Hi's Like, Idiot But Psiko

Nasehat.



Nasehat.

Semangkok bubur yang masih panas dibawa Marline masuk ke dalam kamar putranya. Maximus sedang duduk di sisi Aleandra yang sedang tidur, tangannya tidak henti memainkan rambut gadis itu dan matanya tidak berpaling dari wajah cantiknya. Hampir saja dia kelepasan akibat salah paham, lain kali dia harus mencari tahu apa yang terjadi dan tidak sembarangan mengambil kesimpulan.     

Marline tersenyum dan melangkah mendekati putranya, bubur panas di letakkan di atas meja dan setelah itu Marline duduk di sisi ranjang.     

"Bagaimana keadaannya, Max?" tanya Marline dengan pelan.     

"Seperti yang Mommy lihat," jawab Max, dia juga berbicara dengan pelan agar Aleandra tidak terganggu.     

"Bagus, ikut Mommy keluar karena ada yang hendak Mommy bicarakan denganmu," ajak Marline.     

Maximus melihat ibunya sejenak dan setelah itu dia mengangguk. Marline keluar terlebih dahulu, dia akan menunggu putranya di luar. Maximus mengusap dahi Aleandra dan setelah itu sebuah ciuman mendarat di dahi Aleandra. Setelah ini dia tidak boleh berbuat kasar lagi, dia benar-benar harus menyingkirkan sifat temperamen buruknya pada Aleandra.     

Maximus beranjak dari ranjang dengan perlahan, sebelum keluar dari kamar matanya melihat ke arah Aleandra sejenak. Napas berat di hembuskan, dia benar-benar tidak mengerti, kenapa gadis itu bisa merubah dirinya dengan begitu mudah? Tidak ada yang bisa membuatnya seperti itu, sebab itu dia tidak akan melepaskan Aleandra karena dia merasa dia tidak akan bisa seperti itu lagi dengan gadis lainnya. Maximus keluar dari kamar dan segera mencari ibunya yang menunggu di meja makan. Mata Marline tidak lepas dari putranya yang menghampiri dirinya.     

"Apa yang hendak Mommy bicarakan?"     

"Duduklah dengan Mommy di sini," pinta Marline.     

"Ke mana Daddy, Mom? Aku tidak melihatnya begitu aku datang," tanya Maximus.     

"Daddy sedang sibuk, dia berkata akan pulang malam," jawab ibunya.     

"Jadi, apa yang hendak Mommy bicarakan?"     

"Dengarkan Mommy, Sayang. Mommy tidak bermaksud menyinggung dirimu tapi Mommy mengatakan hal ini karena Mommy takut kau kelepasan dan memukul Aleandra akibat emosi. Berjanjilah pada Mommy jika kau tidak akan melakukan hal itu pada Aleandra," pinta ibunya.     

"Aku tahu, Mom. Aku sudah berusaha menahan diriku selama ini agar tidak melakukannya."     

"Mommy senang mendengarnya tapi kau masih belum bisa mengontrol emosimu. Mommy bisa melihatnya tadi, jika Aleandra tidak muntah, apa yang akan kau lakukan padanya? Apa kau ingin memukulnya lalu membunuhnya?"     

"Tidak, bukan seperti itu," jawab Maximus. Dia hanya berniat membawa Aleandra menemui Fedrick karena dia pikir Aleandra menyesali keputusannya.     

"Lalu, kenapa kau menariknya dan memaksanya? Mommy sampai takut kau akan memukulnya saat kalian hanya berdua saja."     

"Mommy salah paham, aku hanya ingin membawanya pergi menemui mantan kekasihnya saja."     

"Mantan kekasih? Apa maksudnya?" Marline jadi ingin tahu.     

"Dia baru saja memutuskan hubungan dengan kekasihnya, aku kira dia jadi murung karena menyesal. Sebab itu aku hendak membawanya pergi untuk menemui mantan kekasihnya agar dia tidak menyesal dan agar dia tidak seperti terpaksa bersama denganku."     

"Oke, baiklah. Mommy kira kau hendak memukulnya karena kalian bertengkar."     

"Tidak, Mommy jangan salah paham. Lagi pula aku tidak mungkin memukulnya, terus terang saja, Mom. Aku tidak bisa melakukan hal itu pada Aleandra walau awalnya aku pernah bersikap kasar padanya!"     

Marline tersenyum, dia lega mendengarnya. Terus terang saja, dia takut putranya memukul Aleandra tapi sepertinya dia tidak perlu mengkhawatirkan hal ini. Gadis itu benar-benar merubah putranya dan dia sangat senang.     

"Jika begitu pergilah temani dia lagi, mungkin dia sudah bangun. Mulai sekarang jangan memberinya banyak makan, dia tidak seperti Mommy."     

"Aku tahu, aku mau menghubungi Daddy sebentar," ucap Maximus seraya beranjak. Dia ingin tahu apa yang sedang ayahnya lakukan.     

Marline juga beranjak, dia masuk ke dalam kamar putranya karena dia ingin melihat keadaan Aleandra. Gadis itu sudah duduk di sisi ranjang saat Marline masuk. Marline tersenyum dan menghampirinya, kehadiran gadis itu benar-benar memberikan dampak besar bagi putranya.     

"Bagaimana keadaanmu, Sayang?" tanya Marline seraya menghampiri Aleandra.     

"Aku baik-baik saja, Aunty. Maaf aku telah membuat khawatir dan maaf aku sudah mengotori rumah Aunty," ucap Aleandra tidak enak hati.     

"Tidak apa-apa, Sayang. Tidak perlu dipikirkan, kau melakukannya tanpa sengaja. Aku minta maaf menggantikan putraku karena dia sudah bersikap kasar padamu."     

"Tidak apa-apa, Aunty. Itu hanya salah paham saja," Aleandra tersenyum.     

"Aku sangat senang kau tidak marah dan bisa menerima sifat Maximus yang pemarah. Aku harap kau bisa selalu bersabar, dia memang kasar tapi aku berani menjamin dia tidak akan menyakiti dirimu tapi aku juga minta padamu untuk tidak membuatnya marah. Max tidak punya banyak kesabaran tapi aku bisa melihat dia berusaha menahan semuanya demi dirimu. Aku bahkan tidak pernah melihatnya seperti itu sebelumnya, dia mulai berubah semenjak ada dirimu tapi bukan berarti kau bisa melakukan apa pun seenaknya. Walau dia berusaha menahan diri tapi Max tetaplah memiliki temperamen buruk. Saat dia sudah tidak bisa menahan semua kemarahannya, percayalah padaku. Pada saat itu tiba, lebih baik kau mendapat satu pukulan darinya dari pada mendapat akibat dari kemarahan yang dia tahan selama ini."     

Aleandra diam, dia tahu apa yang dimaksud oleh ibu Maximus. Dia juga tidak berniat membuat Maximus marah. Sebisa mungkin dia akan menghindari itu tapi dia hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Dia harap hubungan mereka baik-baik saja dan tidak ada yang mengganggu.     

"Dia mencintaimu dengan tulus, percayalah. Dulu dia memang suka bermain-main tapi tidak denganmu. Aku bisa melihatnya, dia mulai berubah dengan perlahan. Tidak ada yang dia perlakukan dengan begitu istimewa selain dirimu sebab itu aku sangat berharap hubungan kalian berdua baik-baik saja sampai kalian menikah nanti. Kau mau bukan menikah dengan putraku yang sedikit aneh itu?" tanya Marline.     

Aleandra tersenyum, dia tidak memikirkan hal itu tapi dia rasa dia tidak keberatan jika suatu saat menikah dengan Maximus karena dia tahu Max serius dengannya.     

"Pikirkanlah baik-baik, Aleandra. Aku sangat berharap hubungan kalian berlanjut ke jenjang pernikahan suatu saat nanti. Max tidak akan mengecewakan dirimu jika kau memilihnya, percayalah padaku."     

"Akan aku pikirkan, Aunty," ucap Aleandra, "Tapi aku tidak bisa mengambil keputusan itu sekarang karena aku masih menjadi buronan. Aku ingin kematian keluargaku dapat terbalaskan terlebih dahulu karena aku tidak mau berbahagia sebelum aku bisa menegakkan keadilan untuk mereka," ucapnya lagi.     

"Aku tahu, aku tidak memaksamu. Kami pasti akan membantumu untuk membalas kematian keluargamu."     

"Terima kasih, Aunty," Aleandra tersenyum. Dia beruntung bertemu dengan orang-orang yang begitu baik padanya.     

Maximus masuk ke dalam kamar, karena dia sudah selesai berbicara dengan ayahnya. Max menghampiri ibunya dan Aleandra yang masih berbincang. Pria itu tampak menggeleng karena bubur masih belum disentuh oleh Aleandra.     

"Mom, kenapa kau tidak memberikan buburnya?"     

"Oh, astaga. Mommy lupa, Sayang."     

"Tidak apa-apa, Max. Aku sedang tidak berselera makan," ucap Aleandra.     

"Tidak, kau harus makan walau sedikit!" Max mengambil mangkuk bubur yang sudah dingin.     

"Jika begitu Mommy akan membuatkan minuman hangat untuknya," ucap Marline seraya beranjak.     

"Thanks, Aunty. Maaf merepotkan."     

"Tidak apa-apa, Maximus akan menemani dirimu."     

Aleandra tersenyum, sedangkan Marline melangkah keluar. Maximus duduk di sisi Aleandra dan menyendokkan bubur untuknya.     

"Bagaimana keadaanmu, apa lambungmu masih sakit?" tanya Maximus.     

"Sudah tidak, terima kasih sudah mengkhawatirkan aku."     

"Jika begitu makanlah walau sedikit. Mulai sekarang kau tidak boleh terlalu banyak makan."     

"Thanks, Max," Aleandra memeluknya, dia membutuhkan hal itu untuk sesaat.     

Mangkuk bubur diletakkan, Maximus memeluk Aleandra dan mengusap kepalanya dengan perlahan.     

"Maafkan aku, Aleandra. Maaf jika aku hampir berbuat kasar padamu."     

"Sudahlah, tidak perlu dibahas lagi, Max. Aku lebih suka kita seperti ini, lagi pula dalam suatu hubungan tidak mungkin selalu berjalan mulus seperti yang kita inginkan. Tidak ada manusia yang sempurna, Max. Aku tahu kekurangan yang ada pada diriku dan aku juga tahu kekurangan yang ada padamu. Sebab itu kita harus saling mengenal lebih jauh lagi sehingga kita bisa saling melengkapi agar hubungan kita lebih baik untuk ke depannya."     

"Kau benar, Aleandra. Tapi ingat satu hal, jangan menyembunyikan apa pun dariku!"     

"Kau selalu meminta hal ini, Max. Permintaan ini sudah terpatri dalam hatiku jadi aku tidak akan menyembunyikan apa pun darimu."     

"Bagus!" Maximus membaringkan Aleandra dengan perlahan, mereka berdua saling pandang. Aleandra tersenyum, kebahagiaan terpancar dari wajahnya. Maximus mengecup bibir Aleandra perlahan, jari jemarinya sedang mengusap wajah gadis itu dengan perlahan pula.     

"Apa kita jadi menginap, Max?" Aleandra melingkarkan kedua tangannya ke leher Maximus.     

"Jika kau tidak mau menginap maka kita akan pulang!" Maximus kembali mencium bibir dan wajahnya.     

"Tiba-Tiba aku menginginkan dirimu, Max," ucap Aleandra dengan wajah tersipu.     

"Benarkah?" Maximus terkejut dan memandanginya dengan lekat, dia tidak percaya mendengar Aleandra berkata seperti itu.     

"Ya, aku sangat menginginkan dirimu tapi aku tidak mau di sini karena ada ibumu. Bawa aku pulang, kau tidak keberatan, bukan?"     

"Tentu saja," Maximus mencium bibir dengan lembut, "Kita pulang! Kau yang menginginkannya jadi aku tidak akan melepaskan dirimu!"     

"Aku tidak akan lari, aku sangat ingin bercinta denganmu dengan penuh perasaan. Aku ingin kau menyentuh tubuhku sambil menunjukkan perasaan yang kau miliki padaku, Max. Aku ingin merasakan bagaimana cintamu padaku dengan sentuhan yang kau berikan, aku ingin kita melewati malam indah ini dengan penuh perasaan. Kau mau mengabulkan keinginanku ini, bukan?" pinta Aleandra, tangannya sudah berada di wajah Maximus dan mengusap wajah tampan pria itu dengan perlahan.     

"Tentu saja," Maximus beranjak dari atas tubuh Aleandra, "Aku tidak akan menolak permintaanmu ini."     

Aleandra tersenyum, dia ingin Maximus melakukan hal itu agar rasa sesak di dada yang dia rasakan sejak tadi melebur dengan sentuhan dan cinta yang Maximus berikan. Dia tidak mau rasa sesak itu menghancurkan harinya, dia juga tidak mau rasa sesak itu membuat Maximus marah.     

Mereka segera berpamitan kepada Marline, walau tidak mengerti tapi Marline mengantar kepergian mereka. Mereka memang perlu waktu berdua untuk mempererat hubungan mereka. Mereka bahkan sudah tidak sabar kembali untuk melewati malam indah mereka dan tentunya, Max akan memberikan apa yang Aleandra inginkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.