Hi's Like, Idiot But Psiko

Sumpah Maximus Dan Fedrick



Sumpah Maximus Dan Fedrick

0Fedrick terlihat lesu dan tidak bersemangat. Pekerjaannya bahkan tidak dia sentuh padahal selama ini dia sangat mencintai pekerjaannya. Dia sudah seperti itu semenjak Aleandra tidak ada, apa yang telah terjadi dengannya? Bukankah selama ini dia tidak pernah mempedulikan Aleandra sebelumnya?     

Biasanya dia sudah pergi lagi ke luar kota untuk menjalankan bisnisnya tapi kini dia enggan, sangat enggan pergi ke mana pun. Dia merasa nyawanya sudah hilang, semangatnya pun sudah tidak ada. Rasa rindunya untuk bertemu dengan Aleandra semakin tumbuh besar di dalam hati. Foto Aleandra bahkan berada di atas meja kerjanya, mata Fedrick tidak lepas dari kekasih yang tidak dia pedulikan selama ini.     

Sekarang dia benar-benar merasa sangat kehilangan. Ternyata setelah Aleandra tidak ada, perasaannya untuk Aleandra begitu besar. kenapa setelah Aleandra tidak ada dia baru merasakan hal demikian? Menyesal, itu dia rasakan setiap hari. Kedua tangannya sangat ingin memeluk Aleandra, dia ingin memeluk tubuh kurus Aleandra dan menjadi sandaran untuknya tapi semua itu bagaikan keinginan yang tidak akan bisa dia wujudkan lagi.     

Setiap kebersamaan yang dia lalui dengan Aleandra menghantui dirinya sehingga membuat penyesalan yang dia rasakan semakin menjadi. Walau tidak ada kenangan manis, tapi hal itu membuatnya hancur.     

Dia sungguh menyesal karena telah menyia-nyiakan Aleandra. Dia kembali berpikir, seandainya dia ada ketika Aleandra mengalami kejadian buruk itu, apakah Aleandra akan mengakhiri hubungan mereka berdua? Dia rasa tidak bahkan dia merasa Aleandra tidak akan menghilang. Bisakah waktu diulang kembali? Entah sudah berapa kali dia berpikir demikian, tapi semua yang terjadi akibat kesalahan yang dia lakukan.     

Fedrick masih terlihat lesu ketika ibunya masuk ke dalam dan membawakan makanan untuknya. Ibunya sangat prihatin melihat keadaan Fedrick setelah Aleandra menghilang. Dia tidak makan dengan benar, Fedrick juga tidak beristirahat dengan benar selama beberapa hari ini.     

"Fedrick, Mommy membawakan makanan untukmu. Ayo nikmati sebelum dingin," ucap ibunya.     

"Aku sedang malas!" ucap Fedrick dengan nada lesu.     

"Ayolah, jangan menyiksa dirimu seperti ini. Apa dengan caramu mogok makan kau bisa membawa Aleandra kembali padamu?" tanya ibunya. Dia sungguh tidak tega melihat putranya seperti itu tapi apa daya, Aleandra tidak mempercayai putranya juga akibat ulahnya sendiri.     

"Aku sedang malas, Mom!" Fedrick kembali mengulangi ucapannya.     

"Fedrick! Aku tidak suka melihatmu seperti ini. Bukankah selama ini kau tidak pernah mempedulikan Aleandra? Seharusnya kau tahu kenapa dia tidak mau kembali padamu!" ucap ibunya.     

"Aku tahu, Mom. Aku tahu semua adalah kesalahanku!" bahu Fedrick bergetar, air matanya tumpah. Rasa sesal kembali menyesakkan dada. Dia sangat sadar akan kesalahannya tapi perkataan ibunya bagaikan tamparan keras untuk dirinya yang tidak pernah mempedulikan Aleandra.     

"Kau tahu? Setelah dia tidak ada kau baru merasa kehilangan, selama ini apa saja yang kau lakukan? Saat kau pulang aku memintamu membawa Aleandra ke rumah agar aku bisa menghabiskan waktu dengannya tapi apa yang kau lakukan? Kau selalu berkata sibuk, kau tidak mau membawanya pulang. kau sibuk dengan pekerjaanmu setiap hari tanpa mempedulikan dirinya!"     

"Aku tahu! Mommy tidak perlu mengatakan hal itu secara berulang-ulang sehingga membuat aku semakin hancur!" ucap Fedrick.     

"Kau hancur? Sekarang kau merasa hancur? Kau pantas mendapatkannya, Fedrick!" teriak ibunya lantang. Emosi juga memenuhi hati. Jujur saja, dia dan suaminya sangat menyukai Aleandra tapi apa yang Fedrick lakukan? Mereka bahkan tidak tahu di mana keberadaan Aleandra saat ini.     

"Kenapa Mommy berkata seperti itu? Aku yang paling sedih karena kehilangan dirinya!" ucap Fedrick tidak terima.     

"Aku benar-benar berharap Aleandra tidak kembali dan menghabiskan waktunya denganmu!" ucap sang ibu.     

Fedrick diam, tidak bisa menjawab perkataan ibunya. Dia tahu ibunya kecewa pada dirinya dan sejujurnya dia juga kecewa pada dirinya sendiri. Sang ibu menatap putranya dengan tatapan kecewa, sekarang menyesal pun sudah terlambat.     

"Ini akan menjadi pelajaran untukmu, selama dia masih bersama denganmu, kau abaikan dan setelah dia tidak ada kau baru merasa kehilangan. Selama ini apa yang kau rasakan padanya? Apa kau tidak pernah menganggapnya spesial? Apa harus seperti ini dulu baru kau menyadari jika dia begitu berarti bagimu?"     

"Kenapa Mommy memojokkan aku? Aku juga tidak mau hal ini terjadi!"     

"Jika hal ini tidak terjadi maka kau akan terus mengabaikan dirinya dan kau harus tahu, kau juga akan kehilangan dirinya cepat atau lambat. Dia begitu setia, dia tidak mengeluh walau kau jarang punya waktu tapi kau sia-siakan sekarang, aku sangat berharap dia bertemu dengan pria yang jauh lebih baik darimu!" ucap ibunya.     

"Kenapa Mommy berkata demikian, kenapa Mommy mendoakan Aleandra seperti itu?"     

"Aku berkata demikian karena aku iba dengannya. Walau aku sangat menyukai Aleandra tapi dari pada dia bersama dengan dirimu yang tidak pernah peduli dengannya sama sekali, lebih baik dia bersama dengan pria lain yang lebih mencintainya dan lebih menyayangi dirinya dan aku sangat berharap hal itu terjadi agar kau semakin menyesal!" ibunya berkata demikian karena dia sudah sangat kesal terhadap putranya.     

"Please, Mom. Jangan berkata seperti itu. Aku memang salah, aku sadari itu tapi aku sangat ingin menembus kesalahan yang telah aku lakukan pada Aleandra. Aku berjanji tidak akan mengabaikan dirinya lagi, aku bahkan berani bersumpah!"     

"Janji dan sumpahmu tidak berguna saat ini, Fedrick. Berdoalah kau bisa menemukan keberadaannya dan membawanya kembali itu pun jika dia masih mau bersama denganmu jika tidak, maka sesalilah kesalahanmu ini untuk seumur hidup!"     

Fedrick diam, dadanya semakin sesak setelah mendengarkan ucapan ibunya. Rasanya tamparan demi tamparan dia dapatkan apalagi ibunya berharap Aleandra mendapatkan pria yang jauh lebih baik dan lebih perhatian dan mencintainya. Rasanya tidak rela, tapi bagaimana jika yang diucapkan oleh ibunya terjadi?     

Tidak, dia tidak akan menyerah. Saat dia sudah menemukan Aleandra dan jika saat itu Aleandra bersama dengan seorang pria yang mencintainya, dia akan tetap merebutnya karena sejak awal Aleandra adalah miliknya. Dia tidak akan menyerah dan dia akan menunjukkan pada Aleandra jika kali ini dia benar-benar serius tapi apakah Aleandra mau?     

Fedrick mengusap wajah, frustasi. Perkataan ibunya semakin memperburuk suasana hatinya. Dia jadi ingin tahu, apa yang sedang dilakukan oleh Aleandra saat ini? Apakah Aleandra merindukan dirinya seperti dia sedang merindukan gadis itu saat ini? Apakah Aleandra sedang memikirkan dirinya seperti dirinya sedang memikirkan gadis itu saat ini?     

Dia sangat berharap demikian tapi sayangnya tidak, Aleandra tertidur saat di perjalanan kembali dari rumah keluarga Maximus. Kate memaksa mereka untuk menginap tapi Maximus tidak mau. Dia ingin berdua saja dengan Aleandra apalagi Aleandra sudah menyukai dirinya.     

Kebersamaan mereka berdua tidak boleh dilewatkan, dia bahkan sedang berpikir ke mana dia akan membawa Aleandra untuk menghabiskan waktu bersama dengan gadis itu. Alam terbuka sepertinya cocok. Dia tahu ada sebuah cabin yang disewakan di dekat tebing.     

Dia akan mengajak Jared melihat tempat itu besok, dia ingin memberikan perjalanan yang mengesankan untuk Aleandra. Dia juga tidak ingin ada yang mengganggu tapi kali ini dia mau pergi secara diam-diam sehingga tidak ada musuh yang datang menyerang mereka.     

Mobil sudah berhenti karena mereka sudah tiba. Maximus menggendong Aleandra keluar dari mobil secara hati-hati dan membawanya masuk ke dalam kamar. Senyum terukir di bibir saat Aleandra bergerak lalu dia tertidur lagi di dalam gendongannya dengan nyaman.     

Max, membuka pintu kamar dengan lengannya, dan setelah itu ditutup dengan perlahan. Dia harap Aleandra senang berada di rumah keluarganya karena setelah ini dia akan lebih sering mengajak Aleandra pulang untuk mengenal keluarganya lebih jauh.     

Aleandra dibaringkan dengan perlahan, sepatu yang digunakan oleh Aleandra dilepaskan. Max melangkah menuju lemari dan mengambil baju kaosnya dan setelah itu dia kembali mendekati Aleandra.     

Dengan keahliannya membuka baju wanita, pakaian Aleandra sudah terlepas dan terlempar di atas lantai. Bra yang dikenakan oleh Aleandra bahkan sudah tidak berada di tempatnya. Max hanya tersenyum saat Aleandra bergerak namun dia kembali tidur.     

Setelah menggantikan baju Aleandra, Max masuk ke dalam kamar mandi sebentar tapi tidak lama. Dia keluar setelah melepas semua bajunya. Yang tersisa hanya celana pendek saja. Max naik ke atas ranjang dan berbaring di sisi Aleandra. Wajah Aleandra diusap perlahan dan ciumannya mendarat di pipi Aleandra.     

"Max," Aleandra memanggil namanya dan memeluknya erat.     

"Max tersenyum, apa Aleandra sedang bermimpi tentang dirinya?     

"Fedrick, maaf!" ucapan Aleandra membuat tubuh Maximus membeku. Kenapa Aleandra juga memanggil nama mantan kekasihnya?     

"Maafkan aku," ucap Aleandra lagi. Air matanya mengalir tanpa dia inginkan. Max mengumpat saat melihatnya, dia tidak suka Aleandra seperti itu.     

Air mata Aleandra diusap perlahan, gadis itu semakin memeluknya erat. Ekspresi wajahnya menunjukkan kesedihan. Max tahu berat bagi Aleandra, tapi dia tidak bisa melakukan apa pun walau sesungguhnya dia tidak suka Aleandra menangis seperti itu walau hanya dalam mimpinya saja.     

"Bodoh, dalam mimpi pun kau masih menangisi dirinya. Aku harap kau menangis seperti ini bukan karena menyesal telah memilih aku," Max kembali menciumnya.     

Sial, dia harus menjadikan Aleandra sebagai miliknya secepatnya. Jika Aleandra sudah jadi miliknya, mau itu Fedrick atau siapa pun itu tidak akan bisa mengambil Aleandra darinya. Dia bersumpah tidak akan membiarkan siapa pun mengambil apa yang sudah menjadi miliknya.     

"Gadis bodoh, hanya demi dirimu aku rela seperti ini. Aku akan diam karena kau hanya bermimpi saja tapi aku harap kau tidak melakukannya saat kau sedang dalam keadaan sadar karena aku tidak akan memaafkan dirimu jadi jangan menguji kesabaranku!"     

Setelah berkata demikian, Max memeluk Aleandra dengan erat dan mencium dahinya kembali. Tidak saja harus menjaga Aleandra dari para penjahat yang mengincar nyawanya tapi dia juga harus bersaing cinta dengan pria yang bernama Fedrick.     

Aleandra tidur dengan nyaman di dalam pelukan Maximus, pria yang telah dia pilih tapi tidak dengan Fedrick. Dia semakin merasa hancur setelah ibunya pergi, kali ini air mata yang hanya dia tumpah sedikit tidak bisa dia bendung lagi. Lagi-Lagi pertanyaan ini muncul di hati, apakah Aleandra merindukan dirinya saat ini?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.