Hi's Like, Idiot But Psiko

Kemarahan Maximus



Kemarahan Maximus

0Sebuah ruangan yang ada di restoran sudah disiapkan untuk pertemuan Aleandra dan Fedrick siang ini. Ruangan itu dijaga dengan ketat, tidak ada yang boleh masuk ke dalam ruangan itu secara tiba-tiba nantinya. Para pelayan yang akan mengantarkan makanan ke dalam ruangan itu juga akan diperiksa dengan ketat. Itu dilakukan agar tidak ada musuh yang tahu apa yang akan terjadi di dalam ruangan tersebut.     

Max bahkan menugaskan beberapa anak buahnya untuk menjaga ruangan itu, dia juga menyadap cctv di dalam ruangan untuk melihat apa saja yang akan di lakukan oleh Fedrick. Selain itu, tanpa Aleandra sadari sebuah alat perekam suara sudah terpasang di belakang bajunya. Max membutuhkannya agar dia bisa mendengar apa saja yang akan dibicarakan oleh Aleandra dan Fedrick.     

Sebuah ruangan lain juga sudah tersedia karena Maximus akan memantau dari ruangan itu. Semua sudah Jared siapkan sesuai dengan perintah bosnya. Tidak saja ruangan di mana Aleandra dan Fedrick akan berbicara yang dijaga, di luar tempat itu juga dijaga dengan ketat.     

Fedrick datang terlebih dahulu, itu karena dia sudah tidak sabar. Dia disambut oleh anak buah yang sedang berjaga karena Aleandra dan Maximus belum tiba. Fedrick bahkan diperiksa oleh mereka. Tentu hal itu membuat Maximus heran, kenapa dijaga begitu ketat? Dia jadi penasaran dan bertanya dalam hati, siapa sebenarnya Maximus Smith?     

Dia curiga pria itu bukanlah orang sembarangan, setelah melihat anak buah yang menjaga tempat itu dan anak buah yang menyambutnya waktu itu, dia semakin yakin. Namum terlepas siapa pun Maximus Smith, dia tidak akan gentar dan menyerah begitu saja. Tekadnya membawa Aleandra kembali sudah bulat, maka dari itu dia akan melakukan apa saja agar kedatangannya tidak menjadi sia-sia.     

Fedrick dipersilakan masuk dan diminta untuk menunggu di dalam ruangan, tanda tanya memenuhi hati. Dia semakin yakin Maximus Smith bukanlah orang sembarangan dan dia juga semakin yakin jika Aleandra mau bersama dengannya karena terpaksa. Pria itu pasti mengancam Aleandra, di tengah pelarian Aleandra, dia pasti tidak berdaya karena ancaman yang diberikan oleh Maximus. Jangan-Jangan Maximus adalah orang yang telah membunuh keluarga Aleandra dan menjebak Aleandra untuk datang. Hal itu bisa saja terjadi, sepertinya Aleandra benar-benar masuk ke dalam jebakan pria itu. Hari ini juga dia akan membongkar kedok pria itu.     

Aleandra sedang dalam perjalanan menuju restoran bersama Maximus, dia tampak gelisah. Maximus melirik ke arahnya sesekali, entah apa yang membuat Aleandra seperti itu yang pasti dia tidak suka melihatnya.     

"Hm!" Maximus berdehem, matanya menatap Aleandra dengan tajam.     

"Kenapa kau gelisah seperti itu?" tanyanya.     

"Entahlah, aku merasa usaha ini akan sia-sia!"     

"Hei, kau belum mencobanya!" Max menariknya mendekat, "Sudah aku katakan mau berhasil atau tidak yang penting kau sudah berusaha! Jangan menyerah padahal kau belum mulai mencobanya," ucap Max seraya mencium dahinya dan memberikan usapan lembut di kepala Aleandra.     

"Terima kasih, Max. Aku akan berusaha melakukan yang terbaik nanti."     

"Bagus!" Max memegangi wajahnya dan memandanginya, "Wanitaku tidak boleh ragu. Wanitaku harus bisa langsung mengambil keputusan yang tepat. Keraguan hanya akan membuat dirimu tersesat. Jika kau menunda-nunda apa yang hendak kau lakukan, maka kau hanya akan membuang waktu dan juga semakin memperpanjang masalah yang terjadi. Jadi jangan ragu, lakukan apa yang harus kau lakukan saat ini juga!" ucap Maximus, matanya tidak lepas dari wajah Aleandra.     

Aleandra tersenyum dengan manis, sebaiknya dia tidak ragu karena apa yang dikatakan oleh Maximus sangatlah benar. Jika dia ragu maka dia hanya akan memperpanjang masalah.     

"Baiklah, aku akan tetap berusaha meyakinkan Fedrick. Aku sungguh berharap dia mau mendengarkan aku."     

"Sebab itu kau harus berusaha keras untuk meyakinkan dirinya. Terus terang saja Aleandra, aku sangat berharap aku tidak perlu menghabisinya dengan kedua tanganku ini!"     

Aleandra mengangguk, harapan mereka sama. Aleandra bersandar di bahu Maximus dengan nyaman, sebentar lagi dia akan bertemu dengan Fedrick. Seandainya hubungan mereka seperti pasangan yang lainnya mereka pasti akan begitu senang karena bisa bertemu dan sangat terharu namun takdir mereka berkata lain.     

Mobil yang dibawa oleh Jared sudah berhenti karena mereka sudah tiba. Maximus turun terlebih dahulu, dan setelah itu Aleandra. Mereka disambut oleh anak buah Maximus yang memang berjaga di sana. Mereka langsung menuju ruangan atas diantar oleh manager restoran yang memang sudah menunggu mereka sedari tadi.     

Aleandra tersenyum canggung saat mengikuti langkah Maximus menuju sebuah ruangan yang ada di bagian ujung lorong. Ruangan itu dijaga dengan begitu ketat, sepertinya Max begitu hati-hati.     

"Masuklah, aku akan menunggumu di ruangan lain," ucap Maximus saat mereka sudah berdiri di depan ruangan.     

"Aku akan berusaha sebisa mungkin untuk meyakinkan dirinya," ucap Aleandra.     

"Aku tahu kau pasti bisa, tidak perlu terburu-buru karena aku akan bersabar menunggu dirimu!"     

"Terima kasih, Max," Aleandra berjinjit untuk mengecup bibir Maximus.     

Maximus tidak menyia-nyiakan kesempatan, pinggang Aleandra diraih. Maximus memeluknya erat dan merapatkan tubuh mereka berdua. Bibir Aleandra di pangut dengan liar, Aleandra merasakan emosi dari ciuman yang diberikan oleh Maximus. Dia tahu pria itu pasti tidak senang membiarkan dirinya berduaan dengan seorang lelaki di dalam ruangan apalagi dengan mantan kekasih.     

Aleandra mulai kewalahan, Maximus menghisap bibir bawahnya dengan kuat. Dia sengaja melakukannya agar Fedrick tahu bahwa Aleandra adalah miliknya. Aleandra mulai memukul bahu Maximus, bibirnya terasa sakit. Dia yakin bibirnya pasti memerah, bisa jadi bibirnya membengkak akibat di hisap oleh Maximus.     

"Auch!" Aleandra memegangi bibir bawahnya saat Maximus sudah selesai, pria itu tersenyum. Ekspresi wajahnya terlihat begitu puas, sekarang Fedrick akan tahu jika Aleandra sudah menjadi miliknya berkat tanda yang dia buat.     

"Sakit, Max!" ucap Aleandra sambil berbisik.     

"Itu tanda jika kau sudah menjadi milikku," Max mencium pipinya, "Masuklah, selesaikan semuanya hari ini juga!" ucapnya lagi.     

Aleandra mengangguk, Max masih memandanginya saat gadis itu melangkah menuju pintu dan membukanya. Aleandra melihat ke arahnya sebentar dan setelah itu dia masuk ke dalam. Max pun pergi ke ruangan yang ada di samping ruangan tersebut untuk melihat apa yang akan mereka lakukan dan apa yang sedang dibicarakan oleh Aleandra.     

Fedrick beranjak dan terlihat senang saat Aleandra masuk ke dalam ruangan tapi amarah memenuhi hati saat melihat bibir bagian bawah Aleandra memerah. Bisa dia tebak, itu pasti ulah Maximus Smith. Apa pria itu sengaja untuk memprovokasi dirinya? Rasanya sangat ingin marah tapi dia harus menahan emosi yang sedang meledak di dadanya. Fedrick menghampiri Aleandra sambil tersenyum, dia benar-benar menyembunyikan kemarahan di hatinya dengan sangat baik. Fedrick membuka kedua tangannya hendak memeluk Aleandra karena dia sangat merindukan gadis itu tapi Aleandra mengabaikan dirinya dan melewatinya.     

"Jangan melakukan hal itu, Fedrick," ucap Aleandra.     

"Aku hanya ingin memelukmu saja, Aleandra!" Fedrick mengikutinya dan memeluk Aleandra dari belakang.     

Prraakkk! Benda yang ada di tangan Maximus patah dua saat melihat itu. Dia sudah duduk di depan sebuah laptop untuk melihat mereka. Dia sungguh tidak senang melihat Aleandra dipeluk seperti itu. Rasanya ingin masuk ke dalam ruangan itu dan menarik Fedrick lalu melemparkannya keluar jendela.     

Ekspresi wajah Maximus sudah terlihat menakutkan, Jared bahkan melangkah menjauh karena dia merasa kesulitan bernapas jika berada di dekat bosnya. Seperti ada sebuah tekanan yang membuatnya kesulitan bernapas dan membuatnya takut.     

Kedua tangan Maximus bahkan sudah berada di atas meja dalam keadaan mengepal, semoga saja laptop yang ada di atas meja tidak dipukul sampai hancur olehnya. Sementara itu di ruangan lain, Aleandra melepaskan diri dari pelukan Fedrick dengan susah payah, dia tidak menyangka Fedrick akan memeluknya seperti itu.     

"Lepaskan aku, Fedrick. Jangan memeluk aku seperti ini!" pinta Aleandra.     

"Aku memeluk pacarku, apa salah?"     

"Aku sudah bukan kekasihmu lagi, Fedrick. Kita sudah tidak memiliki hubungan apa pun lagi jadi jangan memeluk aku seperti ini!"     

"Sudah aku katakan aku tidak terima, Aleandra. Sampai kapan pun kau adalah kekasihku dan sebentar lagi kau akan menjadi istriku!"     

"Fedrick!" Aleandra berteriak lantang, dia juga menginjak kaki Fedrick agar pria itu melepaskan pelukannya. Fedrick berteriak, Aleandra melangkah menjauh dan menatapnya dengan tatapan tajam.     

"Aku datang karena aku ingin berbicara baik-baik denganmu tapi jika kau tidak bisa diajak bicara maka sebaiknya aku pergi dan aku tidak akan peduli apa pun yang akan terjadi denganmu nantinya!" ucap Aleandra dengan sinis.     

"Kenapa kau berbicara seperti itu, Aleandra? Aku datang ke tempat ini untuk mengajakmu pulang dan mulai menjalani hubungan yang serius."     

"Semua sudah terlambat, Fedrick!" Aleandra melangkah menuju sebuah meja yang sudah tersedia.     

"Apa maksudmu sudah terlambat? Tidak ada yang terlambat jika kita mau memperbaikinya!" ucap Fedrick. Dia tidak akan menyerah begitu saja.     

Aleandra diam, matanya tidak lepas dari Fedrick. Pria itu masih melangkah mendekatinya dan berdiri di sisinya, Fedrick bahkan memegangi tangan Aleandra namun sayang tidak lama karena Aleandra segera menepis tangannya.     

"Tolong jangan dekat-dekat, aku tidak mau kekasihku marah dan salah paham!" ucap Aleandra seraya melangkah menjauh.     

Fedrick sangat kesal, kedua tangan mengepal dengan erat. Dia benar-benar benci mendengar perkataan Aleandra. Tidak ada yang boleh menjadi kekasih gadis itu selain dirinya. Matanya menatap Aleandra tajam, hari ini dia akan membuka mata Aleandra dengan lebar dan mengatakan jika dia hanya menjadikan Maximus sebagai pelarian saja dan keputusannya untuk bersama dengan pria itu bukanlah karena cinta.     

"Kenapa, Aleandra? Katakan padaku, kau bersama dengannya karena terpaksa saja, bukan? Dia pasti memaksa dirimu dan mengancammu agar kau bersama dengannya. Katakan padaku sekarang, apa yang aku katakan ini benar?"     

"Jangan asal bicara, Fedrick!" Aleandra terlihat tidak senang.     

"Aku tidak mungkin salah, Aleandra. Aku rasa jangan-jangan Maximus Smith yang telah membunuh keluargamu untuk menjebak dirimu!" ucap Fedrick tanpa pikir panjang.     

Brraakkk!! suara meja pun terdengar digebrak dari ruangan lain. Ekspresi wajah Maximus semakin menakutkan, Jared bahkan tidak berani melihatnya. Kepalan tangan Maximus terlihat semakin kencang, emosinya sudah memuncak. Beraninya pria itu berkata demikian? Maximus bahkan sudah beranjak, akan dia habisi pria itu saat ini juga, dia tidak akan mempedulikan apa pun lagi. Maximus mengeluarkan sebuah pistol, dia pun melangkah keluar dengan kemarahan di hati. Pria bernama Fedrick itu harus mati saat ini juga.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.