Hi's Like, Idiot But Psiko

I Love You



I Love You

0Waktu sudah sore, matahari sudah condong ke arah barat. Maximus mengajak Aleandra untuk kembali karena latihan mereka sudah selesai. Memang tidak mudah bagi Aleandra menembak objek yang bergerak. Entah berapa kali dia gagal, sudah tidak terhitung jumlahnya. Beruntungnya Maximus sabar dan tentunya hanya pada dirinya saja.     

Max mengajarinya kembali setiap kali dia gagal. Burung yang terbang, daun yang jatuh bahkan serangga yang terbang tidak luput menjadi target yang harus Aleandra bidik. Tidak seperti pertama kali, objek yang tidak bergerak begitu mudah dibidik tapi tidak dengan yang bergerak.     

Setelah puluhan kali gagal, Aleandra boleh berpuas diri karena pada akhirnya usaha yang dia lakukan tidak sia-sia. Tidak hanya satu kali, dia bisa membidik daun yang gugur beberapa kali. Tidak saja dia yang puas, Maximus juga sangat puas karena tidak sulit mengajari Aleandra. Gadis itu belajar dengan cepat walau pengalaman yang dia miliki hanya sebatas di lokasi syuting dengan properti syuting saja.     

Aleandra duduk di sebuah batang pohon saat Max sedang memasukkan senjata api ke dalam tas. Suara burung yang berkicau di hutan itu membuat perasaan menjadi tenang. Alam seperti itu menenangkan tapi jujur dia sudah trauma dengan hutan.     

"Apa belum selesai, Max?" tanyanya.     

"Sedikit lagi, tunggulah."     

"Setelah ini apa yang akan kita lakukan? Jangan katakan hanya bercinta saja yang kau inginkan!"     

Senyuman terukir di bibir Max, tentu saja bercinta adalah sesuatu kegiatan yang tidak boleh mereka lewatkan tapi sebelum itu dia ingin memberikan kejutan manis untuk Aleandra. Anggap sebagai hadiah dari usahanya hari ini.     

"Ayo kita kembali," ucap Maximus seraya menghampirinya. Max mengulurkan tangannya ke arah Aleandra, gadis itu menyambutnya dengan senyuman.     

Mereka segera keluar dari hutan, untuk kembali memang memakan waktu cukup lama. Saat setengah jalan, Aleandra sudah berada di atas punggung Maximus. Max menggendongnya karena dia melihat Aleandra sudah mulai lelah.     

Aleandra tidak membantah, dia senang-senang saja mendapat perlakukan manis dari Maximus. Pria itu bahkan menggendongnya sampai mereka tiba.     

"Pergilah mandi terlebih dahulu," ucap Maximus.     

"Tidak mau mandi denganku?" Aleandra sengaja memancing.     

"Tentu, tapi pergilah terlebih dahulu. Aku akan segera menyusul," bukannya menolak tapi ada yang hendak dia lakukan. Dia ingin melihat apakah Jared sudah menyiapkan apa yang dia minta atau belum.     

Aleandra mengangguk dan beranjak, ternyata latihan menembak sangat menguras tenaga. Walau begitu dia sangat senang, Max benar-benar serius melakukan apa yang dia ucapkan. Setiap tindakan yang dia lakukan benar-benar menunjukkan keseriusannya.     

Semua baju dibuka, Aleandra masuk ke dalam kamar mandi dan duduk di dalam bathtub. Jika mereka tidak melakukan apa pun setelah ini maka dia akan mengajak Maximus duduk di batu besar yang berada tidak jauh untuk menikmati langit malam sambil menikmati segelas minuman hangat.     

Max masuk tidak lama kemudian, dia bergabung dengan Aleandra di dalam bathtub. Rasanya sudah terbiasa, Aleandra bahkan tidak canggung lagi saat Maximus menggosokkan punggungnya.     

"Apa yang akan kita lakukan malam ini, Max? Apa tidak ada rencana?" tanya Aleandra.     

"Apa yang ingin kau lakukan, Aleandra?" Max balik bertanya.     

"Aku ingin mengajakmu duduk di atas batu sambil menikmati minuman hangat dan menikmati langit malam yang indah."     

"Seperti keinginanmu," Max mendaratkan ciumannya di bahu Alendra, "Kita akan melakukanya, apa pun yang kau inginkan akan aku berikan."     

"Thanks, Max. Aku memang tidak salah memilih dirimu."     

"Sudah aku katakan, bukan? Kau tidak akan menyesal."     

Aleandra tersenyum, kebahagiaan memenuhi hati. Hubungan seperti inilah yang dia inginkan. Dia ingin diperhatikan, dia ingin dicintai dan di manja seperti yang Maximus berikan untuknya. Dia baru merasakan manisnya pacaran setelah bersama dengan pria itu.     

Tidak berlama-lama, mereka menyelesaikan mandi mereka. Aleandra tidak pernah membantah saat Maximus mengeringkan tubuhnya dan memakaikan baju untuknya. Rambutnya bahkan dikeringkan dan disisir sampai rapi.     

"Ayo keluar, kita akan melakukan hal yang menyenangkan berdua di luar sana," ajak Maximus.     

Aleandra tersenyum saat Maximus menggandeng tangannya keluar. Pria itu bahkan membawanya keluar dari rumah. Aleandra sangat heran saat Max membawanya agak menjauh dari rumah dan melangkah menuju sisi tebing. Sebuah meja sudah siap di sana, lilin juga berada di atas meja dalam keadaan menyala. Tidak saja lilin itu, banyak lilin yang mengelilingi meja sehingga tempat itu menjadi terang disinari oleh cahaya lilin.     

"Oh my, apa kau yang menyiapkan semua ini, Max?" tanya Aleandra. Matanya melihat sana sini, dia tampak kagum.     

"Tidak, tapi Jared!"     

Aleandra tersenyum, dia tidak menyangka Maximus bisa romantis dan memerintahkan Jared menyiapkan semua itu. Sebuah meja lain berada tidak jauh dari mereka. Alat barbeque pun ada di samping tempat itu dengan arang yang sudah menyala. Semua yang diperlukan juga sudah tersedia di atas meja sehingga mereka tinggal membakarnya saja.     

Beruntungnya cuaca sangat mendukung, bintang-bintang bertaburan di atas langit. Sinar bulan menyinari tepat itu sehingga suasana menjadi terang dan romantis.     

Mereka berdua mulai membakar daging, mereka melakukannya secara bersama-sama dan setelah matang, mereka berdua duduk di sebuah lempengan batu besar yang ada di sisi tebing. Walau tidak terlihat apa pun dibawah sana tapi mereka menikmati waktu mereka berdua di tempat itu.     

Aleandra bersandar di bahu Maximus, matanya melihat ke arah langit malam yang indah. Makanan yang mereka nikmati sudah habis, rasanya ingin tinggal di tempat itu lebih lama. Di sana menenangkan, tidak ada musuh dan tidak akan ada yang mengganggu mereka berdua tapi dia sadar, mereka harus kembali karena Maximus banyak pekerjaan.     

"Kapan kita akan kembali, Max?" tanya Aleandra.     

"Apa kau tidak ingin kembali, Aleandra?" Max mengusap rambutnya dan mencium dahinya.     

"Aku enggan, Max. Rasanya di sini menenangkan. Tidak ada musuh, tidak ada yang perlu aku takutkan. Aku tidak perlu mewaspadai orang-orang yang selama ini mengejar aku."     

"Tapi kau tidak bisa selamanya lari dari masalah, Aleandra? Mau kau tinggal di mana pun, cepat atau lambat kau pasti akan menghadapinya."     

"Aku tahu," mata Aleandra masih menatap langit yang indah, "Aku punya firasat saat kembali kita akan menghadapi sesuatu yang tidak kita inginkan," ucapnya lagi.     

"Itu bagus, bukan? Aku sudah menanti para musuh itu keluar agar masalahmu cepat selesai dan setelah itu, aku ingin hubungan kita lebih serius lagi. Kau mau bukan, Aleandra?"     

"Tentu aku mau tapi aku takut, Max."     

"Hei, rasa takut hanya ada pada diri seorang pengecut. Kau bukan seorang pengecut, bukan?"     

"Tentu saja bukan, walau aku tidak takut tapi rasa itu tetap ada sehingga membuat aku khawatir jika hal buruk yang tidak kita inginkan akan terjadi."     

Max menghela napas, dia tahu Aleandra cemas tapi dia ingin Aleandra tidak mencemaskan apa pun apalagi mereka belum tahu kapan musuh akan bergerak dan apa yang akan mereka lakukan.     

"Jika kita saling percaya dan terbuka, percayalah padaku tidak ada yang tidak bisa kita hadapi tapi satu hal yang harus selalu kau ingat, kau tidak boleh menyembunyikan apa pun dariku."     

"Aku tahu, Max. Aku tidak akan menyembunyikan apa pun darimu."     

"Bagus, kejujuran sangat dibutuhkan dalam menjalin sebuah hubungan."     

"Aku berjanji tidak akan ada rahasia yang aku sembunyikan," Aleandra mencium pipinya dan setelah itu dia kembali bersandar di bahu Maximus.     

"Jika begitu nikmati waktu kita saat ini, jangan memikirkan hal yang belum terjadi. Cepat atau lambat kita pasti akan menghadapinya tapi selama kita bersama, kita pasti bisa."     

"Yang kau katakan sangat benar, maaf aku sudah merusak suasana."     

"Tidak perlu dipikirkan, aku sudah menyiapkan sesuatu untukmu!" Maximus beranjak, dia mengambil sesuatu dan setelah itu dia kembali mendekati Aleandar. Gadis itu sangat heran, apalagi setelah Max duduk di sampingnya, pria itu berbicara dengan Jared.     

"Sekarang, Jared!" perintah Maximus.     

"Apa yang kau siapkan, Max?" tanya Aleandra ingin tahu.     

"Lihat ke bawah, Aleandra!" jari Maximus menunjuk ke bawah sana, mata Aleandra mengikutinya. Puluhan lampu, tidak... sepertinya ada ratusan lampu tampak menyala di bawah sana. Mata Aleandra terbelalak, apa itu lampion?     

"Oh my God, Max!" Aleandra beranjak dan berdiri di atas lempengan batu, kedua tangan sudah menutup mulutnya karena dia tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Ratusan lampion itu mulai terbang ke atas dengan perlahan sampai melewati mereka dan semakin naik ke atas.     

Aleandra mendongak, untuk melihat ratusan lampion yang terbang di atas mereka. Air mata Aleandra tumpah, hatinya diliputi dengan kebahagiaan.     

"Terima kasih, Max," dia sungguh tidak bisa membendung rasa bahagia yang meluap di hati.     

Max sudah berdiri di sisinya, tangan pria itu sedang mengusap air matanya yang jatuh perlahan bagaikan bintang jatuh.     

"Semua ini untukmu, Aleandra. Aku melakukannya hanya untukmu karena aku mencintaimu," akhirnya kata cinta terucap dari bibir Maximus. Dia rasa itu momen yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya.     

Air mata Aleandra kembali tumpah, entah bagaimana dia harus mengekspresikan rasa bahagia yang dia rasakan saat ini. Aleandra memeluk Max dengan erat, dia sangat bahagia bahkan dia merasa jika dia adalah wanita paling bahagia malam ini.     

"Terima kasih," hanya kata itu saja yang bisa dia ucapkan.     

Max tersenyum, dagu Aleandra diangkat. Air mata gadis itu pun diusap perlahan, mereka berdua saling pandang. Cahaya dari lampion yang ada di atas mereka terpantul di bola mata Aleandra sehingga mata gadis itu terlihat indah.     

"I love you, Aleandra," ucap Maximus dan setelah Max mencium bibir Aleandra dengan mesra. Untuk seumur hidup, itu adalah ungkapan cinta yang pertama kali dia ucapkan untuk seorang wanita.     

Aleandra memeluknya erat, mereka berciuman dengan mesra di bawah cahaya lampu lampion. Tempat itu menjadi indah dengan lampu-lampu yang bersinar di atas sana.     

Setelah mencium bibir Aleandra, Max memberikan sebuah lampion untuknya. Aleandra terlihat senang, mereka berdua mulai menyalakan lampion itu karena Maximus juga memegangnya satu. Setelah menyela, mereka berdua melepaskan lampion itu dan melihatnya terbang ke atas.     

Kedua tangan Aleandra melingkar di pinggang Maximus, mereka masih berdiri di atas lempengan batu sambil menikmati malam mereka yang indah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.