Hi's Like, Idiot But Psiko

Goodbye



Goodbye

0Mereka makan bersama seperti tidak terjadi apa pun di antara mereka. Fedrick berusaha keras menyembunyikan apa yang sedang dia rasakan melihat kemesraan yang ditunjukkan oleh Maximus dan Aleandra.     

Maximus tidak peduli dengan tatapan pria itu, dia melakukan apa yang seharusnya dia lakukan sebagai kekasih Aleandra. Aleandra tersenyum tipis setiap kali Maximus memberikan perhatiannya. Dia senang tapi dia juga tidak enak hati karena Fedrick melihat ke arah mereka.     

"Cukup, Max. Aku sudah kenyang," ucap ALeandra. Dia sudah terlalu banyak makan, jangan sampai lambungnya sakit.     

"Jika begitu minum ini," Max memberikan segelas jus buah yang dia pesan khusus untuk Aleandra.     

"Thanks," Aleandra mengambilnya dan tersenyum.     

Fedrick memperhatikan mereka tanpa menyentuh makanannya lagi. Hal itu membuat Aleandra heran, apa Fedrick tidak suka dengan makanannya?     

"Kenapa kau tidak makan, Fedrick? Apa kau tidak suka dengan makanannya?" tanya Aleandra.     

"Tidak, aku sudah kenyang karena aku sudah makan tadi!" dusta Fedrick. Mana mungkin dia bisa makan di saat wanita yang dia cintai sedang bermesraan dengan pria lain?     

"Sepertinya aku sudah harus pergi sebentar lagi. Jika kau sudah selesai makan maka aku akan menghubungi ibuku," ucap Fedrick.     

"Tentu, aku sudah selesai."     

"Selama kau berbicara dengan ibuku, bolehkah aku berbicara berdua saja dengannya, Aleandra?" tanya Fedrick seraya melihat ke arah Maximus.     

Aleandra melihat ke arah Max, pria itu tersenyum dan mengusap kepalanya. Dia akan mendengarkan apa yang hendak Fedrick katakan sebelum pria itu pergi.     

"Aku akan mendengarkan apa yang hendak dia ucapkan," ucap Maximus.     

"Baiklah, jika itu yang kau inginkan. Aku akan berbicara dengan ibumu di tempat lain."     

"Terima kasih, Aleandra," Fedrick mengambil ponselnya dan setelah itu dia menghubungi ibunya. Dia harap ibunya sudah tidak marah dan mau menjawab teleponnya kali ini.     

Panggilan pertama tidak digubris, itu karena ibunya masih kesal. Fedrick kembali mencoba, jika ibunya tidak menjawab juga maka kesempatannya untuk berbicara dengan Aleandra sudah tidak ada lagi.     

Panggilan kedua pun tidak digubris dan akhirnya ibunya menjawab setelah panggilan ketiga yang dia lakukan. Ibunya bahkan menjawab dengan nada tidak senang.     

"Mommy masih marah denganmu!" ucap ibunya.     

"Aku tahu Mommy masih marah, aku tahu aku mengecewakan."     

"Bagus jika kau tahu!" ucap ibunya sinis.     

"Mom, hari ini aku memutuskan akan kembali ke Rusia dan sekarang aku sedang bersama dengan Aleandra. Bukankah Mommy berkata ingin berbicara dengannya?"     

"Apa? Mana dia?" ibunya jadi bersemangat.     

Fedrick memberikan ponselnya pada Aleandra, dia harap ibunya juga bisa menerima perpisahan mereka dan tidak marah lagi. Aleandra tersenyum, dengan isyarat jari dia berkata jika dia akan duduk tidak jauh dari mereka berdua.     

gadis itu berlalu pergi meninggalkan dua pria yang sedang menatap tajam. Atmosfer di antara mereka terasa berbeda setelah ditinggal pergi oleh Aleandra. Belum ada yang berbicara di antara mereka, hanya mata yang saling menatap bahkan api permusuhan mulai terpercik tanpa mereka inginkan.     

"Apa yang ingin kau bicarakan denganku?" Max mulai bertanya.     

"Tinggalkan Aleandra!"     

"Hng, permintaan yang sungguh di luar akal sehat!" ucap Max sinis.     

"Jika begitu jangan melukai hatinya dan meninggalkan dirinya!" ucap Fedrick lagi.     

"Apa aku terlihat akan meninggalkan dirinya dan melukai hatinya?" tanya Max dengan nada tidak senang.     

"Aku khawatir kau akan meninggalkan dirinya jika kau sudah bosan. Jika hari itu tiba maka hubungi aku, aku akan menjemputnya pulang!"     

"Kau tidak perlu khawatir, Fedrick. Aku serius dengannya, aku sudah bersumpah akan mencintainya sampai mati maka hari itu tidak akan pernah datang!"     

Fedrick tersenyum, minuman di tuang ke dalam dua gelas dan setelah itu Fedrick mengambil gelas itu dan memberikannya pada Maximus.     

"Aku percaya padamu, sekarang aku bisa meninggalkan dirinya dengan tenang. Ternyata dia menemukan pria yang jauh lebih dari pada aku, pantas saja dia tidak mau kembali denganku. Aku bisa melihat kau mencintainya dengan tulus jadi tolong jaga dia baik-baik dan pegang ucapanmu yang akan mencintainya sampai mati!"     

"Aku bersumpah padamu dan ini sumpah di antara lelaki!" Max mengambil gelasnya dan mengangkatnya. Fedrick juga melakukan hal yang sama. Gelas beradu dan setelah itu mereka meneguk isinya sambil menatap tajam satu sama lain.     

Aleandra sangat heran melihat ke arah mereka, dia baru saja mendapatkan tempat duduk kosong. Max menuang minuman ke gelas mereka lagi, mereka berdua terlihat seperti bermusuhan tapi mereka juga terlihat akrab karena lagi-lagi mereka bersulang untuk sesuatu yang sedang mereka bicarakan.     

Walau Aleandra sangat ingin tahu tapi dia harus berbicara dengan ibu Fedrick. Memang ibu Fedrick sudah menunggunya, dia terdengar senang saat mendengar suara Aleandra.     

"Aleandra, aku benar-benar merindukan dirimu. Apa kabarmu di sana?" tanya ibu Fedrick.     

"Aku baik-baik saja, Aunty. Maaf telah membuat Aunty khawatir," ucap Aleandra.     

"Tidak apa-apa, Sayang. Bagaimana keadaanmu? Apa kau akan kembali dengan Fedrick?"     

"Maaf, Aunty. Aku tidak bisa!"     

"Kenapa, Aleandra? Aku tahu putraku melakukan banyak kesalahan. Aku tahu dia begitu bodoh menyia-nyiakan dirimu tapi apa tidak ada kesempatan untuknya memperbaiki semuanya? Aku sangat berharap kau mau kembali dengannya, jujur aku sangat berharap kau menjadi menantuku."     

"Maafkan aku, Aunty," Aleandra melihat ke arah Maximus dan juga Fedrick, "Aku sudah memutuskan, Fedrick juga sudah menerimanya," ucapnya lagi.     

"Dia tidak mungkin menerimanya, Aleandra. Percayalah padaku. Apa yang dia tunjukkan padamu saat ini adalah palsu. Dia tidak mungkin terima dengan perpisahan kalian."     

Aleandra diam, dia juga tahu Fedrick pasti tidak bisa menerima perpisahan mereka tapi mereka memang sudah tidak bisa bersama lagi.     

"Maafkan aku, Aunty. Aku tahu Fedrick tidak bisa menerimanya tapi aku bisa melihat jika dia sudah berusaha menerima perpisahan kami. Aku tahu hal itu berat untuk kami tapi sungguh, jalan untuk kami kembali sudah tidak ada lagi."     

"Jadi kau benar-benar tidak akan kembali lagi?" tanya ibu Fedrick.     

"Maafkan aku, Aunty. Aku memang sudah tidak ingin kembali ke sana lagi dan huhungan kami hanya sampai di sini saja."     

"Baiklah," ibu Fedrick menghela napas. Dia sudah tahu jika mereka berdua sudah tidak mungkin bersama lagi apalagi kesalahan fatal yang dilakukan oleh putranya namun dia tetap berharap Aleandra berubah pikiran. Sekarang dia harus menerima keputusan Aleandra yang tidak mau kembali bersama dengan putranya.     

"Sungguh sangat disayangkan. Aku tahu semua kesalahan Fedrick dan aku bisa memaklumi kenapa kau tidak mau kembali dengannya. Padahal aku sangat berharap tapi aku sudah tahu sejak lama jika hubungan kalian berdua tidak mungkin berhasil."     

"Terima kasih atas pengertiannya, Aunty," Aleandra tersenyum. Dia tidak akan melupakan mereka.     

"Jika begitu jaga dirimu baik-baik di sana, Sayang. Aku pasti akan merindukan dirimu dan jika kau kembali ke Rusia, jangan lupa mencari kami. Kami akan selalu menyambut dirimu seperti biasa."     

"Terima kasih, maaf jika aku mengecewakan," Aleandra berusaha menahan air mata, selama ini ibu Fedrick memang sangat baik terhadap dirinya dan juga menyayangi dirinya.     

"Selamat tinggal, Sayang," ucap ibu Fedrick. Wanita itu berusaha menahan air matanya, dia sungguh tidak menyangka hubungan putranya dan Aleandra akan berakhir seperti itu.     

"Selamat tinggal, Aunty," ucap Aleandra. Dia juga berusaha menahan air mata yang hampir tumpah. Dia tidak menduga akan sesakit ini, tapi keputusan yang mereka buat memang keputusan terbaik untuk mereka.     

Pembicaraan mereka selesai, Aleandra diam saja di tempat duduknya. Dia tidak beranjak sampai Maximus menghampirinya. Dia bisa melihat jika Aleandra sedang sedih, tapi setelah itu kesedihan itu sudah tidak akan dia rasakan lagi.     

"Apa kau baik-baik saja?" Max berjongkok di hadapannya dan memandangi wajahnya.     

"Aku baik-baik saja," Aleandra berusaha tersenyum. Dia tidak boleh memperlihatkan air matanya pada Maximus agar pria itu tidak marah.     

"Jika begitu ayo kembali ke sana, Fedrick sudah hendak pergi."     

Aleandra mengangguk, matanya melihat ke arah Fedrick yang sudah menunggu. Max memegangi tangannya, mereka pun beranjak dan kembali menghampiri Fedrick.     

"Terima kasih sudah memberikan kesempatan padaku untuk berbicara dengan ibumu, Fedrick," ucap Aleandra seraya memberikan ponselnya.     

"Aku rasa sudah saatnya aku pergi," Fedrick beranjak, ponsel yang diberikan oleh Aleandra pun diambil.     

"Sekali lagi terima kasih sudah mau datang menemui aku. Aku harap kalian berdua bahagia," ucap Fedrick.     

Aleandra mendekatinya, dia juga memeluk Fedrick tanpa ragu. Itu pelukan terakhir yang dia berikan dan setelah ini dia tidak akan melakukannya lagi.     

"Jaga dirimu baik-baik, Fedrick. Semoga kau juga bahagia dan menemukan pengganti yang jauh lebih baik dari pada aku."     

"Terima kasih," Fedrick memeluknya erat. Rasa sesak akibat perpisahan semakin memenuhi hatinya.     

"Selamat tinggal, Aleandra," ucapnya lagi.     

"Selamat tinggal, Fedrick," mereka masih berpelukan sebagai tanda perpisahan. Max diam saja walau sesungguhnya dia tidak suka. Setelah beberapa saat, pelukan mereka terlepas, Fedrick pamit pergi. Dia melangkah dengan terburu-buru keluar dari cafe, dia tidak mau berlama di tempat itu apalagi Max sedang memeluk Aleandra untuk menghiburnya yang sedang sedih. Hatinya terasa semakin sakit, dia bahkan butuh tempat tenang untuk menumpahkan perasaannya yang meluap di dada.     

"Apa kau baik-baik saja, Aleandra?" tanya Maximus.     

"Kakiku sakit," ucap Aleandra. Kakinya sakit namun perasaan yang ada di hati sulit dia ungkapkan dengan kata-kata.     

"Duduklah, aku akan melihatnya."     

Alaendra mengangguk dan duduk di kursi, Max membuka high heel yang dia gunakan dan setelah itu dia melangkah menuju tong sampah untuk membuang high heel itu.     

"Kenapa kau buang, Max?" tanya Aleandra.     

"Ayo kita pergi membeli yang baru," Maximus berjongkok di hadapannya dengan posisi membelakangi Aleandra. Aleandra tersenyum, tanpa ragu dia naik ke atas punggung Maximus.     

Max menggendongnya keluar dari restoran, Aleandra tersenyum walau mereka menjadi pusat perhatian. Perhatian yang Maximus berikan membuat perasaannya sedikit membaik.     

Mereka bahkan berdiri di depan restoran untuk menunggu Jared dalam keadaan seperti itu. Aleandra tidak tahu jika Fedrick melihat mereka di dalam sebuah taksi dengan perasaan kacau. Dia memang belum pergi karena dia ingin melihat Aleandra untuk terakhir kali tapi apa yang sedang dia lihat? Seharusnya dia pergi saja, sekarang dia menyesal menunggu di sana.     

"Goodbye, Aleandra," ucap Fedrick saat Maximus dan Aleandra sudah masuk ke dalam mobil. Matanya tidak lepas dari mereka berdua sampai akhirnya mobil yang dibawa oleh Jared pergi. Fredick juga meminta supir taksi untuk menjalankan mobilnya menuju bandara. Dia tidak akan melupakan hal itu, dia akan selalu mengingatnya dan kesalahan yang dia perbuat akan menjadi pelajaran paling berharga dalam hidupnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.