Hi's Like, Idiot But Psiko

Buronan Yang Menjadi Calon Istri



Buronan Yang Menjadi Calon Istri

0Wajah Aleandra semakin cemberut setelah dikerjai habis-habisan oleh keluarga Maximus. Tidak saja mendapatkan serangan mendadak tapi dia juga di tipu dengan drama akting yang mereka mainnya dan sialnya, Max juga bekerja sama untuk mengerjainya.     

Setelah drama di ruang keluarga, Aleandra diajak ke meja makan untuk makan siang bersama. Beruntungnya saat itu keluarga Max yang ada di rumah tidaklah banyak karena yang lain sedang sibuk. Jika semuanya berkumpul saat dia sedang dikerjai, dia rasa dia butuh lubang semut untuk bersembunyi.     

Seharusnya dia curiga jika dia akan dikerjai lagi tapi hal itu tidak akan terjadi lagi karena setelah ini, tidak akan terulang untuk ketiga kalinya. Cukup dua kali, jika sampai dia masuk perangkap ketiga kali maka dia bodoh.     

"Hei, kenapa kau diam saja?" Alesya bertanya padanya.     

"Tidak apa-apa!" Aleandra mendengus dan membuang wajahnya ke samping.     

"Ayolah, jangan marah. Istri keempat saudaraku juga melewati hal seperti ini," ucap Alesya, "Bahkan mereka mendapat perlakuan lebih spesial lagi dari ibuku," ucapnya lagi.     

"Benarkah?" Aleandra berpaling, memandangi Alesya dengan tatapan ingin tahu ujian apa yang dialami oleh keempat Istri saudara.     

"Percayalah, ibuku bahkan menguji mereka dengan cara yang berbeda," ucap Alesya.     

"Kenapa kalian harus melakukan hal itu? Apakah tidak ada cara lain?"     

"Tentu saja ada. Tapi setiap wanita yang masuk ke dalam keluarga kami tidak boleh wanita lemah. Semua harus punya skill bertarung walaupun tidak begitu baik. Musuh kami banyak jadi kami harus lihat kemampuan setiap wanita yang akan bergabung dengan kami. Jika ternyata skillnya kurang bagus, maka harus diajari sampai bisa dan yang merasakan hal itu adalah salah satu istri kembaranku."     

Aleandra tersenyum, ternyata seperti itu. Tidak heran dia disambut dengan cara seperti itu. Sekarang semua terasa masuk akal.     

"Ngomong-Ngomong, apa pekerjaanmu? Aku lihat kau bisa membalas dan mengimbangi serangan dari ibuku, walau tadi dia tidak begitu serius."     

Tidak begitu serius? Dia mendapat satu tendangan bahkan tangannya jadi pegal karena dia terus menangkis tongkat yang disabetkan oleh Vivian.     

"Aku hanya seorang stuntman," Jawab Aleandra.     

"Stuntman?" Alesya sedikit terkejut. Ternyata hanya seorang stuntman saja tapi dia sudah bisa menangkis setiap serangan yang diberikan oleh ibunya.     

"Yeah, aku menggantikan para artis melakukan hal yang berbahaya. Karena tuntutan pekerjaan jadi aku diharuskan bisa bela diri. Terkadang aku menggunakan pengaman saat beraksi dan terkadang tidak, tergantung level berbahayanya."     

"Wah, keren. Ini pertama kalinya aku berkenalan dengan seorang stuntman tapi ngomong- ngomong, bagaimana kau bisa mengenal si aneh itu?" Alesya melihat ke arah Maximus begitu juga dengan Aleandra.     

"Aku buronannya," Jawab Aleandra.     

"Ck, dari buronan yang dijadikan calon istri!"     

Aleandra tertawa, calon istri? Mereka saja belum mulai berpacaran tapi tanpa status itu pun, hubungan mereka tidak jauh berbeda dengan pasangan kekasih.     

"Kapan-kapan bagaimana jika kita menghabiskan waktu bersama Scralet? Anggap sebagai permintaan maaf kami karena telah mengerjai dirimu," Ajak Alesya.     

"Boleh juga," jawab Aleandra. Dia tidak punya teman di tempat itu. Dia akan memanfaatkan waktu untuk bersenang-senang dengan mereka.     

"Bagus, jangan selalu bersembunyi di dalam lemari dengannya!" goda Alesya     

"Aku tidak bersembunyi dengannya!" Wajah Aleandra jadi memerah.     

Alesya tertawa, Max melihat ke arah mereka dan sangat heran karena Aleandra tidak menyentuh makanannya.     

"Hei, apa yang kalian bicarakan?" Sela Maximus. Pria itu sudah melangkah menghampiri mereka berdua.     

"Tidak ada, aku tinggal dulu," ucap Alesya seraya menepuk bahu Aleandra dan setelah itu dia pergi.     

Aleandra tersenyum tipis, Maximus duduk di sisinya dan mengambilkan segelas air untuknya.     

"Kenapa tidak di makan? Apa tidak enak?" tanya Maximus.     

"Tidak, aku sudah kenyang," Jawab Aleandra.     

"Kau belum makan, Aleandra. Sekarang makanlah, aku temani!" Max mengambilkan sup untuknya. Mungkin Aleandra canggung karena di rumah keluarganya.     

Mereka berdua masih berada di meja makan, Max mengambilkan makanan untuk Aleandra sesekali. Jika bisa Aleandra harus menghabiskan semua makanan yang ada di atas meja biar tubuhnya cepat berisi.     

Di luar sana, Kate sedang berbincang dengan kedua menantunya. Kate ingin tahu lebih banyak tentang Aleandra apalagi dia hanya tahu Aleandra gadis pelarian.     

"Katakan pada kami, Marline. Apa maksud perkataan Aleandra jika dia seorang pelarian?" tanya Kate. Dia sangat ingin tahu akan hal ini.     

"Seperti yang dia bilang, Mom. Dia memang pelarian, Max mengatakan padaku jika keluarganya dibunuh sehingga dia melarikan diri ke Amerika," jawan Marline.     

"Astaga, apa yang sebenarnya terjadi?" Kate terlihat khawatir.     

"Mereka masih belum tahu, Mom. Aleandra juga tidak tahu siapa yang melakukannya. Yang mereka tahu jika ada beberapa orang yang diutus dari Rusia untuk mencari keberadaan Aleandra.     

"Katakan pada Maximus untuk berhati-hati, Marline. Musuh yang tidak terlihat sangat berbahaya. Kita tidak tahu apa yang akan mereka rencanakan, musuh seperti itu bisa datang kapan saja juga bisa menyerang kapan saja. Yang paling berbahaya adalah, musuh seperti itu bisa memanfaatkan siapa saja agar tujuannya tercapai jadi katakan pada Maximus untuk selalu waspada," ucap Vivian.     

"Apa yang diucapkan oleh Vivian sangat benar, Marline. Max mungkin selalu berhati-hati tapi bagaimana dengan Aleandra? Penjahat yang menginginkan Aleandra mungkin belum tahu jika Aleandra sedang bersama dengan Max tapi yang dikhawatirkan adalah, mereka menggunakan seseorang yang dekat dengan Aleandra untuk memancingnya keluar. Jadi katakan pada Maximus untuk berhati-hati," ucap Kate pula.     

"Aku rasa Maximus sudah tahu akan hal itu, tapi aku akan menyampaikan pesan kalian berdua," ucap Marline. Memang tidak ada salahnya semakin waspada, apalagi musuh Maximus juga mulai menyerang dan putranya belum tahu siapa yang menyerangnya selama ini.     

"Baiklah, aku ingin melihat mereka berdua dulu," ucap Kate seraya beranjak. Entah mereka bertemu di mana tapi dia berharap Aleandra bisa menerima sikap aneh Maximus yang tidak seperti orang normal. Kate tersenyum saat melihat Max ingin menyuapkan makanan ke mulut Aleandra tapi gadis itu menggeleng sambil menutup mulut seperti menolak. Ini pertama kalinya dia melihat cucunya seperti itu.     

"Max, mungkin Aleandra sudah kenyang. Jangan memaksanya," ucap Kate.     

"Aku tahu, Nenek," Max meletakkan sendok ke atas piring. Aleandra tampak lega, dia benar-benar sudah tidak sanggup makan.     

"Jika begitu bawa Aleandra pergi beristirahat di kamarmu!"     

"Baik, Nenek!" Jawab Maximus.     

"Tapi kau harus ingat, Max. Jangan membawanya bersembunyi di dalam lemari!" Ucap Scarlet yang saat itu masuk ke dapur untuk mengambil air minum.     

"Tidak perlu khawatir, kami berdua sudah melakukan banyak hal di dalam lemari!" ucap Maximus asal.     

BRRUUSSHH!! Air yang ada di mulut Aleandra tersembur keluar, dia bahkan terbatuk. Kenapa Max mengatakan ucapan yang bisa membuat keluarganya salah paham?     

"Apa kau baik-baik saja, Aleandra?" tanya Maximus.     

"Kau?!" Aleandra mengelap mulutnya dengan wajah memerah.     

"Aku hanya bercanda, ayo ke kamar!"     

Aleandra mengangguk, mereka pamit pada Kate dan Scarlet dan pergi ke kamar. Kedua lengan Aleandra terasa semakin pegal, itu karena dia sudah lama tidak melakukan olahraga dan mendapatkan serangan tiba-tiba.     

Begitu berada di dalam kamar, Aleandra memutar-putar lengannya. Dia sudah sangat ingin melakukan hal itu sedari tadi. Kedua pangkal lengannya terasa pegal luar biasa, semoga saja tidak menjadi cidera.     

"Kenapa? Apa lenganmu sakit?" tanya Maximus.     

"Pegal, aku sudah lama tidak berolahraga dan secara tiba-tiba diserang seperti itu, tanganku benar-benar pegal!" jawab Aleandra.     

"Kemarilah, aku akan memijatnya," ucap Maximus.     

Aleandra mengangguk dan duduk di sisi ranjang, walaupun dia di serang dan dikerjai oleh dua sepupu Max tapi dia senang ternyata mereka sangat baik dan ramah. Mereka bahkan menerima dirinya yang seperti itu.     

Max mulai memijat lengannya, mata Aleandra tidak lepas darinya. Dia bahkan menatap Max dengan senyuman menghiasi wajah.     

"Kenapa melihatku seperti itu? Apa kau begitu mengagumi ketampananku?" tanya Maximus, dia masih memijit tangan Aleandra.     

"Terima kasih, Max," Aleandra mengusap wajahnya dan mencium dahinya.     

"Berterima kasih untuk apa, Aleandra?"     

"Terima kasih karena kau sudah memilih aku," ucap Aleandra.     

"Apa itu berarti kau sudah memiliki perasaan untukku, Aleandra?" Max berhenti memijat, matanya menatap gadis itu dengan tatapan tajamnya.     

"Entahlah, Max. Aku tidak tahu tapi kau sudah membuat aku bahagia dan aku sangat senang bersama denganmu. Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya bahkan aku tidak pernah merasakan perasaan seperti ini ketika aku bersama dengan Fedrick tapi saat bersama denganmu, aku merasa berbeda. Apa ini bisa disebut sebagai cinta, Max?"     

Max tersenyum, tubuh Aleandra di dorong secara perlahan hingga gadis itu berbaring di atas ranjang.     

"Jika begitu aku akan menganggap bahwa sudah ada cinta di hatimu untukku, Aleandra," tangan Max sudah berada di wajah Aleandra dan mengusapnya perlahan.     

"Anggaplah demikian," kedua tangan Aleandra sudah melingkar di leher Maximus. Tidak ada keraguan lagi, dia rasa tidak ada yang lebih baik selain mencintai pria itu dan menjadi miliknya.     

"Jika begitu aku tidak akan ragu lagi, Aleandra," Max mencium bibir Aleandra dengan penuh nafsu. Dia sudah menunggu hal ini begitu lama. Akhirnya gadis itu memiliki perasaan padanya. Sekarang dia tidak akan ragu dan menahan diri lagi.     

Max masih menciumnya penuh nafsu, bahkan kedua tangannya sudah berada di dalam baju Aleandra. Tentu hal itu membuat Aleandra memukul bahunya, apa Max mau melakukannya di tempat itu?     

"Max, jangan!" pinta Aleandra.     

"Kau tidak bisa menahanku, Aleandra," Max mencium wajahnya dan juga lehernya tanpa henti. Kedua tangannya sedang sibuk memainkan ujung dada Aleandra saat itu.     

"Max, akhh... stop!" Aleandra masih berusaha menahan pria itu.     

Max tidak juga berhenti, dia sudah menahan hal itu begitu lama. Bibirnya bahkan sudah berada di dada Aleandra, dia rasa sudah tidak akan ada yang bisa menghentikannya.     

"Max!" Aleandra menutupi mulut pria itu dengan tangan. Max jadi kesal dan menyingkirkan tangan Aleandra.     

"Please, jangan di sini! Ada keluargamu di luar sana. Bawa aku ke tempat indah di mana tidak akan ada yang mengganggu. Aku juga tidak akan menolak tapi jangan di sini!"pinta Aleandra.     

"Ck, baiklah! Aku akan membawamu ke tempat indah agar kau nyaman dan nanti, kau tidak bisa kabur lagi!" Max tampak kesal tapi mau tidak mau baju Aleandra diturunkan dan dirapikan.     

"Aku menantikannya!" Aleandra mencium pipinya sambil tersenyum.     

Max berbaring di sisi Aleandra dan mencium dahinya. Walau lagi-lagi harus bersabar tapi ini akan menjadi terakhir kalinya dia harus bersabar akan hal ini. Setelah ini dia tidak akan bersabar lagi karena dia akan mengajak Aleandra ke tempat indah untuk menghabiskan waktu indah mereka di sana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.