Hi's Like, Idiot But Psiko

Latihan



Latihan

0Cahaya matahari masuk melalui jendela yang sengaja tidak ditutupi oleh tirai. Aleandra membuka mata perlahan karena silaunya cahaya sinar matahari yang menerpa wajahnya. Matanya bahkan sedikit menyipit untuk melihat dengan jelas. Gurun batu terlihat, senyum terukir di bibir saat dia sadar jika dia masih berada di gurun itu bersama dengan Maximus.     

Aleandra memalingkan wajahnya, melihat ke arah Maximus yang masih tidur. Senyumnya kembali terukir, dia benar-benar bahagia bersama dengan pria itu. Selimut diambil untuk menutupi tubuhnya, wajah Alaendra memerah saat melihat tubuh Maximus yang telanjang.     

Setelah membungkus dirinya dengan selimut, Aleandra beranjak dengan hati-hati agar Max tidak terbangun. Aleandra melangkah menuju balkon kamar, udara pagi yang menyegarkan pun dihirup. Matanya terpejam menikmati udara pagi yang begitu segar, dia seperti itu beberapa saat dan setelah itu mata Aleandra terbuka untuk menikmati pemandangan alam yang indah.     

Sebuah pohon juniper besar yang tumbuh tidak jauh menjadi objek indah yang bisa dia lihat. Pasalnya batang pohon itu tumbuh meliuk seperti huruf S. Pohon itu juga tidak tinggi, dia rasa akan sangat menyenangkan jika dia duduk di batang pohon itu sambil menikmati semilir angin. Jika dia seorang pelukis, tempat itu akan menjadi objek indah yang bisa dia lukis.     

Aleandra berdiri di sana cukup lama, dia memikirkan apa saja yang hendak mereka lakukan hari ini untuk mengisi waktu mereka berdua. Maximus terbangun karena cahaya matahari, matanya mencari sekeliling untuk mencari keberadaan Aleandra.     

Karena tidak mendapati keberadaan gadis itu, Maximus segera beranjak. Dia tidak memanggil, dia melihat sana sini dan mendapati Aleandra sedang berdiri di balkon. Max tersenyum dan menghampirinya.     

Aleandra terkejut saat tangan Maximus melingkar di perutnya. Ciuman Max sudah mendarat di pipi, Aleandra bersandar di dadanya dengan nyaman.     

"Apa yang kau lakukan di sini, Aleandra?" Max berbisik dan mencium pipinya kembali.     

"Menikmati pemandangan dan angin segar," jawabnya.     

"Kenapa tidak membangunkan aku?"     

"Aku tidak mau membangunkanmu, Max. Tapi tunggu, kenapa kau tidak pakai baju?" tanya Aleandra setelah menyadari jika Maximus tidak menggunakan baju sama sekali.     

"Tidak ada yang melihat kita, Aleandra."     

"Baiklah, apa yang akan kita lakukan setelah ini?"     

"Mandi dan bercinta, sarapan dan setela itu bercinta lagi lalu istirahat dan bercinta lagi!"     

"Apa-apaan? Kenapa semua isinya bercinta?"     

Max terkekeh dan mencium pipinya lagi. Tentu saja dia hanya bercanda karena hari ini dia akan mengajak Aleandra untuk melatih kemampuan menembaknya. Tapi bercinta saat mandi tidaklah bercanda jadi tanpa membuang waktu, Aleandra sudah berada di dalam gendongannya.     

"Sekarang mandi sebelum kita melakukan hal yang lain."     

"Max, kau tidak lupa akan melatih aku menembak, bukan?" tanya Aleandra.     

"Tentu, sebelum itu isi energi dulu!" Max sudah membawanya menuju kamar mandi.     

"Apa? Energi apa?" Aleandra terlihat gugup.     

Max tidak menjawab, pintu kamar mandi sudah tertutup dan tidak lama kemudian suara erangan Aleandra terdengar. Max melakukan apa yang dia mau di dalam sana, dia tidak akan menahan diri lagi. Anggap sebagai olahraga pagi untuk mereka berdua. Aleandra sudah menempel di dinding kamar mandi, Max menggendongnya dan menggoyangkan bokongnya. Ini pagi indah yang tidak boleh mereka lewatkan. Mereka bahkan berada di kamar mandi begitu lama dan setelah selesai, Max menggendong Aleandra yang tampak lemas keluar. Sepertinya mereka bukan mengisi energi tapi menghabiskan energi.     

Aleandra mengeluh sakit pinggang karena Max begitu bersemangat mengajaknya berolahraga. Aleandra menunggu di meja makan, sedangkan Max membuatkan sarapan untuk mereka. Telur mata sapi dan daging ham sudah cukup, nanti malam dia akan mengajak Aleandra barbeque di luar. Mereka bisa membuat api unggun sambil menikmati makanan dan juga langit malam. Saat mereka pergi latihan menembak, Jared akan datang untuk menyiapkan semua yang mereka butuhkan tapi dia merahasiakan hal ini dari Aleandra. Dia ingin memberikan kejutan agar gadis itu senang, dia juga sudah menyiapkan sesuatu untuk malam mereka nanti.     

Max kembali dengan dua piring makanan, mata Aleandra tidak lepas darinya. Dia sungguh tidak menyangka jika Maximus akan melakukan hal itu untuknya.     

"Ini untukmu," Max meletakkan makanan di depan Aelandra.     

"Thanks, apa kau sering melakukan hal ini, Max?"     

"Tentu saja tidak, sudah aku katakan padamu, Aleandra. Aku melakukan hal ini hanya untukmu saja."     

Senyum menghiasi wajah Aleandra, dia mulai menikmati makanannya. Ternyata makanan itu tidak mengecewakan. Dia bahkan memintanya lagi karena dia butuh banyak makan setelah banyak energi yang terkuras di kamar mandi.     

Max mengambilkan lagi untuknya, setidaknya sudah dia sediakan karena dia memang ingin Aleandra banyak makan. Mereka menikmati makanan mereka sambil berbincang dan setelah selesai, Maximus mengajak Aleandra pergi.     

Tas berisi senjata api diambil, mereka segera keluar dan menyelusuri jalan setapak untuk mencari lokasi bagus yang bisa gunakan untuk latihan menembak. Sambil membawa tasnya yang dipenuhi oleh senjata api, Maximus menggandeng tangan Aleandra.     

Panasnya gurun itu mulai terasa karena matahari bersinar dengan terik. Sebuah pohon Juniper yang lumayan rindang menjadi pilihan, mereka berdua bisa mulai berlatih di sana. Max menghentikan langkahnya dan meletakkan tas ke atas sebuah batu yang ada di sisi pohon itu. Aleandra tidak bertanya saat Maximus membuka tasnya tapi matanya terbelalak setelah melihat banyaknya senjata api di dalam sana.     

"Wow... kapan kau membawanya, Max?" Aleandra melangkah mendekat dan berjongkok di sisi Maximus.     

"Aku meminta Jared untuk mempersiapkannya!" Maximus sedang sibuk memasang senjata api yang akan Aleandra gunakan nanti. Itu adalah senjata api yang selalu digunakan oleh sniper untuk membidik musuh dari jarak jauh dan hari ini, dia akan mengajari Aleandra menjadi seorang sniper. Dia yakin gadis itu bisa karena skillnya dalam menembak terlihat bagus.     

"Jadi apa yang harus aku lakukan??" tanya Aleandra.     

"Aku ingin kau menembak target dari jarak jauh, Aleandra."     

"Tapi aku belum pernah melakukannya, Max," Aleandra jadi ragu.     

"Sebab itu aku akan mengajarimu, aku yakin kau pasti bisa."     

Aleandra mengangguk, semoga saja. Max bahkan mengajarinya cara memasang senjata api itu sampai dia bisa dan setelah itu, mereka berdua sudah tiarap di bawah pohon juniper yang tidak memiliki batu.     

Sebuah senjata api berada di tangan Maximus, satu lagi di tangan Aleandra. Mereka sedang melihat target dari teropong yang ada di senjata api mereka. target mereka adalah pohon Joshua yang tumbuh lumayan jauh dari tempat mereka. Max ingin Aleandra menembak bunga yang ada di atas pohon tersebut.     

"Fokus, Aleandra. Senjata api tidak boleh bergoyang, matamu juga harus fokus ke target. Jari juga sudah harus siap karena ketika target sudah terkunci, maka kau harus langsung menembak. Kau hanya perlu membidik objek yang tidak bergerak saja, lakukan dengan baik sebelum kau membidik target yang bergerak."     

Aleandra mengangguk, ini benar-benar pengalaman yang tidak akan dia lupakan. Max menembak terlebih dahulu, tembakannya tepat mengenai bunga pohon Joshua yang lumayan jauh. Aleandra melihatnya dari teropong senjata apinya, dia rasa dia juga bisa.     

"Jika kau fokus, kau pasti bisa mengenainya," ucap Max.     

"Aku akan mencoba," Aleandra mulai melihat target tapi objek kecil itu memang sulit baginya. Dia gagal beberapa kali tapi dia tidak menyerah, Max bahkan mengajarinya dengan sabar. Dia juga tahu Aleandra tidak akan menguasainya dengan cepat. Mereka berdua beristirahat, lalu Aleandra berlatih membidik target lagi. Untuk kesekian kali dia melakukan hal itu, kali ini dia yakin dia pasti bisa. Rasanya jantung jadi berdegup, matanya bahkan tidak berkedip melihat bunga pohon Joshua.     

Max melihatnya dari teropong, dia ingin lihat apakah Aleandra bisa atau tidak. Target sudah terbidik dan dalam satu kali tarikan napas, Aleandra menembak target yang sedari tadi sulit dia taklukkan. Jantung Aleandra berdebar, peluru melesat dengan kecepatan tinggi dan akhirnya peluru itu mengenai sasaran. Max tersenyum melihatnya, sudah dia duga Aleandra pasti bisa. Tidak sampai di sana saja, Aleandra kembali menembak dua target dalam durasi waktu yang berdekatan. Dua peluru kembali melesat dengan kecepatan tinggi, Aleandra menahan napas saat melihat dua peluru yang dia tembakan. Semoga saja tidak meleset.     

Dua peluru sudah mendekati target dan setelah itu, "Yes!" Aleandra bersorak karena peluru mengenai dua target yang dia bidik.     

"Bagus, kau belajar dengan cepat!" Max terlihat puas.     

Aleandra tersenyum, dia juga terlihat begitu puas. Aleandra berbaring sambil menatap langit biru yang begitu cerah. Setidaknya pohon juniper tidak membuatnya merasa panas. Max menghampiri Aleandra, senjata api berada di atas bahunya.     

"Kau ingin tidur di sini atau lanjut?" tanyanya.     

"Tentu saja aku ingin lanjut, aku pasti melakukannya sampai bisa!"     

"Bagus, sekarang kita cari target yang bergerak!" Max mengulurkan tangannya.     

Aleandra meraih tangan Maximus, pria itu membantunya untuk berdiri. Senjata apinya bahkan sudah tergeletak di atas tanah. Maximus memeluk pinggang Aleandra dan merapatkan tubuh mereka berdua. Mata mereka berdua saling pandang, Aleandra tersenyum karena dia bahagia.     

"Siap lanjut?" Max mengusap debu yang terdapat di wajah Aleandra.     

"Tentu saja, aku sudah tidak sabar!"     

Max mendekatkan bibir mereka berdua untuk mencium bibir Aleandra. Sebelum kembali melakukan kegiatan mereka, mereka butuh melakukan hal itu sebentar dan setelah itu mereka mengambil senjata api yang mereka letakkan di atas tanah. Max mengajak Aleandra pergi dari sana, tidak jauh dari lembah itu ada hutan, cukup berjalan kaki sebentar maka mereka akan segera tiba.     

Max sengaja mengajak Aleandra ke sana karena target mereka kali ini adalah burung atau serangga yang bisa menjadi objek untuk latihan mereka. Setelah benda yang tidak bergerak, kini Aleandra harus bisa membidik benda yang bergerak. Maximus melatih Aleandra agar Aleandra siap saat musuh menyerang mereka secara tiba-tiba. Entah kapan tapi hanya menunggu waktu saja, jangan sampai Aleandra hanya bisa menggunakan pistol, dia bahkan mengajari Aleandra mengunakan senjata peledak.     

Aleandra tidak mengeluh walau dia sudah terlihat lelah, dia memang membutuhkan latihan seperti itu. Dia tidak mau lagi menjadi gadis yang hanya bisa melarikan diri saja tanpa melawan. Kali ini jika ada musuh, dia akan melawannya agar apa yang pernah dia alami tidak terulang kembali. Dia benar-benar melakukannya dengan sungguh-sungguh dan tentunya usaha yang dia lakukan akan terbayar dengan kejutan yang akan diberikan oleh Maximus untuknya nanti malam apalagi Jared sedang mempersiapkan semua itu tanpa sepengetahuannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.