"     

"Ya, aku mengkhawatirkan dirimu. Luka ini kau dapat gara-gara menolong aku jadi ayo kita pulang. Aku rasa mereka semua sudah mati jadi aku rasa sudah cukup," ucap Aleandra dengan nada khawatir. Dia tidak menyangka mereka akan diserang secara tiba-tiba.     

Max melihat sekeliling, dia tahu orang yang menyerangnya saat ini sudah kabur. Siapa pun itu, jika sampai berani menyerangnya lagi maka tidak akan dia biarkan. Aleandra terlihat begitu mengkhawatirkan dirinya, sebaiknya mereka pergi karena dia tidak mau membuat Aleandra mengkhawatirkan dirinya lebih dari pada itu.     

"Baiklah, ayo kita pergi," ajak Max seraya mengusap kepala Aleandra.     

Mereka pergi dari tempat itu, Aleandra yang akan membawa mobil karena lengan Max yang terluka. Walau Maximus tidak mempedulikannya tapi Aleandra tetap memaksa membawa mobil yang sudah sedikit hancur.     

Selama di perjalanan kembali, Max menghubungi Jared untuk mendatangi lokasi dan membersihkannya. Walau dia belum menangkap pelaku dan juga belum tahu siapa yang begitu berani menyerang mereka secara tiba-tiba tapi jika suatu saat nanti hal itu terjadi lagi maka dia tidak akan membiarkan siapa pun itu lari.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.