Hi's Like, Idiot But Psiko

Sudah Tidak Sabar



Sudah Tidak Sabar

0Senyum terukir di bibir Maximus ketika mendapati Aleandra masih tertidur di dalam pelukannya. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, sepertinya Aleandra masih mengantuk karena mereka memang pulang sedikit larut dari kediaman keluarganya.     

Jari Max bermain digaris wajah Aleandra. Oh, dia suka melakukan hal itu. Mulai sekarang, setiap pagi dia ingin mendapati gadis itu di ranjangnya, dia ingin menyentuh wajah gadis itu seperti yang dia lakukan saat ini. Mulai hari ini, dia ingin mereka selalu tidur bersama apalagi dia akan segera menjadikan Aleandra sebagai miliknya     

Jari Max masih bermain di wajah Aleandra, hanya gadis itu saja yang bisa membuatnya seperti itu. Jarinya yang hanya bermain di wajah kini turun ke leher Aleandra. Perlahan tapi pasti, tapi kini jarinya sedang memainkan sesuatu yang terlihat menantang dari balik baju yang dipakai oleh Aleandra.     

"Ngh!" Aleandra bergerak gelisah karena jari Max masih juga memainkan puncak dadanya.     

Max mengumpat, sial. Jika dia lanjutkan maka dia akan berakhir mengenaskan di kamar mandi seperti yang sudah-sudah. Sebaiknya dia bertahan untuk sebentar. Ya, untuk sebentar saja karena sebentar lagi Aleandra akan menjadi miliknya dan setelah itu dia tidak perlu menahan diri lagi.     

"Aleandra," Max memanggil sambil mencium pipinya. Dia masih ingin menghabiskan banyak waktu dengan Aleandra tapi dia harus pergi ke kantor. Dia juga harus memberi perintah kepada Jared untuk menyewa rumah yang dia inginkan agar dia bisa melewatkan waktu bersama dengan Aleandra untuk beberapa hari ke depan. Tentunya dia harus menyelesaikan beberapa pekerjaan sebelum dia pergi menghabiskan waktunya bersama dengan Aleandra.     

"Aleandra, hei! Mau tidur sampai jam berapa?" Maximus masih membangunkannya dengan ciuman tapi Aleandra masih tidur bahkan memeluknya erat.     

"Ck, kau yang menginginkan ini!" Max mengangkat dagunya dan tanpa ragu menggigit pipi Aleandra.     

"Aw... sakit Max, sakit!" teriak Aleandra.     

"Akhirnya bangun juga!"     

Aleandra memundurkan tubuh sambil memegangi pipinya. Matanya juga menatap Maximus yang saat itu hanya tersenyum.     

"Kenapa kau menggigit aku?" tanya Aleandra.     

"Aku hanya ingin membangunkanmu saja, kemarilah!" Max menarik tangan Alendra hingga gadis itu mendekat.     

"Apa sakit?" tangannya sudah berada di pipi Aleandra dan mengusap bagian yang dia gigit.     

"Sudah jam berapa sekarang, Max?"     

"Tujuh, mungkin delapan."     

"Oh my God, aku belum buat sarapan," Aleandra hendak beranjak tapi Max menahannya dan memeluknya erat.     

"Tidak perlu, bukankah sudah ada pelayan?"     

"kau benar, apa hari ini kau tidak pergi ke kantor?"     

"Tentu saja aku harus pergi ke kantor, ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan."     

"Lalu, bagaimana dengan aku?" tanya Aleandra. Dia ingin tahu, apakah dia harus pergi ke kantor bersama dengan Maximus atau tidak.     

"Aku ingin kau membereskan barang-barang kita!"     

"Apa kita mau pergi?" Alaendra mengangkat wajah dan memandangi Maximus.     

"Yes, aku akan membawamu ke tempat yang kau suka."     

"Ke mana? Tebing?" Aleandra terlihat senang.     

"Yeah, kita akan ke tebing," jawab Maximus seraya mencium pipinya.     

Aleandra sangat senang, rasanya ingin berteriak tapi mengingat kejadian yang mereka alami ketika mereka pergi melihat bintang, dia takut hal itu akan terulang kembali. Wajah Aleandra terlihat murung, sepertinya mereka belum bisa menikmati waktu mereka berdua selama musuh masih mengincar mereka.     

"Kenapa kau jadi murung? Apa kau tidak suka?" Max mengangkat dagu Aleandra dan memandangi wajahnya..     

"Aku? " Aleandra tampak ragu, "Aku takut ada yang menyerang kita lagi seperti beberapa saat yang lalu," ucap Aleandra. Jujur dia takut hal itu terjadi karena dia tidak mau Maximus terluka kembali.     

"Tidak perlu khawatir, Aleandra. Aku berjanji padamu jika hal itu tidak akan terjadi lagi. Tidak akan ada yang tahu ke mana kita pergi, tidak akan ada yang mencegat kita karena musuh tidak akan tahu ke mana aku akan membawamu."     

"Benarkah?" tanya Aleandra     

"Tentu saja, aku berjanji karena aku juga tidak ingin ada yang mengganggu waktu kita berdua."     

Aleandra tersenyum dan mencium pipi Maximus, sekarang dia tidak perlu khawatir lagi karena dia mempercayai pria itu. Aleandra kembali memeluknya, untuk sesaat dia ingin seperti itu.     

"Sudah tidak takut lagi, bukan?" Max mengusap rambutnya dan menciumnya.     

Aleandra mengangguk sambil tersenyum, dia tahu perjalanan mereka bukan perjalanan biasa. Tapi dia sudah memilih untuk bersama dengan pria itu jadi dia tidak akan ragu sama sekali.     

"Jika begitu aku harus pergi ke kantor terlebih dahulu, kau bersiaplah. Setelah semua selesai aku akan menjemputmu!"     

Mereka berdua segera beranjak, Aleandra keluar dari kamar setelah mencuci wajahnya. Tapi sebelum itu, Aleandra sudah menyiapkan pakaian yang akan Maximus kenakan. Rasanya sudah tidak sabar pergi berdua dengan Max, semoga saja tidak ada yang mengganggu perjalanan mereka sehingga mereka bisa menikmati waktu mereka dengan nyaman.     

Aleandra bahkan terlihat bersemangat, setelah Max pergi dia mau menyiapkan baju terbaiknya. Tapi hanya di tebing saja bukankah tidak perlu berlebihan? Tapi tunggu, apa mereka akan berkemah? Dia jadi sangat ingin tahu akan hal ini.     

Sarapan memang sudah tersedia di atas meja tapi minumannya belum. Serbuk kopi diambil, minuman kesukaan Max pun dibuat. Aleandra sangat ingin tahu, apa enaknya kopi pahit? Karena penasaran Aleandra mencobanya tapi yeah, hanya pahit saja yang terasa dan sialnya dia mencoba ketika kopi baru diaduk di mana ampasnya belum mengendap.     

"Apa yang kau lakukan?" tanya Maximus karena Aleandra seperti membuang sesuatu ke tong sampah.     

"Pahit!" Aleandra membersihkan ampas kopi yang ada di dalam mulut. Dia bahkan berlari menuju wastafel untuk berkumur.     

Max terkekeh dan menghampirinya, apa Aleandra tidak pernah mencicipi kopi yang dia buat selama ini?     

"Oh God, rasanya benar-benar pahit!"     

"Kemari!" Max menarik tangannya dan mencium bibirnya.     

"Sudah enak belum?" tanya Max seraya mengusap pipi Aleandra.     

"Sedikit lagi!" Aleandra berjinjit, kedua tangan sudah melingkar di leher Maximus. Bibir mereka sudah sibuk, rasa mint dari mulut pria itu menghilangkan rasa pahit di lidahnya. Max bahkan mengangkat tubuh Aleandra dan mendudukkannya ke atas meja. Mereka masih juga berciuman, rasanya tidak cukup untuk itu.     

Aleandra dapat merasakan perasaan pria itu dari ciumannya, walau belum ada kata cinta yang terucap dari bibir tapi setiap tindakan dan juga sentuhan yang Max berikan sudah menunjukkan bagaimana perasaan yang pria itu miliki padanya.     

Maximus melepaskan bibirnya setelah mereka perlu mengambil napas, Aleandra tersenyum saat tangan Max mengusap wajahnya perlahan. Telapak tangan Aleandra bahkan sudah berada di atas telapak tangan Max. Tangan pria itu hangat dan menangkan, dia tahu ada rasa aman di tangan pria aneh dan psiko itu.     

"Jam berapa kau akan kembali, Max?"     

"Secepatnya, Aleandra. Setelah pekerjaanku selesai, aku akan segera kembali dan kita akan langsung pergi."     

"Aku sudah tidak sabar," ucap Aleandra.     

"Aku juga sudah tidak sabar," tangan Maximus masih di pipinya dan mengusapnya perlahan.     

"Aku sudah sangat tidak sabar menjadikan kau sebagai milikku, Aleandra. Malam ini kau tidak boleh lari dan kau tidak boleh menolak. Aku ingin menghabiskan waktu denganmu di sana dan bercinta denganmu sepanjang hari!"     

"Apa, kau gila!" wajah Aleandra merah padam. Sepanjang hari? Apa Maximus tidak bercanda dengan ucapannya?     

"Yes, Aleandra. Kita akan bercinta sepanjang hari sampai kau menyerah!"     

"Ta-Tapi, Max?"     

"Tidak ada kata tapi dan tidak boleh menolak!" Max kembali mencium bibir Aleandra dengan buas. Rasanya sudah tidak sabar mencicipi seluruh tubuh gadis itu dan tentunya dia ingin menikmatinya dengan perlahan.     

Aleandra kembali terengah saat Maximus melepaskan bibirnya, wajahnya juga memerah. Max tersenyum melihat ekspresi wajahnya. Sebuah ciuman mendarat di pipi Aleandra.     

Aleandra diturunkan dari atas meja, dia sudah harus pergi. Jangan sampai berlama-lama sehingga apa yang dia rencanakan jadi gagal. Setelah sarapan, Max bergegas pergi. Aleandra mengantarnya di depan pintu, dia sudah bagaikan istri Maximus saat ini.     

"Segera bersiap-siap, begitu aku kembali kita akan langsung berangkat!" ucap Maximus seraya mengecup bibirnya.     

"Aku akan segera membereskan barang-barang."     

Max masuk ke dalam mobilnya, Aleandra melambai dan masih berdiri di depan pintu sampai mobil Max keluar dari pagar. Aleandra masuk ke dalam, kamar Maximus adalah tujuan. Aleandra mengambil barang-barang milik Maximus yang akan dibawa dan setelah selesai Aleandra masuk ke dalam kamarnya.     

Tidak banyak yang dia punya, sepertinya dia harus pergi membeli baju. Mungkin dia bisa mengajak Alesya atau Scarlet, dia bisa menggunakan kartu yang Maximus berikan padanya.     

Aleandra memasukkan pakaian dalamnya ke dalam tas, wajahnya memerah saat mengingat perkataan Maximus jika mereka akan bercinta sepanjang hari nantinya. Dia rasa Maximus akan kuat tapi bagaimana dengannya?     

Tiba-Tiba dia jadi takut, ini pertama kali baginya. Bagaimana rasanya saat sosis Amerika yang sudah berubah bentuk itu menerobos masuk? Apa dia akan pingsan nantinya? Tidak, semoga saja dia tidak pingsan. Tapi membayangkannya saja sudah membuatnya takut dan jantungnya berdegup.     

Aleandra menunggu dengan perasaan cemas, yang dia cemaskan aksi si sosis Amerika. Sial, dia bahkan membayangkan bentuknya. Sepertinya dia semakin cabul karena hal itu. Mau bagaimana lagi? Dia perawan yang baru merasakan manisnya cinta walau Maximus bukan cinta pertamanya.     

Untuk mengusir pikiran tidak benarnya, Aleandra pergi berenang. Dia pikir dia bisa menenangkan pikirannya tapi kegiatan panas yang mereka lakukan di kolam renang beberapa waktu lalu jadi teringat. Tubuhnya bagaikan dialiri aliran listrik saat mengingatnya, sepertinya dia benar-benar sudah haus akan sentuhan itu.     

Dia berenang cukup lama dan setelah selesai, Aleandra berbaring di kamar. Pikirannya berkelana, entah kenapa tiba-tiba saja dia teringat dengan Fedrick. Semoga saja Fedrick tidak mencarinya, dia sangat berharap Fedrick tidak melakukannya dan menerima hubungan mereka yang sudah berakhir. Dia tidak mau Fedrick terlibat apalagi kedua orangtuanya sampai terlibat.     

Seharusnya Fedrick sudah kembali keluar kota untuk menjalankan bisnisnya, semoga dengan kesibukan yang Fedrick lakukan, pria itu bisa melupakan dirinya dan menemukan pengganti dirinya karena jalan mereka untuk kembali sudah tidak ada lagi.     

Mereka tidak mungkin bisa bersama sekalipun permasalahannya sudah selesai karena dia sudah memutuskan dan malam ini dia akan menyerahkan dirinya pada Maximus dan menjadi milik pria itu tapi sayangnya, Fedrick sedang mengutus orang untuk mencari keberadaan dirinya dan hal itu bisa menjadi masalah baru bagi mereka berdua.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.