Hi's Like, Idiot But Psiko

Gadis Yang Beruntung



Gadis Yang Beruntung

0Suara helikopter di luar sana membuat Aleandra terbangun dari tidurnya. Aleandra terkejut, dia bahkan melihat sekeliling dan setelah sadar jika dia tertidur saat menunggu Max kembali, Aleandra segera beranjak keluar dari kamarnya.     

Dia bahkan melihat ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul tiga sore. Dia benar-benar sudah tidak sabar untuk pergi bersama dengan Maximus. Aleandra melangkah keluar, dia ingin melihat apa yang terjadi di luar.     

Gadis itu terkejut saat melihat sebuah helikopter mendarat di depan rumah. Ternyata suara berisik yang membangunkan dirinya adalah suara benda itu. Max turun dari helikopter dan melangkah mendekatinya, pria itu tersenyum karena Aleandra terlihat seperti orang linglung.     

"Apa kau sudah membereskan semuanya, Aleandra?"     

"Apa kita akan pergi menggunakan benda itu?" tanya Aleandra seraya melihat ke arah helikopter.     

"Yes," Max merangkul pinggangnya dan mengajaknya masuk ke dalam.     

"Apa kita akan pergi jauh, Max?" Aleandra semakin penasaran.     

"Yeah, karena kau penyuka gurun dan tebing maka aku akan mengajakmu menghabiskan waktu berdua di sana."     

"Jadi kita akan camping di gurun?"     

"Max terkekeh dan mencium dahinya, "Anggap saja demikian, Aleandra," ucapnya.     

"Aku semakin tidak sabar," Aleandra memeluk pinggang Max. Dia harap Max tidak hanya mengajaknya camping tapi dia juga mengajaknya melakukan panjat tebing. Dia sangat merindukan kegiatan itu karena dengan melakukan panjat tebing, dia merasa hidup lebih menyenangkan.     

"Aku juga sudah tidak sabar, Aleandra. Jika kau sudah selesai mempersiapkannya, kita segera berangkat. Aku tidak ingin terlalu malam tiba di sana."     

"Aku akan mengeluarkan barang-barang kita!"     

Aleandra pergi ke kamar Max untuk mengambil barang yang sudah dia siapkan, sedangkan Maximus pergi ke ruangannya untuk mengambil beberapa barang yang dia butuhkan.     

Aleandra mengganti bajunya terlebih dahulu dan setelah itu dia keluar dari kamar sambil membawa barangnya. Seseorang mendapat perintah untuk menaikkan barang-barang mereka ke helikopter, Aleandra menunggu Max sebentar karena pria itu belum keluar. Dia terlihat tidak sabar, camping yang akan dia lakukan bahkan sudah terbayang di otaknya.     

Aleandra segera menghampiri Maximus saat pria itu keluar, senyum manis terukir di bibir. Max dapat melihatnya jika gadis itu sudah sangat ingin pergi. Mungkin karena dia bosan berada di rumah setiap hari.     

"Kau seperti tidak sabar?" Max mengusap kepalanya saat Aleandra berdiri di hadapannya.     

"Ayo, Max. Jangan membuat aku semakin lama menunggu jika tidak aku akan menjadi ikan kering!" pinta Aleandra.     

"Baiklah, ayo pergi!" Max meraih tangan Aleandra. Mereka berdua melangkah menuju pintu, suara helikopter pun sudah terdengar. Aleandra semakin antusias karena ini pertama kalinya dia menaiki benda itu. Max mengangkat tubuh Aleandra untuk membantunya naik ke atas. Dia bahkan membantu Aleandra memakai alat-alat yang dibutuhkan.     

Setelah siap, helikopter mulai terbang. Tidak saja perjalanan yang jauh tapi musuh tidak akan tahu ke mana mereka akan pergi jika mereka menggunakan benda itu. Hari ini, Maximus akan membawa Aleandra ke sebuah penginapan yang dibangun di sebuah gurun yang ada di California.     

Rumah itu memiliki dua kamar tidur dan rumah itu berada di lembah Yucca. Tidak saja memiliki dua kamar tidur tapi rumah itu dilengkapi dengan ruang tamu yang besar, dapur modern dan jendela yang begitu tinggi sehingga penghuni bisa menikmati alam bebas dimana batu-batu besar dapat terlihat. Selain itu pohon juniper kuno juga tumbuh di sekitar rumah dan juga pohon-pohon Joshua.     

Tentunya rumah itu dibandrol dengan harga yang lumayan tinggi untuk satu malamnya tapi itu tidak masalah buat Maximus karena tidak akan ada yang mengganggu waktu mereka berdua selama mereka berada di sana. Dia yakin Aleandra pasti akan menyukainya. Selain menghabiskan waktu di dalam rumah, mereka juga bisa menyelusuri jalan setapak untuk menikmati pemandangan alam yang indah.     

Untuk menuju tempat itu membutuhkan waktu beberapa jam perjalanan tapi semua itu akan terbayar dengan tempat dan pemandangan yang indah. Mata Aleandra tidak lepas dari setiap pemandangan yang mereka lalui. Pasti akan sangat menyenangkan jika mereka bisa menikmati indahnya pemandangan kota pada malam hari.     

"Kita mau pergi ke mana, Max?" tanya Aleandra.     

"Sebentar lagi kau akan tahu."     

Mendengar jawaban itu membuat Aleandra semakin tidak sabar untuk segera tiba. Gadis itu bersandar dengan nyaman di bahu Maximus. Mata Max terpejam, dia membutuhkan hal itu sejenak. Aleandra tidak mau mengganggu, matanya tidak juga lepas dari luar jendela sampai akhirnya helikopter yang membawa mereka masuk ke dalam kawasan tebing berbatu. Sepertinya mereka sudah tiba, Aleandra bahkan menegakkan duduknya.     

Mereka tiba saat matahari sudah terlihat menenggelamkan dirinya, sebuah rumah yang berdiri di atas bebatuan pun terlihat, Aleandra tampak tidak percaya ada rumah berdiri di tempat yang dipenuhi oleh batu besar seperti itu. Dia kira mereka akan mendirikan kemah untuk camping tapi nyatanya?     

"Oh my God, Max. Jadi kita akan menginap di tempat itu?" tanya Aleandra dengan nada tidak percaya.     

"Yes, kau menyukainya, bukan?"     

"Tentu saja, this place is so beautiful!" Aleandra sungguh kagum. Untuk seumur hidup dia tidak pernah melihat tempat seindah itu tapi sesungguhnya masih banyak lagi tempat indah yang bisa dia datangi dengan Maximus nantinya.     

"Aku sangat senang kau menyukainya, Aleandra," Max menggenggam tangan Aleandra. Di tempat itulah dia akan menjadikan Aleandra sebagai miliknya.     

Helikopter sudah terbang merendah bahkan sudah siap mendarat. Max membantu Aleandra melepaskan peralatan yang dia gunakan dan setelah helikopter mendarat, pria itu turun terlebih dahulu. Aleandra tersenyum ketika Max mengulurkan kedua tangan ke arahnya, Max menggendongnya untuk membantunya turun dan setelah itu mata Aleandra tidak lepas dari bangunan yang berdiri megah di hadapannya.     

"Apa yang kau tunggu, ayo masuk," Max meraih tangannya.     

"Siapa yang membangun rumah di tempat seperti ini, Max?" tanya Aleandra.     

"Seseorang, aku katakan kau juga tidak akan kenal."     

"Sebal!" Aleandra memukul bahu Max, sedangkan pria itu terkekeh.     

Barang-Barang mereka dibawa masuk ke dalam dan setelah itu helikopter terbang pergi meninggalkan mereka berdua saja. Aleandra sedang menjelajahi tempat itu, dia benar-benar kagum dengan bangunan yang dibangun dengan begitu detail.     

Max melangkah mendekatinya setelah melihat semua yang dia inginkan sudah dipersiapkan oleh Jared. Sekarang waktunya mereka berdua tapi sepertinya dia harus mengajak Aleandra makan terlebih dahulu. Jangan sampai mereka kehabisan tenaga seperti mesin mobil tua saat mereka sedang bercinta nanti.     

Aleandra tersenyum saat tangan Max sudah berada di pinggangnya. Aleandra bersandar di bahu Max saat pria itu mencium pipinya.     

"Jadi tinggal kita berdua saja di sini?" tanya Aleandra.     

"Yes, tidak akan ada yang bisa mengganggu kita berdua."     

"Bagaimana jika ada musuh?"     

"Tidak akan ada, Aleandra. Tidak akan ada yang tahu apalagi kita datang menggunakan helikopter."     

"Jika begitu," Aleandra memutar tubuhnya dan memandangi Max sambil tersenyum.     

"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" jari jemari sudah bermain di dada Max, dia sengaja melakukannya untuk menggoda pria itu.     

"Aku sudah sangat ingin menggigitmu, Aleandra. Aku benar-benar sudah tidak sabar tapi sebaiknya kita makan terlebih dahulu, aku tidak mau kita seperti mobil rongsok nantinya. Ayo kita keluar, Jared sudah menyiapkan makan malam untuk kita."     

"Wow, benarkah?"     

"Yes, kemarilah!" Maximus membawa Aleandra keluar. Mereka menuju dapur di mana makanan dan lilin yang menyala sudah berada di atas meja. Tidak hanya itu saja, mereka bisa menikmati makanan sambil menikmati alam dan juga langit malam yang indah karena meja makan berada di teras.     

Kekaguman Aleandra kembali terdengar, dia benar-benar tidak menyangka akan berada di tempat menakjubkan itu. Mereka berdua sudah duduk di meja makan, sepiring daging steak sudah berada di atas meja dengan sebotol anggur.     

Dua gelas yang kosong pun diisi, Aleandra tersenyum saat Maximus memberikan gelas yang sudah diisi untuknya.     

"Bersulang untuk malam indah kita, Aleandra," ucap Maximus.     

"Thanks," gelas diangkat, suara dentingannya pun terdengar. Anggur di teguk dan setelah itu mereka mulai menikmati makanan mereka. Entah bagaimana Max mempersiapkannya tapi dia rasa semua sudah direncanakan dengan matang.     

"Terima kasih, Max. Aku sungguh gadis yang beruntung bisa berada di tempat ini bersama denganmu."     

"Tidak perlu berterima kasih, Aleandra. Kau sudah memilih aku jadi aku akan memanjakan dirimu dan aku akan melakukan apa pun untukmu."     

Aleandra tersenyum, dia sangat beruntung. Di tengah pelarian yang dia lakukan, dia bisa bertemu dengan Max. Walau pertemuan awal tidak menyenangkan tapi siapa yang menduga jika mereka berdua akan menjalin hubungan seperti in?     

Setelah meneguk air putih, Aleandra beranjak dan melangkah mendekati Maximus. Mata pria itu seperti sedang mengincarnya. Aleandra duduk di atas pangkuan Maximus tanpa ragu, kedua tangan sudah melingkar di leher pria itu. Mata mereka juga saling beradu.     

Aleandra tersenyum dengan manis, tangan Max sudah berada di pipinya dan mengusapnya perlahan.     

"Terima kasih, aku sungguh beruntung bisa berada di sini denganmu," ucap Aleandra.     

"Sttss!" Max mendekatkan bibir mereka berdua dan memberikan kecupan ringan di bibir Aleandra.     

Mereka berdua saling pandang dalam diam, tidak ada yang berkata apa-apa. Mata Aleandra terpejam saat Max kembali mencium bibirnya. Ciuman yang diberikan oleh Max bukanlah ciuman penuh nafsu, dia ingin Aleandra tahu bagaimana perasaannya pada gadis itu melalui ciuman yang dia berikan. Dia bukan orang yang mudah mengungkapkan kata cinta tapi dia harap Aleandra mengerti bagaimana perasaannya dengan setiap tindakan yang dia lakukan.     

Kecapan lidah mereka berdua terdengar, tiba-tiba ciuman itu jadi serius. Api nafsu pun mulai menguasi. Setelah mencium bibir Aleandra, Max mencium leher gadis itu tanpa henti.     

"Max, aku ingin mandi terlebih dahulu," ucap Aleandra. Jantungnya berdegup cepat. Dia tahu dia tidak bisa mengelak lagi setelah ini tapi dia juga tidak akan mengelak lagi. Dia tidak keberatan menjadi milik Maximus.     

"Mandi denganku!" Maximus beranjak sambil menggendongnya. Kedua kaki Alandra sudah menjepit tubuh pria itu dengan erat, kedua tangannya juga memeluk leher Maximus.     

Selama membawa Aleandra menuju kamar, Max mencium bibirnya dengan penuh nafsu. Tangannya juga sibuk meremas kedua bokong Aleandra. Malam ini tidak akan ada yang mengganggu dan dia tidak akan melepaskan Aleandra.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.