Hi's Like, Idiot But Psiko

Undangan Terbuka Untuk Musuh



Undangan Terbuka Untuk Musuh

Lamanya perjalanan memakan waktu kurang lebih dua puluh satu jam, Fedrick akhirnya tiba di San Francisco. Perjalanan yang menguras banyak waktu ternyata melelahkan. Dia rasa dia butuh istirahat apalagi saat dia tiba waktu di San Francisco menunjukkan pukul delapan pagi. Waktu yang begitu berbeda tentu membuatnya harus menyesuaikan diri terlebih dahulu.     

Karena dia hanya membawa satu tas saja, jadi dia tidak perlu menunggu barang seperti penumpang yang lain. Di bandara sang informannya sudah menunggu, dia yang akan membawa Fedrick bertemu dengan Maximus Smith nantinya.     

Tidak saja sang informan yang menunggu kedatangannya, anak buah Antonio juga sudah menunggu. Berbekal foto yang diberikan oleh anak buah yang sebelumnya, mereka bisa mengenali Fedrick dengan mudah.     

Begitu Fedrick keluar dari bandara, mereka langsung melihatnya. Mereka mulai mengikuti langkah Fedrick dari kejauhan. Mata mereka fokus pada pemuda itu sampai Fedrick menghampiri sang informan yang memang juga sedang menghampirinya.     

"Apa kau ingin langsung pergi menemuinya, Sir?" tanya sang informan.     

"Tidak, antar aku ke hotel terlebih dahulu. Aku butuh istirahat jadi kita akan pergi menemuinya jam dua siang nanti," ucap Fedrick.     

"Baiklah, aku akan membuat janji terlebih dahulu. Semoga dia bersedia menemui anda hari ini."     

Fedrick mengangguk dan terus melangkah menuju mobil yang telah sang informan sediakan. Anak buah Antonio terus mengikuti, mereka bahkan merekam kegiatan itu dan langsung mengirimkannya pada Antonio.     

Antonio memantau, perintah juga dia berikan. Sebentar lagi dia akan melihat siapa musuhnya, dia sudah tidak sabar melihat orang yang telah berani menatangnya. Ternyata tidak anak buah Antonio saja, seorang mata-mata yang diutus Oliver juga memantau. Sang mata-mata itu mengikuti sang informan Fedrick untuk melihat apa yang dia lakukan, sedangkan Oliver memantau dari cctv.     

Dia tidak boleh terlihat, lagi pula yang ingin dia tahu adalah orang yang menginginkan Aleandra dan dia yakin orang itu mengikuti Fedrick dan benar saja, mereka sudah mendapati anak buah Antonio yang sedang mengikuti Fedrick dari bandara.     

"Lihat mereka, Austin. Merekalah yang aku inginkan," Ucap Oliver seraya menunjuk ke arah anak buah Antonio.     

"Kau benar-benar pintar, Sayang," Puji Austin. Dia tidak menyangka Oliver menargetkan Sekutu besar saat dia sedang memulihkan diri.     

"Tentu saja, Austin. Begitu aku tahu jika gadis itu pelarian aku langsung curiga jika dia melarikan diri dari seseorang. Sebab itu aku sengaja mengatakan keberadaannya untuk memancing pria itu datang dan lihatlah, sesuai dengan dugaan ku, orang yang menginginkan gadis itu pasti mengikuti pria itu. Merekalah yang aku inginkan, kita bisa bekerja sama dengannya karena aku yakin seratus persen Maximus tidak akan melepaskan gadis yang bernama Aleandra itu," ucap Oliver dengan seringai lebar.     

"Kau sungguh luar biasa, Oliver. Aku tidak menduga jika gadis itu hanya pelarian."     

"Aku juga tidak, Austin. Aku baru tahu saat pria itu bertanya padaku," Oliver menunjuk pada sang informan.     

Dia juga tidak menduga dan ini akan menjadi keuntungan untuk mereka. Hari ini mereka cukup mengawasi dari cctv untuk melihat apa yang akan terjadi dengan orang-orang itu dan setelah itu mereka akan mendekati orang-orang yang sedang mengintai Fedrick. Dia akan mengajak mereka bekerja sama untuk mengalahkan Maximus karena tujuan mereka sama.     

Mereka masih memantau, Fedrick dan informannya pergi menuju hotel. Anak buah Antonio masih mengikuti mereka sampai mereka tiba di hotel, mereka tidak beranjak begitu juga dengan mata-mata yang diutus oleh Oliver.     

Mereka akan terus memantau gerak gerik Fedrick, sedangkan Fedrick masuk ke dalam kamar yang disiapkan oleh sang informan untuknya. Dia sungguh tidak sabar, sebab itu dia memerintahkan sang informan untuk segera membuat janji.     

Suara ponsel yang berbunyi menarik perhatian Jared. Pemuda itu sedang menikmati waktunya di rumah karena hari ini akhir pekan jadi dia tidak perlu pergi ke kantor. Sebuah nomor tidak dikenal menghubunginya namun Jared tetap menjawabnya.     

"Siapa?" tanya Jared. Dia memang tidak suka berbasa basi.     

"Maaf mengganggu waktu anda, Tuan. Aku orang yang mencari Nona Aleandra. Sekarang Tuan Fedrick sudah tiba, apakah Tuan Maximus Smith bersedia menemuinya hari ini?"     

Jered melihat jam sebelum menjawab, waktu baru menunjukkan pukul sembilan pagi. Entah bosnya sudah bisa dihubungi atau tidak karena biasanya bosnya masih tidur.     

"Kenapa anda belum menjawab, Sir? Jika Tuan Maximus Smith bersedia maka Tuan Fedrick mengajaknya bertemu pukul dua siang nanti," ucap sang informan itu lagi.     

"Hubungi aku nanti, aku akan menanyakan hal ini pada bosku," ucap Jared.     

"Baiklah, aku harap kau memberikan aku kabar baik," ucap sang informan.     

Percakapan mereka berakhir, Fedrick sudah menunggu. Dia sangat ingin tahu apakah dia bisa menemui Maximus hari ini atau tidak. Dia harap pria itu bersedia karena dia tidak mau menunda untuk bertemu dengan Aleandra.     

"Bagaimana, apa dia bersedia menemui aku hari ini?"     

"Pria itu berkata dia akan mencari tahu. Mungkin dia akan menghubungi Maximus Smith untuk menanyakan hal ini."     

"Apakah pria bernama Maximus ini seorang pria tua?" tanya Fedrick. Dia sungguh berharap pria itu adalah pria tua.     

"Entahlah, aku tidak pernah bertemu dengannya. Yang aku temui hanya anak buahnya saja," jawab sang informan.     

"Sial!" umpat Fedrick. Dia semakin khawatir akan pria itu. Jujur dia takut Aleandra memiliki hubungan dengan pria bernama Maximus Smith itu.     

Sebaiknya dia istirahat sebentar sambil menunggu kabar. Dia sangat berharap Maximus bersedia dan memang Jared sedang menghubungi bosnya. Max terbangun saat ponselnya berbunyi, dia dan Aleandra memang masih tidur karena mereka selalu menghabiskan malam mereka yang bergairah sampai Aleandra menyerah.     

Aleandra masih tidur dengan nyaman di dalam pelukannya, dia hanya bergerak sedikit karena suara deringan ponsel. Max segera mengambil benda itu karena dia tidak mau Aleandra terganggu.     

"Ada apa, Jared? Apa kau tidak tahu ini akhir pekan?" Max bertanya dengan nada tidak senang.     

"Maaf mengganggu waktu anda, Master. Orang yang mencari Nona Aleandra menghubungiku dan mengajak anda bertemu pukul dua siang nanti. Apakah anda bersedia? Jika anda bersedia maka aku akan menghubungi pria itu."     

"Tentu saja," Max mengusap rambut Aleandra dan mencium puncak kepalanya. Akhirnya saingan cintanya datang. Seperti Fedrick, dia juga tidak akan menunda untuk mempertemukan Aleandra dan Fedrick. Dia harap dengan pertemuan mereka nanti, Aleandra benar-benar mengakhiri hubungan mereka dan tidak membuatnya kecewa.     

"Katakan aku akan menemuinya, Jared. Tidak perlu tempat yang tertutup, aku menginginkan tempat yang terbuka. Cukup beberapa anak buah saja, tidak perlu melakukan penjagaan terlalu ketat tapi aku tetap ingin kau mengosongkan tempat itu sehingga tidak ada yang mengganggu pembicaraan kami. Cctv tidak perlu dimatikan, perintahkan anak buah cukup berjaga di depan dan tidak perlu melakukan patroli. Kau paham?"     

"Yes, Master. Tapi apa tidak berbahaya? Bagaimana jika sampai ada musuh yang mengintai dan memanfaatkan situasi ini?" tanya Jared.     

"Percayalah, Jared. Musuh memang sudah memanfaatkan situasi ini dan ini adalah undangan terbuka dariku untuk mereka!" ucap Maximus. Dia memang sengaja, itu adalah undangan untuk para musuhnya dan juga musuh Aleandra. Dia justru berharap para musuh itu bersekutu sehingga dia bisa menghabisi mereka sekaligus. Dia sangat menantikan mereka menyerang, dia ingin lihat sejauh mana kemampuan musuh-musuh mereka.     

"Baik, Master. Aku akan segera menyiapkan tempatnya."     

Maximus tersenyum, ponsel diletakkan kembali ke atas meja. Dia sungguh tidak takut siapa pun musuh yang sedang mengintai dirinya dan yang mencari tahu kelemahannya. Dia juga tidak takut pada pria bernama Antonio yang menginginkan Aleandra. Walau agak sedikit was-was, bukan was-was dengan musuh tapi dia was-was dengan Aleandra tapi dia tidak suka bersembunyi terus menerus. Cara terbaik adalah menantang musuh dan memberikan undangan terbuka untuk mereka agar mereka datang menyerangnya terlebih dahulu.     

Max memainkan tangannya di atas perut Aleandra, dia memberikan usapan perlahan di sana sampai membuat Aleandra terbangun. Aleandra tersenyum tipis saat bibir max mendarat di tengkuknya. Sekarang dia sudah terbiasa terbangun dalam kondisi tanpa busana karena setelah dia menyerahkan dirinya, mereka selalu melakukan hal itu.     

Aleandra memutar tubuhnya, senyum manis terukir di bibir saat dia mendapati Maximus menatapnya dengan lekat.     

"Morning," Aleandra mendaratkan ciuman di pipi Maximus.     

"Hari ini ikut denganku, Aleandra," Maximus berbisik seraya mencium pipinya.     

"Kau ingin mengajak aku pergi ke mana?"     

"Rahasia, kau akan tahu nanti tapi satu hal yang aku minta, jangan mengecewakan aku!"     

Aleandra menatap Maximus dengan tatapan lekat, kenapa Max berkata demikian?Ke mana Max akan membawanya, apa ada sesuatu yang dia sembunyikan?     

"Kau selalu berkata demikian, bagaimana jika suatu hari nanti tanpa sengaja aku mengecewakan dirimu, Max? Apa yang akan kau lakukan padaku?" tanya Aleandra, dia benar-benar ingin tahu konsekuensi yang akan dia dapat jika sampai dia mengecewakan Maximus.     

"Jika kau sampai melakukannya, maka lupakan hubungan ini. Walau aku mencintaimu tapi aku tidak akan segan meninggalkan dirimu!"     

Aleandra tersenyum tipis, jika dia tetap ingin menjalin hubungan dengan Maximus lebih baik dia tidak membuat pria itu kecewa tapi bagaimana jika dia melakukan hal itu tanpa sengaja? Rasanya jadi takut, jujur dia takut melihat Maximus ketika marah. Dia sudah tahu bagaimana saat Max sedang marah dan dia tidak bisa membayangkan jika dia membuat pria itu marah lagi. Sebaiknya dia berhati-hati dalam bertindak. Jangan membuat kesalahan yang bisa membuat pria itu marah.     

Mereka tidak berkata apa-apa, Max memeluk Aleandra dan kembali tidur. Lagi pula mereka masih memiliki banyak waktu. Dia memang sengaja tidak mengatakan pada Aleandra jika Fedrick sudah datang ingin menemuinya karena dia ingin melihat reaksi Aleandra. Rasanya sudah tidak sabar, begitu juga dengan Fedrick. Dia yang paling tidak sabar. Setelah mendapat kabar jika Maximus bersedia menemuinya jam dua nanti, rasanya ingin memutar waktu agar jam dua cepat datang. Fedrick berbaring sambil melihat cincin yang akan ia gunakan untuk melamar Aleandra, Senyum tipis menghiasi bibir, dia sudah sangat ingin melihat wajah Aleandra dan dia harap sang kekasih hati menerima lamarannya nanti.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.