Hi's Like, Idiot But Psiko

Kembalikan Dia Padaku



Kembalikan Dia Padaku

0Aleandra sedang membuat sarapan di dapur, dia tidak tahu jika Max akan menemui Fedrick hari ini. Maximus juga tidak mengatakan hal itu padanya karena dia ingin tahu terlebih dahulu apa yang hendak Fedrick bicarakan dengannya.     

Dia yakin seratus persen Fedrick akan memintanya meninggalkan Aleandra karena rata-rata seorang pria atau wanita akan meminta hal demikian pada saingan cintanya.     

Selagi Aleandra membuat sarapan, Max berada di dalam kamar dan sedang memakai pakaiannya. Sebentar lagi dia akan pergi karena dia harus menemui Fedrick di kantornya. Di sana tidak akan ada yang tahu apa yang hendak mereka bahas karena musuh tidak akan bisa menyadap cctv kantornya.     

Kali ini tidak ada yang boleh tahu lagi apa saja yang mereka lakukan karena Fedrick bisa dimanfaatkan dengan mudah oleh musuh. Dia harap pria itu pintar sehingga memilih mundur dan kembali walau sesungguhnya dia ragu Fedrick akan melakukannya sekalipun Aleandra berbicara dengannya. Tapi tidak ada salahnya mencoba dari pada tidak ada usaha sama sekali.     

Setelah selesai, Max keluar dari kamar. Senyum menghiasi wajah saat melihat Aleandra sedang meletakkan sarapan ke atas meja. Rasanya sudah tidak sabar melihat anak-anak mereka berada di meja makan, sedangkan Aleandra sibuk membuatkan makanan untuk mereka yang sedang menangis. Sepertinya dia harus memiliki banyak anak supaya ayah dan ibunya senang.     

"Apa yang kau buat?" Max mencium pipi Aleandra karena dia sedang berdiri di sisi Aleandra saat itu.     

"Hanya sarapan biasa, aku belum terlalu tahu makanan yang suka kalian konsumsi," Aleandra berbalik dan merapikan dasi yang Maximus pakai.     

"Jika begitu sebaiknya belajar dengan ibuku."     

"Akan aku lakukan nanti, Max," ucap Aleandra sambil tersenyum.     

"Aku senang mendengarnya. Hari ini jangan pergi ke mana-mana, aku akan segera kembali setelah pekerjaanku selesai. Kau juga tidak boleh terlalu banyak makan agar lambungmu tidak sakit lagi."     

"Thanks, kau sudah seperti suamiku saja," Aleandra berjinjit untuk mencium pipi Maximus.     

"Anggap saja begitu!" Max merangkul pinggang Aleandra dan merapatkan tubuh mereka. Tubuh Aleandra sedikit terangkat saat Maximus mencium bibirnya. Saat ini mereka memang sudah seperti suami istri. Rasanya sudah tidak sabar menantikan saat mereka benar-benar menjadi suami istri tiba.     

Aleandra masih berada di gendongan Maximus. Mereka ingin seperti itu sebentar. Mereka tahu hubungan yang mereka jalani tidak akan mudah, pasti banyak pihak yang hendak menghancurkan mereka melalui hubungan mereka. Yang paling mereka khawatirkan adalah Fedrick karena bagaimanapun pria itu rentan terhasut oleh musuh.     

Setelah selesai sarapan, Max pergi ke kantor. Aleandra berdiri di depan pintu sampai mobil yang dibawa oleh Jared tidak terlihat lagi. Aleandra masuk ke dalam sambil mereggangkan otot tangannya. Apa yang akan dia lakukan? Belajar masak atau berenang?     

Sebaiknya belajar memasak terlebih dahulu barulah berenang. Dia ingin berjemur di sisi kolam renang nanti siang dan menikmati waktunya di sana. Aleandra mulai mengeluarkan bahan makanan, dia terlihat begitu bersemangat. Tidak saja dia yang bersemangat hari ini, Fedrick juga tak kalah bersemangatnya.     

Pria itu sedang di perjalanan menuju Smith Corporation karena Jared memintanya untuk datang ke sana. Taxi yang dia tumpangi sudah berhenti, Fedrick melihat bangunan yang memiliki ratusan lantai dengan lambang huruf S besar yang berada di tengah-tengah bangunan tersebut.     

Fedrick sedikit menelan ludah, siapa sebenarnya Maximus Smith? Apa dia sudah meremehkan pria itu? Fedrick tiba terlebih dahulu, Jared berkata akan menghubunginya nanti saat Max sudah tiba. Sepertinya dia harus menunggu sebentar jadi dia putuskan untuk menunggu di sebuah cafe yang ada di dekat perusahaan itu.     

Segelas kopi pun dipesan, Fedrick duduk di teras cafe supaya dia bisa melihat saat Maximus Smith datang. Kopi pun di teguk, Fedrick mengernyitkan dahi ketika melihat puluhan pria yang memakai setelan berwarna hitam berkumpul dan berbaris dengan rapi seperti hendak menyambut seorang pemimpin besar atau orang penting.     

Mereka semua berdiri dengan tegap. Kedua tangan di depan dan dagu mereka terangkat. Fedrick tampak mencibir melihat orang-orang itu tapi matanya tidak lepas dari mereka sampai akhirnya sebuah mobil berhenti. Tiba-Tiba wajah mereka jadi tegang saat seorang pria keluar dari dalam mobil.     

Orang-Orang itu menunduk hormat, tapi ternyata tidak wajah mereka saja yang tegang. Wajah Fedrick juga sama karena yang orang-orang itu sambut adalah Maximus Smith. Fedrick kembali menelan ludah. Siapa sebenarnya pria yang menjadi kekasih Aleandra itu? Entah kenapa dia curiga jika pria itu bukanlah pengusaha biasa.     

Selagi Fedrick sibuk memandangi Maximus, ponselnya berbunyi karena Jared yang sedang berjalan di belakang Maximus menghubunginya. Fedrick mengambil ponselnya dengan cepat karena dia tidak boleh kehilangan kesempatan itu terlepas siapa pun Maximus Smith.     

"Bosku sudah tiba, jika kau ingin bertemu dengannya segera bergegaslah. Seseorang akan membawamu!" ucap Jared.     

"Baik, aku sudah tiba sedari tadi!" Fedrick beranjak dan bergegas melangkah menuju Smith Corporation. Dia dicegat oleh dua orang pria, Fedrick diperiksa dengan teliti sebelum diperbolehkan masuk dan setelah itu seorang wanita membawanya naik ke atas.     

Sebuah pintu ruangan dibuka, Fedrick dipersilahkan untuk masuk ke dalam. Mata Fedrick tidak lepas dari Maximus yang sudah menunggunya sedari tadi. Mata Max juga menatap ke arahnya dengan tajam, Jared mempersilahkan Fedrick untuk duduk, pria itu berusaha untuk tenang. Dia tidak boleh menunjukkan rasa gugup atau takut jika tidak dia akan gagal bernegosiasi dengan Maximus Smith.     

"Ada apa Tuan Fedrick datang mencariku?" tanya Maximus basa basi.     

"Panggil namaku saja, Tuan Smith. Aku tidak suka terlalu formal," ucap Fedrick.     

"Jika begitu kau bisa memanggil namaku juga," ucap Max pula.     

"Terima kasih kau menyambut aku dengan sopan," ucap Fedrick.     

"Tidak perlu dipikirkan, sekarang katakan padaku kenapa kau ingin menemuiku?" Max bersandar di sofa sambil menyilangkan kakinya, dia sudah sangat ingin tahu apa yang hendak pria itu katakan.     

"Seharusnya kau sudah tahu, aku ingin membicarakan masalah Aleandra denganmu!" ucap Fedrick tanpa ragu.     

"Apa yang ingin kau bicarakan? Jangan katakan kau tidak terima dengan kuputusannya yang tidak mau bersama denganmu lagi."     

"Aku memang ingin membahas hal ini denganmu, aku tahu Aleandra pasti sedang bingung karena kejadian buruk yang sedang dia alami selama ini. Dia pasti merasa asing di kota ini, dia juga kesepian tapi saat bertemu denganmu, dia seperti mendapatkan sebuah perlindungan dan tempat yang nyaman sehingga dia merasa kau adalah dewa penolongnya."     

"So?" Max semakin ingin tahu.     

"Seharusnya kau tahu, dia ingin bersama denganmu karena merasa aman denganmu saja dan bukan karena cinta. Semua itu terjadi karena aku kurang perhatian dan kurang memberikan kasih sayangku padanya. Secara kebetulan kau memberikan hal itu di saat dia sedang ketakutan dan di saat dia sedang haus akan kasih sayang di tengah tragedi yang dia alami. Dia kehilangan keluarganya, dia pasti membutuhkan seseorang dan kau, adalah orang yang secara kebetulan memberikan apa yang sangat dia inginkan"     

"Ha... Ha... Ha... Ha!" Max tertawa terbahak, dia tidak menduga Fedrick mengatakan hal seperti itu. Apa Fedrick mengira pertemuannya dengan Aleandra adalah pertemuan indah seperti beberapa pasangan yang akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan?     

"Kenapa kau tertawa? Aku rasa tidak ada yang lucu dari perkataanku!" Fedrick terlihat tidak senang.     

"Kau sungguh lucu, Fedrick. Sampai sekarang saja kau tidak tahu apa saja yang dia alami setelah dia melarikan diri. Apa kau menanyakan hal itu saat kau bertemu dengannya? Sampai sekarang yang kau pikirkan hanya perkara hati dan perasaanmu. Kau bilang ingin berubah tapi lihatlah, kau bahkan tidak berusaha mencari tahu apa yang dia alami saat dia melarikan di kota yang asing baginya ini!"     

Fedrick diam, perkataan Maximus bagaikan tamparan keras untuknya. Memang yang dia pikirkan hanya bagaimana caranya membawa Aleandra kembali tanpa tahu apa yang telah Aleandra alami selama berada di kota itu.     

"Aku memang lalai untuk hal ini, aku juga belum memiliki banyak waktu untuk berbicara dengannya. Aku tahu aku salah tapi aku sangat ingin membawanya kembali. Seharusnya kau tidak menghalangi dan seharusnya kau tahu jika kau hanya dijadikan pelarian baginya."     

"Benarkah?" tanya Maximus seraya mengangkat satu alisnya.     

"Tentu saja, sebab itu tolong lepaskan Aleandra dan kembalikan dia padaku. Pertemukan aku dengannya, aku ingin berbicara secara pribadi dengannya. Dia pasti akan sadar jika dia hanya menjadikan dirimu sebagai pelarian atas apa yang dia rasakan selama ini. Sebagai lelaki kau pasti tidak mau hanya dijadikan sebagai pelarian saja, bukan? Sebab itu kembalikan dia padaku!" pinta Fedrick.     

"Bagaimana jika aku tidak mau? Aku tidak keberatan dijadikan pelarian olehnya seandainya itu terjadi karena aku menginginkan dirinya sejak awal. Jadi bagaimana jika aku menolak permintaanmu?"     

Fedrick mengumpat, sial. Sudah dia duga tidak akan mudah. Jangan-Jangan pria itu hanya ingin mempermainkan Aleandra saja dan setelah puas dia akan mencampakkan Aleandra. Entah kenapa dia benar-benar jadi curiga.     

"Aku tahu ini tidak akan mudah," Fedrick mengambil dompetnya dan mengeluarkan cek yang sudah dia siapkan. Sepertinya tidak ada cara lain selain memakai uang. Walau pria itu memiliki banyak uang tapi tidak ada yang akan menolak uang.     

"Aku tahu kau sudah punya banyak uang," Fedrick meletakkan cek kosongnya ke atas meja, "Tapi kau bisa mengisi nominal yang kau inginkan di sana asal kau mau melepaskan Aleandra. Anggap sebagai kompensasi karena kau sudah menemani Aleandra dan bersama dengannya," ucap Fedrick.     

"Apa kau menganggap aku sepertinya gigolonya?" Maximus menatap Fedrick dengan tajam, sedangkan Jared menggeleng melihat cek kosong itu. Pemuda itu benar-benar telah membuat keputusan yang salah.     

"Tidak, sudah aku katakan jangan salah paham. Anggap sebagai kompensasi, kau bisa mengisinya asal kau mau mengembalikan Aleandra padaku!"     

Maximus diam, matanya menatap Fedrick dengan tajam. Jadi pria itu hendak menyogoknya? Matanya jatuh pada cek yang ada di atas meja. Pria itu mau memberikannya banyak Benjamin Franklin jadi dia tidak boleh menolak.     

"Baiklah!" Maximus mengambil cek itu dan meminta sebuah pena pada Jared.     

Fedrick tersenyum, sudah dia duga tidak akan ada yang bisa menolak uang sekalipun orang itu sudah memiliki banyak uang. Setelah ini dia bisa membawa Aleandra kembali. Kehilangan sedikit uang tidak masalah yang penting Aleandra kembali dengannya. Senyum Fedrick semakin lebar saat Maximus menulis sebuah angka di atas cek, sungguh pemuda yang serakah dan tebakannya tidaklah salah jika pemuda itu hanya bermain-main saja dengan Aleandra.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.