Hi's Like, Idiot But Psiko

Kita Hadapi Mereka Bersama



Kita Hadapi Mereka Bersama

0Setelah Maximus pergi ke kantor, perasaan Aleandra tidak menentu. Dia tidak tahu apa tapi ada perasaan aneh yang mengganjal di dalam hati. Dia melakukan beberapa kegiatan untuk mengusir perasaan aneh tersebut namun tidak bisa.     

Aleandra juga berenang seperti yang dia inginkan, dia bahkan menenggelamkan diri di dalam air lalu menimbulkan diri setelah sekian lama. Aleandra berharap perasaan cemas dan takut yang dia rasakan hilang setelah melakukan hal tersebut namun perasan itu semakin membuatnya tidak nyaman.     

Aleandra duduk di sisi kolam renang, perasaannya semakin campur aduk. Apa sebenarnya yang sedang dia rasakan saat ini? Perasaan takut, sedih dan juga khawatir bercampur aduk menyesakkan dada. Dia sungguh memiliki firasat buruk apalagi mimpi buruk yang dia alami kembali teringat.     

Karena rasa yang dia rasakan tidak bisa dia tahan lagi, Aleandra kembali menenggelamkan diri dan menangis di dalam air. Dia melakukan hal itu selama berkali-kali tapi justru yang dia pikirkan adalah Fedrick dan Maximus.     

Sepertinya dia memiliki firasat buruk untuk kedua pria itu, walau Maximus berkata dia tidak mungkin mengalami kejadian seperti apa yang dia impikan namun dia tetap merasa khawatir. Sebaiknya dia pergi mencari Maximus di kantornya, mungkin dengan demikian perasaan yang dia rasakan akan berkurang.     

Aleandra segera naik dari kolam renang, dia bahkan melangkah dengan terburu-buru. Lantai yang licin tidak menghentikan langkahnya walau dia hampir terpeleset beberapa kali.     

Dia tidak mengatakan pada Maximus jika dia akan datang, dia tidak ingin merepotkan Max karena dia tahu Maximus akan pulang saat mendengar kegelisahaan yang dia rasakan. Dia juga butuh refresing. Tanpa membuang waktu, Aleandra pergi ke perusahaan Max setelah mandi dan berpakaian.     

Bukan berarti dia melupakan orang-orang yang mengejarnya tapi dia yakin orang-orang itu tidak akan tahu karena dia hanya pergi ke perusahaan Maximus saja. Seorang supir mengantarnya pergi, supir itu sebenarnya bodyguard yang akan menjaga Aleandra. Maximus tidak melarang Aleandra pergi asalkan dia pergi dengan supir yang sudah dia siapkan.     

Dia juga bukan orang yang akan mengekang kebebasan Aleandra. Lagi pula Aleandra memang harus sering keluar untuk memancing musuh dan membuat musuh mengambil kesimpulan jika mereka tidak terlalu waspada.     

Karena dia sudah lama tidak datang, jadi yang menyambutnya adalah karyawan baru. Aleandra diminta untuk menunggu karena Max sedang keluar untuk bertemu klien. Aleandra tidak membantah, dia diam menunggu Maximus di sana.     

Untuk mengisi waktu, Aleandra memainkan ponsel yang diberikan oleh Maximus. Walau banyak yang bisa dia lakukan dengan benda itu tapi benda itu tidak bisa mengusir kegelisahan yang dia rasakan. Aleandra bahkan melangkah mondar mandir di dalam ruangan itu. Matanya melihat keluar lalu dia kembali melangkah tidak jelas. Dia kembali duduk dan berbaring di kursi panjang yang ada di dalam ruangan itu. Apa telah terjadi sesuatu dengan Fedrick?     

Aleandra memejamkan mata, dia berdoa dalam hati agar tidak terjadi hal buruk seperti yang dia khawatirkan pada Fedrick. Dia harap Fedrick mendengarkan ucapannya namun sayang sudah terlambat.     

Maximus kembali ke kantor setelah jam makan siang. Dia akan menghubungi Aleandra nanti setelah berada di dalam ruangannya. Maximus dan Jared melangkah menuju lift saat seorang karyawan menghampirinya.     

"Tunggu, Sir. Ada seorang wanita yang sudah menunggu anda sedari tadi di ruang tunggu," ucap karyawan itu.     

Max tidak menjawab, kakinya sudah melangkah menuju ruang tunggu. Siapa yang ingin menemui dirinya? Jared juga melangkah mengikuti, tanpa perintah Jared membukakan pintu ruang tunggu untuknya.     

Di dalam sepi, seperti tidak ada siapa pun tapi Maximus melangkah masuk. Seseorang tampak tidur di kursi panjang, Maximus terlihat tidak senang. Beraninya orang itu tidur di kantornya? Max melangkah mendekatinya, ekspresi wajahnya terlihat tidak senang namun ekspresi wajahnya berubah saat melihat Aleandra.     

"Kenapa tidur di sini, hm?" Maximus sedikit membungkuk untuk menggendongnya. Aleandra bergerak sedikit bergerak tapi dia kembali tidur.     

"Siapkan makanan, Jared. Katakan pada mereka jika Aleandra datang maka mereka bisa mengantarnya langsung ke dalam ruanganku!" perintahnya.     

"Yes, Master," Jared menjawab dengan pelan agar tidak mengganggu Aleandra.     

Maximus membawa Aleandra menuju ruangannya, sedangkan Jared melakukan perintah. Para karyawan yang melihatnya saling pandang, sepertinya gadis itu benar-benar berharga.     

Aleandra tidak sadar jika dia sudah berada di pangkuan Maximus. Tangan Max sedang mengusap wajahnya, bibirnya berada di dahi Aleandra. Matanya juga terpejam karena dia sedang menikmati kebersamaan mereka.     

"Hm," Aleandra terbangun karena sentuhan tangan Maximus juga sentuhan bibirnya.     

"Sudah bangun?" Max menatapnya dengan lembut, senyumnya juga terukir di bibir.     

"Max?" Aleandra melihat sana sini dan tampak bingung.     

"Kenapa aku di sini?"     

"Itu pertanyaanku, Aleandra. Kenapa kau di sini dan kenapa kau tidak menghubungi aku? Aku akan segera kembali jika aku tahu kau datang karena aku tidak suka membuatmu menunggu terlalu di ruang tunggu!"     

"Tidak apa-apa, Max. Aku datang mencarimu karena perasaanku yang tidak menentu ini," ucap Aelandra.     

"Ada apa? Apa kau masih memikirkan mimpi anehmu itu?"     

"Aku takut, Max. Setelah kau pergi, perasaan khawatir dan takut memenuhi hatiku. Aku takut apa yang aku lihat di mimpi akan menjadi nyata."     

"Kita sudah membahas hal itu, bukan? Itu hanya mimpimu saja, Aleandra!"     

"kau tidak mengerti, Max!" Aleandra beranjak dan duduk tidak jauh darinya.     

"Aku juga tidak mau merasa takut seperti ini tapi perasaan ini hadir tanpa aku inginkan. Aku sungguh takut bahkan aku begitu mengkhawatirkan keadaan Fedrick dan kedua orangtuanya. Aku punya firasat jika sudah terjadi sesuatu yang buruk pada mereka!"     

"Jika begitu ikut aku!" Maximus meraih tangan Aleandra, gadis itu tampak bingung tapi dia tetap mengikuti Max menuju mejanya. Max menarik sebuah kursi untuk Aleandra dan setelah itu mereka duduk bersama menghadap ke arah komputer.     

"Apa yang mau kau lakukan?" tanya Aleandra tidak mengerti.     

"Lihat saja, aku akan memperlihatkan bagaimana keadaan mereka saat ini padamu!" Maximus mulai meretas, untuk seorang ahli seperti dirinya tidaklah sulit. Setelah meretas satelit dan tahu alamat tinggal Fedrick, Max mulai menyelusuri tempat itu menggunakan rekaman dari satelit.     

Max mencari rekaman setelah Aleandra menghubungi Fedrick. Kediaman Fedrick terlihat sepi seperti biasa, mereka berdua diam saja melihat rekaman itu sampai Fedrick tiba di rumahnya.     

"Kenapa sepertinya ada yang aneh," ucap Maximus.     

"Apa maksudmu?" tanya Aleandra.     

"Tunggu sebentar!" Max mulai mencari rekaman beberapa jam sebelumnya. Dia ingin tahu apa yang terjadi karena dia merasa ada yang aneh.     

Maximus terus menyelusuri sampai akhirnya mereka melihat ada sekelompok orang masuk menyergap rumah Fedrick. Mata Aleandra melotot, dia dan Maximus saling pandang.     

"Si-Siapa mereka, Max?" tanya Aleandra. Perasaan takut dan khawatir kembali menyelimuti hati.     

Max tidak menjawab karena dia mulai sibuk memperbesar gambar untuk melihat rupa dari orang-orang itu bahkan seorang pria yang terlihat seperti pemimpin tidak luput dari pantauannya namun mereka tidak bisa melihat rupa mereka karena gelap. Mereka terus melihat rekaman sampai orang-orang itu pergi membawa sandera.     

"Gelap, aku tidak bisa melihat rupa mereka," ucap Maximus.     

"Apa yang mereka lakukan? Firasatku semakin buruk, Max," ucap Aleandra.     

"Aku akan menyelusuri cctv yang ada di rumah Fedrick!"     

|"Fedrick tidak memasang cctv di rumahnya."     

"Shit!" umpat Maximus, ternyata apa yang dikhawatirkan oleh mereka terjadi juga.     

"Aku rasa pria itulah yang bernama Antonio, dia pasti memiliki rencana lain karena Fedrick tidak bisa membawamu kembali!"     

"Bagaimana ini? Seharusnya aku mencegahnya agar dia tidak kembali!"     

"Itu percuma, Aleandra. Cepat atau lambat Fedrick pasti jatuh ke tangan mereka karena sejak awal mereka memang sudah menjadikan Fedrick sebagai pion mereka tanpa Fedrick sadari. Seandainya kau mencegah Fedrick lalu bagaimana dengan kedua orangtuanya?"     

"Kenapa kau tahu jika Fedrick sudah dijadikan pion oleh mereka?" Aleandra menatap Max dengan ekspresi ingin tahu.     

"Ketahuilah, mereka sudah mengikuti Fedrick saat pertama kalian bertemu."     

"Oh my God, kenapa aku tidak mengatakan hal ini padaku, Max? Bukankah kita harus waspada dan memperingati Fedrick jika dia sedang diikuti?"     

"Aku sengaja, Aleandra."     

"Apa maksudmu?" teriak Aleandra seraya beranjak. Apa maksud Maximus jika dia sengaja? Apa Maximus tidak tahu jika itu sangat berbahaya?     

"Dengarkan aku," Maximus beranjak dan mendekatinya.     

"Aku sengaja bukan berarti aku tidak waspada. Selama ini musuh hanya berani bermain di belakang tanpa berani menunjukkan wajah mereka. Apa kau mau menjadi pelarian untuk seumur hidupmu? Apa kau tidak mau membalas kematian keluargamu? Pria bernama Antonio itu mengirim Fedrick hanya untuk mencari tahu siapa aku."     

"Dari mana kau tahu?" tanya Aleandra.     

"Trust me, Aleandra. Aku lebih ahli dalam masalah ini dari pada dirimu. Aku memiliki pertimbanganku sendiri, aku juga sudah bosan bermain kucing-kucingan dengan musuh sebab itu aku membiarkan Fedrick diikuti dan tidak mengatakan hal ini padamu karena aku tahu kau akan panik dan takut. Aku sedang mengirim undangan secara terbuka pada musuh dan undanganku disambut mereka dengan sangat baik. Kau tidak perlu khawatir, mereka tidak akan melukai Fedrick selama Fedrick mengikuti apa yang mereka perintahkan. Mereka juga menjadikan kedua orangtua Fedrick sebagai sandera saja. Yang kita lakukan saat ini adalah waspada dengan berbagai hal yang tidak kita ketahui. Entah kapan mereka akan bergerak yang pasti mereka akan menggunakan pion mereka saat waktunya tiba. Aku ingin kau semakin waspada karena kau adalah target utama mereka."     

Aleandra mengangguk, dia baru saja memperingati Fedrick tapi apa yang terjadi? Fedrick dan kedua orangtuanya sudah jatuh ke tangan mereka.     

"Kemarilah," Max menarik Aleandra dan memeluknya.     

"Semakin cepat mereka datang, semakin cepat konflik yang kau hadapi selesai. Tidak perlu terlalu banyak berpikir, kita tunggu kedatangan mereka. Kita hadapi mereka bersama dan kita hancurkan mereka. Aku sudah berjanji akan membantumu maka aku akan membantumu sampai semua permasalahan yang kau alami selesai. Aku juga akan menegakkan keadilan untukmu nantinya tapi satu hal yang harus kau lakukan, kau harus selalu waspada dan selalu mempercayai aku."     

"Baiklah, kau benar. Aku harap mereka tidak melukai Fedrick."     

"Semoga saja, tapi yang aku khawatirkan Fedrick bertindak bodoh sehingga dia benar-benar mengikuti permintaan musuh untuk menjebakmu jadi waspadahal."     

Aleandra mengangguk, apa yang dia khawatirkan pun terjadi. Dia juga tidak bisa melakukan apa pun selain berharap Fedrick dan kedua orangtuanya baik-baik saja. Sepertinya situasi yang akan mereka hadapi semakin menegangkan tapi hal itu memang harus terjadi agar permasalahan yang dia hadapi cepat selesai.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.