Hi's Like, Idiot But Psiko

Harapan Marline



Harapan Marline

0Fedrick mengambil tasnya dan melihat kamar tempat dia menginap selama beberapa hari sambil menghembuskan napasnya dengan berat. Dia sungguh tidak menduga akan kembali dengan tangan kosong. Usahanya membujuk Aleandra untuk kembali dengannya gagal. Bukannya memperbaiki semuanya tapi dia justru mengacaukan semuanya.     

Kebodohan dan kegagalan yang dia lakukan itu tidak akan dia lupakan untuk seumur hidup. Sekarang dia hanya bisa meratapi cintanya yang kandas sebelum dimulai. Kenapa di saat dia menyadari perasaan cintanya di saat itu juga dia harus merasakan kehilangan?     

Penyesalan, hanya itu satu-satunya perasaan yang dia rasakan atas kegagalan yang dia alami. Rasa sesal itu bahkan menyesakkan dada apalagi pertemuan yang akan dia lakukan nanti akan menjadi pertemuan terakhirnya dengan Aleandra. Ini juga akan menjadi terakhir kalinya dia melihat wajah Aleandra karena dia tahu, setelah ini dia tidak akan bertemu dengan Aleandra lagi karena gadis itu tidak akan kembali ke Rusia lagi. Dia juga akan meminta Aleandra untuk berbicara dengan ibunya untuk terakhir kali, semoga saja Aleandra tidak keberatan.     

Fedrick segera keluar dari kamar, sudah saatnya dia pergi walau langkahnya terasa berat. Dia harus bisa melakukannya, sebagai seorang pria dia harus bisa melewati itu semua. Fedrick melangkah menuju resepsionis, sampai sekarang dia belum sadar jika dia diintai melalui cctv yang ada di hotel bahkan orang yang mengintainya itu masih mengawasinya.     

Siapa lagi jika bukan Austin dan Oliver. Tidak saja mereka, anak buah Antonio juga mengawasi, mereka tetap memantau pemuda itu dan bisa mereka lihat jika pemuda itu gagal untuk membawa Aleandra kembali tapi itu tidak jadi soal, walau gagal tapi pemuda itu tetap masih bisa menjadi pion yang berguna.     

Setelah cek out dari hotel, Fedrick segera pergi menaiki sebuah taksi yang akan membawanya ke suatu tempat di mana dia dan Aleandra akan bertemu. Oliver masih mengikuti dengan cara meretas cctv, dia ingin melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.     

"Bagaimana, Oliver? Sepertinya pemuda itu akan pergi," ucap Austin.     

"Biarkan saja, Austyn. Memang itu yang aku inginkan. Bukankah sudah aku katakan, yang aku inginkan adalah orang-orang yang mengikuti pemuda itu. Dia hanyalah perantara saja agar kita bisa mendekati mereka. Kegagalan pemuda itu akan menjadi langkah awal kesuksesan kita. Orang-Orang itu pasti ingin tahu siapa Maximus Smith dan mereka akan mencari tahu dari pemuda itu namun, mereka tidak akan mendapatkan jawaban apa pun dari pemuda itu jadi pada saat itulah kesempatan kita mendekati mereka dan memberikan penawaran juga ajakan kerja sama jika mereka ingin tahu siapa Maximus Smith."     

"Kau benar-benar cerdik, Oliver. Sampai sekarang saja si idiot yang diisukan ahli peretas itu tidak melakukan pertahanan apa pun!"     

"Hng, dia hanya pria bodoh yang sedang mabuk asmara dan yang sedang berusaha mempertahankan wanita yang dia inginkan agar tidak direbut oleh pria lain, sebab itu dia tidak memikirkan hal itu lagi!" ucap Oliver dengan seringai lebar.     

"Ternyata cinta juga bisa membutakan si idiot itu," ucap Austin.     

Oliver tersenyum sinis, si idiot itu memang sedang dibutakan oleh cinta. Selama ini mereka bersusah payah mencari kelemahan Maximus, ternyata kelemahannya sangatlah sederhana. Mereka bahkan begitu bodoh mau ditipu oleh wanita waktu itu dengan mudah dan mengatakan jika gadis asal Rusia itu sedang hamil tapi dia rasa wanita itu juga terkena tipu.     

Setelah dia tahu, tentu dia memanfaatkan situasi ini. Sungguh keberuntungan yang di luar dugaan mereka. Sebaiknya mereka kembali mengawasi karena mereka tidak boleh melepaskan kesempatan emas itu.     

Fedrick sudah tiba, dia datang lebih awal dari jam yang ditentukan oleh Maximus. Saat itu Max masih berada di rumah, ibunya yang tiba-tiba datang tentu membuatnya tidak bisa langsung mengajak Aleandra pergi. Lagi pula masih ada waktu beberapa jam jadi dia tidak perlu terburu-buru.     

Aleandra dan ibu Maximus sedang sibuk membuat makanan, sedangkan saat itu Max berada di dalam ruangan untuk melakukan beberapa pekerjaan. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Marline untuk mengajari Alaeandra membuat makanan yang disukai oleh Maximus. Marline melakukan hal itu karena dia sangat berharap hubungan Aleandra dan putranya semakin erat sampai mereka berdua benar-benar menikah.     

"Aleandra, Max tidak memukulmu, bukan?" tanya Marline.     

"Tidak, Aunty. Dia tidak melakukan hal itu."     

"Syukurlah, aku takut dia kelepasan karena emosi. Dia tidak menyakitimu sama sekali, bukan?" tanya Marline lagi. Jujur saja dia tidak yakin putranya tidak menyakiti Aleandra apalagi dia sangat tahu bagaimana sifat Maximus saat sedang emosi.     

"Tidak, Max sudah pergi sebelum melakukan hal itu," Aleandra tersenyum. Dia tidak mungkin mengatakan pada ibu Max apa yang telah Maximus lakukan tapi semua itu terjadi juga karena kesalahannya yang menyulut emosi dan tidak melihat situasi.     

"Aku benar-benar senang mendengarnya walau sesungguhnya aku tidak yakin. Aku tahu emosi Maximus tidaklah baik, aku tahu kekurangan yang ada padanya dan aku rasa kau juga tahu apalagi kau sudah tinggal dengannya cukup lama. Kau pasti tahu bagaimana jika dia marah, aku rasa kau juga sudah tahu bagaimana jika dia sudah tidak menyukai sesuatu. Aku berkata seperti ini bukan karena aku ingin membela putraku, aku tidak akan membela dirinya karena aku tahu bagaimana emosi yang dia miliki."     

Aleandra diam, dia bahkan menunduk. Sepertinya Maximus pulang ke rumah orangtuanya sehingga ibu Max bisa tahu pertengkaran yang terjadi di antara mereka. Pada saat itu, Maximus sudah keluar dari ruangannya dan menghampiri ibu dan kekasihnya.     

"Apa belum selesai?" tanya Max karena dia sudah ingin mengajak Aleandra pergi.     

"Kemarilah, Sayang. Ada yang ingin Mommy bicarakan dengan kalian berdua," pinta ibunya.     

"Ada apa, Mom?" Maximus menatap ibunya dengan ekspresi ingin tahu.     

"Duduk dengan kami!" pinta ibunya.     

Maximus duduk di sisi Aleandra, ibunya tersenyum melihat hubungan mereka yang sudah terlihat seperti biasanya.     

"Dengar, aku bukannya ingin menggurui dan mendikte kalian tapi ini hanya nasehat dariku. Aku tidak akan bosan memberikan nasehat untuk kalian karena aku sangart berharap hubungan kalian bisa sampai ke jenjang pernikahan," ucap Marline.     

Aleandra melihat ke arah Maximus, sedangkan pria itu mengangkat bahu. Max meraih tangan Aleandra dan menggenggamnya, dia tahu ibunya pasti mengkhawatirkan hubungan mereka berdua.     

"Aleandra, kau adalah wanita pertama yang diajak putraku untuk menjalin hubungan secara serius. Selain dirimu, tidak ada wanita lainnya lagi tapi dia masih begitu emosional karena ini pertama kalinya dia harus banyak bersabar. Itu bagus untuknya, Max memang harus belajar mengontrol emosinya dan berubah lebih baik lagi namun semua itu tidak lepas dari peran dirimu. Bukan Maximus saja yang harus mengerti akan dirimu, bukan dia saja yang harus menahan emosi tapi kau juga harus melakukannya. Di saat dia sedang keras, sebaiknya kau mengalah dan di saat kau sedang keras Maximus juga harus mengalah. Kunci kesuksesan dari sebuah hubungan adalah saling mengerti, saling menghargai dan bersabar sangat diperlukan untuk hubungan kalian berdua," ucap Marline panjang lebar. Dia harap setelah dia berbicara seperti ini Aleandra dan Maxmus bisa lebih baik lagi dalam menjalin hubungan asmara di antara mereka.     

"Jujur aku sangat berharap kau menjadi satu-satunya wanita yang dicintai oleh Maximus, sebab itu aku berharap kalian bisa melewatkan semua yang terjadi tanpa kekerasan terutama kau, Max. Mommy tidak akan memaafkan dirimu jika sampai kau ringan tangan dan memukul Aleandra. Jika sampai hal itu terjadi, kau harus mencari aku, Aleandra. Sekalipun dia putraku dan sudah besar aku akan tetap menghukumnya. Kau harus tahu, Max. Sekali kau memukulnya dia akan membencimu, dia akan terus mengingat luka yang kau berikan itu untuk seumur hidupnya walau bekas luka pukulan bisa hilang. Percayalah, luka dihati akibat pengkhianatan bisa disembuhkan namun luka akibat pukulan akan terus dikenang."     

"Aku tidak akan melakukannya, Mom. Terima kasih atas nasehat yang Mommy berikan. Kami berdua akan belajar untuk saling mengerti dan saling menghargai setelah ini," ucap Max.     

"Semua yang terjadi juga kesalahanku, tidak seharusnya aku menyulut emosi. Maafkan aku, Max," ucap Aleandra.     

"Aku juga minta maaf, Aleandra," mereka berdua saling pandang dan tersenyum. Marline sangat senang melihatnya. Hubungan mereka masih seumur jagung tentu mereka harus lebih banyak belajar lagi.     

"Apa sudah selesai, Mom? Jika sudah aku ingin mengajak Aleandra pergi," ucap Maximus.     

"Pergi? Padahal Mommy ingin mengajak Aleandra ke rumah Aunty," jawab ibunya.     

"Nanti saja, ada seseorang yang ingin bertemu dengan Aleandra."     

Aleandra melihat ke arah Maximus, ada yang ingin menemuinya? Pikirannya langsung tertuju ke Fedrick. Tidak ada yang lain lagi selain pria itu. Dia yakin pasti Fedrick tapi kenapa Maximus membiarkan dirinya bertemu dengan Fedrick lagi?     

"Max?" Aleandra memandanginya dengan tatapan ingin tahu.     

"Tidak perlu khawatir, Aleandra."     

"Baiklah jika begitu, Mommy akan pergi," sela Marline seraya beranjak. Sepertinya memang ada hal serius jadi dia tidak mau mengganggu.     

"Sorry, Mom. setelah selesai aku akan mengajak Aleandra ke rumah Aunty."     

Ibunya mengangguk, Max dan Aleandra mengantar Marline sampai di depan pintu. Sebelum pergi Marline memeluk mereka sebentar. Dia sangat senang mereka berdua sudah terlihat baik-baik saja.     

Senyum Aleandra masih mekar saat ibu Max melambaikan tangan tapi senyum itu langsung hilang saat mobil Marline sudah menjauh.     

"Apa yang ingin menemui aku adalah Fedrick, Max?" tanya Aleandra.     

"Yeah," jawab Max singkat.     

"Kenapa, Max? Aku sudah tidak ingin bertemu dengannya lagi, seharusnya kau tahu itu!"     

"Aku tahu, Aleandra. Aku juga tidak ingin kau bertemu dengannya tapi dia bilang dia ingin mengucapkan kata perpisahan padamu."     

Aleandra terkejut, dia segera berpaling dan melihat ke arah Maximus. Apa Max tidak sedang bercanda?     

"kau serius, bukan?" tanya Aleandra memastikan.     

"Yeah, dia berkata seperti itu dengan Jared dan aku rasa dia sudah mengambil keputusan untuk kembali ke Rusia."     

"Jika begitu ayo kita segera pergi!" Aleandra berlari masuk ke dalam, dia terlihat bersemangat. Maximus mengikutinya dengan senyum di wajah, semoga saja Fedrick tidak menipu dan serius akan kembali ke Rusia karena itu pilihan yang tepat sehingga pria itu tidak harus berakhir di tangannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.