Hi's Like, Idiot But Psiko

Aku Tidak Keberatan



Aku Tidak Keberatan

0Aleandra muncul di permukaan air sambil mengusap wajahnya yang basah, dia juga terbatuk akibat tersedak air. Air kolam yang dingin membuatnya menggigil sampai membuatnya menggertakkan gigi. Max masih berdiri di sisi kolam renang dan memandanginya, semoga saja air kolam yang dingin membuat kepala Aleandra dingin.     

"Di-Dingin!" ucap Aleandra seraya berenang ke sisi kolam. Sial, kenapa Maximus melemparnya? Bukankah keputusannya untuk mengakhiri hubungan mereka adalah keputusan yang tepat? Maximus tidak akan rugi apa pun, dia juga tidak akan terlibat masalah lagi karena dirinya. Dia memutuskan hal ini karena dia pikir keputusan itu baik untuk Maximus dan juga Fedrick.     

"Ke-Kenapa kau melempar aku?" tanya Aleandra, tubuhnya bahkan menggigil karena dinginnya air dan udara malam yang berhembus.     

"Kau tanya kenapa? Sekarang aku tanya padamu, Aleandra. Kenapa kau ingin mengakhiri hubungan kita? Apa kau tidak serius menjalin hubungan denganku selama ini?" Max masih berada di tempatnya, matanya tidak lepas dari gadis itu.     

"Bukan begitu, Max," Aleandra duduk di sisi kolam renang dan mengusap telapak tangannya yang dingin, dia tidak peduli dengan rasa dingin yang dia rasakan karena dia ingin permasalahan di antara mereka selesai malam ini juga.     

"Lalu, katakan padaku kenapa kau ingin mengakhiri hubungan kita?" Max menghampirinya dan duduk di sisinya.     

"Aku pikir ini keputusan yang paling baik untuk kita semua," jawab Aleandra seraya merapikan rambutnya yang berantakan.     

"Paling baik? Jangan membual, Aleandra. Apa yang kau pikirkan sehingga kau berpikir jika keputusanmu ini adalah yang terbaik? Jangan egois sehingga kau berpikir demikian!"     

"Aku?" Aleandra menunduk dan memainkan jari jemarinya. Kenapa tiba-tiba lidahnya jadi kelu?     

"Katakan, aku ingin mendengarnya!" pinta Max, dia ingin tahu apa alasan yang dimiliki oleh Aleandra sehingga dia mengambil keputusan seperti itu.     

"Aku pikir tidak ada keputusan yang paling tepat selain mengakhiri hubungan kita. Aku memutuskan hal ini bukan karena aku tidak mencintaimu, Max. Aku sangat mencintaimu sebab itu akan mengambil keputusan seperti ini."     

"Bodoh! Jika kau mencintai aku, kenapa kau mau meninggalkan aku? Keputusan paling tepat seperti apa yang kau maksud sehingga harus mengorbankan perasaan?"     

"Dengarkan aku, Max," Aleandra meraih kedua tangan Maximus, matanya menatap pria itu dengan lekat.     

"Aku memutuskan hal ini agar kau tidak perlu selalu menahan emosimu karena aku. Aku hanya bisa mempersulit dirimu saja, kau harus banyak bersabar karena aku. Tidak saja mempersulit dirimu, aku juga pembawa masalah untukmu. Selama kau menjalin hubungan denganku, aku rasa tidak ada hal menyenangkan yang akan kau alami!"     

"Apa kau sudah selesai?" Maximus sudah tampak marah dan kesal.     

"Belum!" Aleandar berpaling, matanya melihat permukaan air kolam yang tenang.     

"Aku memutuskan hal seperti ini tidak saja untuk kebaikanmu tapi untuk kebaikan Fedrick juga. Dia akan menyerah jika aku pergi yang jauh, dia akan kembali ke Rusia dan tidak akan ada orang yang memanfaatkan dirinya. Kau juga tidak perlu terlibat dengan orang-orang yang mengejar aku selama ini, semua permasalahan akan selesai jika aku pergi yang jauh. Aku rasa ini keputusan yang tepat, Max."     

"Bodoh!" Maximus memeluknya dari samping, "Apa maksudmu Keputusan itu baik untukku dan baik untuk Fedrick, lalu bagaimana denganmu? Apa kau pikir permasalahan akan selesai setelah kau pergi yang jauh? Apa kau pikir pria yang bernama Antonio itu tidak akan mengejarmu?"     

"Aku tahu dia akan tetap mengejar aku tapi aku akan pergi yang jauh sehingga siapa pun tidak tahu ke mana aku pergi, Max. Aku tidak akan mempersulit hidupmu dan aku juga tidak akan menjadi sumber masalah bagi Fedrick. Semuanya berawal dariku, sudah aku katakan tidak seharusnya aku melarikan diri di kota ini dan tidak seharusnya kita bertemu. Aku tidak ingin mempersulit siapa pun lagi, jadi ini keputusan yang terbaik untuk kita semua. Aku akan tetap mencintaimu di dalam pelarianku tapi aku harap kau melupakan aku dan mencari yang lain. Masih banyak wanita yang jauh lebih baik dari pada aku, yang tidak akan mempersulit hidupmu dan yang tidak akan membuatmu dalam masalah. Kau bisa mencari seorang putri pengusaha menggantikan aku. Itu hal mudah bagimu, bukan?"     

"Diam, kau berbicara seperti itu tanpa memikirkan perasaanku!" Max semakin memeluknya erat. Kenapa Aleandra bisa mengambil keputusan seperti itu? Apa karena perlakuan kasar yang baru saja dia lakukan sehingga Aleandra mengambil keputusan demikian?     

"Kau bilang keputusan ini adalah yang terbaik untuk kita? Kau beranggapan demikian lalu bagaimana denganku? Bagaimana dengan perasaan ini? Aku sudah katakan jika aku serius denganmu, Aleandra. Jika aku sudah menetapkan hatiku dengan seseorang maka aku tidak akan mundur jadi jangan pernah berharap kau bisa mengakhiri hubungan kita tanpa memikirkan bagaimana dengan perasaanku! Apa kau kira aku pengecut yang akan takut dengan pria bernama Antonio itu? Hidupku selalu dipenuhi bahaya oleh sebab itu aku tidak takut dengan apa pun jadi jangan kau mengira aku akan melepaskan dirimu hanya karena alasan konyolmu! Aku tidak peduli dengan Fedrick, terserah dia mau jadi apa karena aku sudah mengingatkan begitu juga dengan dirimu. Jika dia sampai bersekutu dengan musuh maka itu adalah kesalahan akibat kebodohan yang dia lakukan sendiri jadi jangan mengira apa yang kau putuskan baik untuk semua padahal itu hanya keputusan yang kau ambil secara sepihak karena putus asa!"     

Aleandra diam, tangannya berada di lengan Maximus. Padahal dia sudah memikirkan itu begitu lama, walau dia tahu keputusan itu sangat menyakitkan namun dia tetap berharap Maximus menerima keputusan itu.     

"Aku hanya mempersulit dirimu saja, Max," ucap Aleandra.     

"Aku tidak keberatan, ibuku bilang kita harus banyak belajar untuk saling mengenal."     

"Kau akan selalu menahan emosi jika kau bersama denganku."     

"Aku memang harus mengontrol emosiku apalagi terhadap gadis yang aku cintai."     

"Apa kau tidak keberatan dengan aku yang egois ini?" tanya Aleandra.     

"Aku tidak keberatan sama sekali, Aleandra. Mau kau yang egois, mau kau yang keras kepala, aku tidak keberatan karena tidak ada manusia yang sempurna. Itu sifat manusia jadi normal. Aku juga memiliki sifat egois dan keras kepala, tidak saja dirimu tapi semua orang memilikinya juga."     

Air mata Aleandra mengalir, padahal Maximus bisa mengabaikan dirinya dan melepaskan dirinya yang tidak berguna tapi kenapa pria itu masih mau mempertahankan dirinya yang seperti itu?     

"Aku tahu untuk menjalin sebuah hubungan tidaklah mudah, Aleandra. Aku tidak keberatan menerima semua kekuranganmu dan aku harap kau juga tidak keberatan menerima kekurangan yang ada pada diriku terutama emosiku yang tidak baik. Aku hanya mengharapkan kesetiaanmu, hanya pengkhianatan yang tidak bisa aku terima untuk hal yang lainnya, bukankah kita harus belajar agar hubungan kita semakin nyata seperti pasangan kekasih? Jika tidak ada masalah bukankah itu tidak bisa disebut sebagai sebuah hubungan? Bahkan hubungan persahabatan saja tidak akan berjalan lancar sesuai yang diinginkan!"     

Aleandra menghapus air matanya perlahan, tidak ada yang bisa dia katakan lagi karena Max tidak terima dengan keputusannya.     

"Kau tidak akan menyesali keputusanmu ini bukan, Max?" tanya Aleandra seraya menghapus air matanya kembali.     

"Aku akan lebih menyesal karena telah membiarkan dirimu pergi!"     

"Sekalipun aku seperti ini?"     

"Yeah, aku juga seperti ini. Kau tahu itu jadi jangan pernah berpikir ingin pergi dariku. Maafkan sikap kasar yang telah aku lakukan, aku sungguh seperti seorang bajingan!"     

Aleandra menggeleng. Jika demikian biarlah, mereka pasti bisa melewati segala sesuatu yang akan terjadi dan mereka pasti bisa saling memahami satu sama lain seiring berjalannya waktu.     

"Aku bukan pria yang romantis, Aleandra. Mungkin aku jauh dari harapanmu tapi satu hal yang pasti, aku mencintaimu dan cintaku ini sangat tulus. Aku tidak akan mempermainkan dirimu, aku akan berusaha tidak menyakiti dirimu lagi dan jika sampai aku melakukannya maka kau bisa menampar aku supaya aku ingat untuk tidak menyakiti dirimu. Kau mau melakukannya, bukan? Aku tidak akan marah, aku akan membiarkan dirimu memukul aku sampai kau puas."     

Aleandra mengangguk, senyum terukir di bibir. Maximus mencium pipinya yang dingin. Dia rasa permasalahan mereka sudah selesai.     

"Sudah selesai, bukan?" Max berbisik dan kembali mencium pipinya.     

"Dingin," ucap Aleandra sambil mengusap lengan.     

"Ayo masuk ke dalam," Maximus beranjak begitu juga dengan Aleandra. Dalam sekejap mata saja, Aleandra sudah berada di dalam gendongannya. Max membawa Aleandra sambil mencium bibirnya, kedua tangan Aleandra melingkar di leher Maximus. Walau dia mengambil keputusan untuk mengakhiri hubungan mereka namun dia benar-benar mencintai pria itu.     

"Maafkan kau, Max," ucap Aleandra seraya mencium pipinya.     

"Stt, aku rasa sudah selesai jadi tidak perlu dibahas lagi. Yang sudah berlalu tidak perlu diungkit sehingga masalah jadi panjang. Sekarang mandi, lalu makan dan setelah itu aku ingin menebus kesalahanku!"     

"Menebus kesalahan?" Aleandra mengernyitkan dahi.     

"Hm," Max menjawab singkat, sedangkan Aleandra tidak mengerti.     

Maximus membawa Aleandra menuju kamar mandi, pakaiannya yang basah pun dilepaskan. Aleandra tidak membantah, senyumnya justru terukir di bibir. Setelah semua pakaian Aleandra terlepas, Max memandangi wajahnya dan mengusapnya perlahan.     

"Ingat hal ini, Aleandra. Aku tidak akan melepaskan dirimu karena kau sudah menjadi milikku jadi sampai kapan pun kau akan tetap menjadi milikku!"     

"Yeah... aku memang sudah jadi milikmu!" Aleandra berjinjit untuk mengecup bibirnya. Max memeluk pinggangnya dan merapatkan tubuh mereka berdua. Mereka berciuman dengan mesra dan setelah itu mereka berdua berendam di dalam bathtub.     

Maximus memperlakukan Aleandra seperti bisa, mereka tidak mengungkit apa yang telah terjadi. Mereka bersikap seolah tidak terjadi apa pun. Sedikit bumbu dalam sebuah hubungan memang diperlukan agar hubungan mereka semakin erat. Bagi Aleandra yang tidak pernah merasakan bagaimana rasanya menjalin hubungan serius dengan seseorang akhirnya merasakannya juga.     

Setelah selesai mandi, Maximus mengajak Aleandra keluar dari kamar. Makanan yang diberikan oleh ibunya dipanaskan, Aleandra hanya duduk diam memperhatikan karena Maximus yang memintanya. Maximus memperlakukannya seperti biasa, dia sadar jika dia harus memanjakan Aleandra sebisa yang dia lakukan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.