Hi's Like, Idiot But Psiko

Lepaskan Umpannya



Lepaskan Umpannya

0Musuh sudah menyusun rencana, anak buah Antonio yang dia tempatkan di San Francisco sudah bergabung dengan anak buah Oliver. Seorang ahli IT yang Antonio miliki sedang melakukan tugasnya, sang anak buah yang adalah wanita sedang sibuk mencoba meretas cctv yang ada di rumah Maximus untuk melihat pergerakan di rumah itu.     

Oliver tidak mengatakan apa pun, dia sengaja karena dia ingin Antonio tahu siapa musuh yang sedang mereka lawan saat ini. Si ahli peretas terus berusaha menyusup masuk masuk ke dalam sistem pertahanan yang Maximus ciptakan sendiri karena dia mengalami kesulitan.     

Si peretas sudah berusaha dari setengah jam yang lalu namun dia belum juga bisa menyusup masuk. Aneh, biasanya dia bisa menyusup dengan mudah karena ini bukan pertama kalinya dia menghadapi situasi seperti itu. Walau dia juga mengalami kesulitan seperti itu namun dia bisa menguasai situasi tapi baru kali ini dia belum bisa menyelesaikan pekerjaannya.     

"Kenapa begitu lama?!" teriak Antonio. Dia sudah mulai kesal karena anak buahnya tidak berhasil sedari tadi.     

"Ini agak sedikit sulit, aku belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya," jawab anak buahnya.     

"Tidak mungkin! Hanya menyusup masuk ke cctv yang terpasang di rumahnya saja kau tidak mampu? Apa keahlian yang kau miliki sudah menurun?"     

"Ini benar-benar tidak mudah, Sir. Sistem pertahanan yang terpasang sulit aku tembus. Aku yakin musuhmu kali ini bukanlah orang sembarangan!"     

"Tidak perlu banyak membual!" Antonio semakin kesal.     

"Sebaiknya tidak buang-buang tenaga, Antonio. Anak buahmu tidak salah, sampai sekarang memang tidak ada yang bisa menembus sistem pertahanan yang Maximus buat. Aku bahkan menggunakan sebuah drone untuk mengintai rumahnya tapi sialnya, itu pun ketahuan juga olehnya.     

"Lalu bagaimana? Jika kita tidak bisa memantau musuh bagaimana kita bisa tahu apa yang dia lakukan dan apa kelemahan yang dia miliki! Bukankah kau mengajak aku bekerja sama, lalu kenapa kau tidak mengatakan hal ini padaku?" ucap Antonio kesal.     

"Jangan marah, Antonio. Aku memang sengaja tidak mengatakannya karena aku ingin kau tahu seperti apa musuh yang akan kau hadapi nanti. Satu kesalahan yang kau lakukan, maka kau akan kehilangan nyawamu dengan cepat jadi sebaiknya tidak gegabah."     

"Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Antonio. Dia harus bergantung dengan wanita itu walau sesungguhnya dia tidak suka. Apa boleh buat, dia benar-benar asing berada di tempat itu sehingga dia harus bergantung dengan orang lain.     

"Tidak perlu khawatir, tidak bisa melihat ke dalam maka kita bisa melihat dari luar, bukan?" Oliver mengambil kendali, duduk di sisi anak buah Antonio.     

"Kita bisa melihat gerak gerik mereka dari luar, kita bisa tahu ke mana saja mereka pergi. Bukankah kau bilang ingin melemparkan umpan? Coba kita lihat apakah umpan bisa kau lemparkan hari ini atau tidak!" Oliver mulai sibuk, dia juga meminta anak buah Antonio untuk membantunya meretas cctv yang berada di tempat lain.     

Antonio tidak menjawab, dia diam saja tapi tatapan matanya tidak lepas dari Oliver. Baiklah, wanita itu memiliki kecerdikan, dia memiliki kekuatan. Mereka bisa jadi partner yang sempurna nantinya tapi bukan berarti dia tidak memiliki kecerdikan. Dia hanya berada di kota asing yang tidak dia kenal sama sekali.     

Beberapa cctv yang berada di beberapa lokasi sudah mereka retas, kini mereka hanya bisa mengintai dan berharap adanya keajaiban. Cctv itu berada di lokasi dekat rumah Maximus dan juga berada di dekat kantornya. Hanya cctv jalanan saja yang bisa mereka retas karena mereka tidak akan bisa meretas cctv yang ada di rumah dan juga perusahaan Maximus.     

Mereka mengira aksi mereka tidak ketahuan namun sayangnya, Maximus sudah tahu jika ada yang sedang berusaha menyusup ke dalam sistem pertahanan yang dia buat. Suara alarm peringatan yang dia pasang berbunyi. Alarm itu langsung terkoneksi ke ponselnya. Jika ada yang ingin menyusup maka alarm akan otomatis berbunyi.     

Maximus membiarkannya, dia tahu itu pasti musuh yang berusaha menyusup untuk mengintai rumahnya. Dia yakin itu pasti musuhnya, jadi dia membiarkan mereka karena dia tahu mereka tidak akan bisa menyusup ke dalam sistem pertahanan miliknya. Dia bisa membiarkan para musuh itu masuk tapi karena Aleandra berada di rumah jadi dia tidak melakukan hal itu.     

Sepertinya musuh mulai bergerak, ini bagus. Semakin cepat mereka bergerak, semakin cepat pula masalah yang dialami oleh Aleandra selesai. Dia ingin lihat, apa yang akan para musuh itu lakukan?     

Dia tahu mereka memiliki umpan untuk menjebak Aleandra, dia akan mengikuti permainan musuh. Maximus melakukan hal itu karena dia sudah lelah bermain petak umpet dengan musuh yang tidak juga menunjukkan dirinya. Sekarang dia akan berpura-pura tidak tahu, dia akan duduk diam menonton dan membiarkan para musuh bergerak sesuai dengan rencana mereka dan membiarkan mereka mengira jika dia tidak menyadari apa yang sedang mereka lakukan tapi pada saatnya sudah tiba nanti, petak umpet yang dimainkan oleh musuh akan selesai karena dia akan menangkap mereka satu persatu dan menghabisi mereka sesuai dengan caranya.     

Antonio mulai terlihat gusar, dia menunggu cukup lama dan sudah terlihat bosan. Rasanya ingin memaki, apa tidak ada cara lain? Antonio sudah ingin memaki namun niatnya tertunda ketika sebuah mobil terlihat keluar dari rumah Maximus.     

"Akhirnya," ucap Oliver, dia terlihat bersemangat.     

"Terus ikuti!" perintahnya pada anak buah Antonio.     

Mereka meretas cctv yang ada di jalan, mengikuti mobil itu yang ternyata menuju ke perusahaan Maximus. Tidak perlu ditanya, mereka tahu jika yang berada di mobil ada gadis yang diinginkan oleh Antonio dan memang saat itu Aleandra sedang pergi ke perusahaan Maximus.     

Seperti beberapa hari yang lalu, dia hanya datang sebentar karena setelah itu dia akan pergi bersama dengan Scarlet dan Alesya untuk mengambil gaun yang mereka pesan waktu itu. Aleandra bergegas masuk ke kantor Max setelah dia tiba. Antonio memandangi gadis itu tanpa berkedip. Ternyata itu gadis yang diinginkan oleh kakaknya, ternyata lebih cantik dari fotonya namun sayang gadis itu akan menjadi mainan kakaknya.     

Aleandra tersenyum saat masuk ke dalam ruangan Maximus karena pria itu ada di sana. Makanan yang dia bawa diletakkan di atas meja dan setelah itu Aleandra menghampiri Maximus.     

"Aku kira kau sedang rapat," ucapnya.     

"Tidak, aku baru saja selesai," Maximus meraih tangan Aleandra dan menariknya mendekat sehingga Aleandra jatuh terduduk di atas pangkuannya.     

"Sepertinya kau sedang sibuk akhir-akhir ini, Max," kedua tangan Aleandra sudah melingkar di lehernya, mereka berdua saling pandang.     

"Yeah, tapi akan segera selesai," Max memeluknya erat dan membenamkan wajahnya ke dada Aleandra.     

Aleandra tersenyum, tangannya sudah berada di kepala Maximus dan mengusap rambut tebalnya. Max memejamkan mata, menikmati belaian tangan Aleandra dan juga wangi manis aroma tubuhnya.     

"Apa kau akan pergi dengan Scarlet dan Alesya lagi?"     

"Hm, aku sudah membuat janji dengan mereka."     

"Baiklah," Max mencium pipinya dan kembali berkata, "Kau tahu jika musuh sedang mengintai dan akan bergerak kapan saja. Mereka juga memiliki umpan jadi jangan jauh-jauh dari Scarlet dan Alesya. Jangan gegabah jika ada sesuatu, kau paham?" tanya Maximus.     

"Aku tahu, aku tidak akan jauh-jauh dari mereka."     

"Bagus, kau tidak akan pulang malam lagi, bukan?"     

"Tidak, kami hanya sebentar saja. Setelah mengambil gaun yang kami pesan aku akan pulang."     

"Langsung pulang, kau mengerti? Tidak boleh pergi ke mana pun lagi. Jika ada yang kau inginkan katakan padaku, aku yang akan membelikannya setelah aku pulang nanti."     

"Pasti," Aleandra mencium pipinya, "Aku sudah harus pergi. Aku akan menyiapkan makan malam untuk kita nanti."     

Max mengangkat dagu Aleandra dan mencium bibirnya. Mata Aleandra terpejam, sebentar saja, dia ingin mereka seperti itu. Aleandra bahkan memeluk Maximus dengan erat setelah mereka berciuman. Tiba-Tiba perasaan tidak nyaman kembali dia rasakan tapi dia tidak mengatakannya pada Maximus.     

Maximus sangat heran, pelukan Aleandra semakin erat. Aleandra seperti tidak ingin melepaskannya seolah-olah mereka tidak akan pernah berpelukan lagi.     

"Apa tidak jadi pergi?" tanya Max seraya mengusap punggungnya.     

"Sebentar lagi saja, Max. Aku sangat ingin melakukannya!" perasaan tidak nyaman semakin memenuhi hati, entah kenapa dia jadi enggan pergi tapi dia sudah berjanji pada Alesya dan Scarlet.     

"Apa masih belum cukup?" tanya Max lagi. Mereka sudah berpelukan cukup lama, apa Aleandra ingin mereka seperti itu sampai malam?     

"Ck, kau menyebalkan!" Aleandra melepaskan pelukannya dan tampak cemberut.     

"Kau bisa memeluk aku selama yang kau inginkan tapi setelah kita berada di rumah nanti," Max mencium pipinya dengan lembut.     

"Baiklah, kau benar. Aku sudah harus pergi jika tidak Alesya dan Scarlet akan menungguku."     

"Berhati-hatilah, segera pulang setelah selesai."     

"Jangan lupa di makan makanannya," ucap Aleandra.     

"Pasti, kau juga jangan lupa pesanku!"     

Aleandra mengangguk dan tersenyum, sebelum pergi Max kembali mencium pipinya. Aleandra keluar dari tempat itu dengan terburu-buru karena dia sudah hampir terlambat, jangan sampai membuat Scarlet dan Alesya kembali menunggunya seperti waktu itu.     

Dia tidak menyadari jika ada yang mengawasinya sedari tadi, Oliver dan Antonio menunggunya keluar dari tempat itu dengan sabar dan begitu melihatnya, mereka begitu senang.     

"Itu dia, terus ikuti," ucap Oliver.     

Antonio mengambil ponselnya untuk menghubungi anak buahnya yang sedang menjaga umpan. Sekarang saatnya melempar umpan untuk memancing gadis itu.     

"Bawa dia dan tunggu aba-aba dariku, ketika waktunya sudah tiba, lepaskan umpannya!" perintahnya.     

Oliver memandangi pria itu dengan tatapan heran, apa sebenarnya yang direncanakan oleh pria Rusia itu?     

"Setelah melepaskan umpan, apa kau akan menangkap gadis itu? Jangan lupa dengan kesepakatan yang telah kita buat!" tanya Oliver seraya mengingatkan.     

"Aku tahu! Aku bilang melepaskan umpan maka itu hanya akan menjadi umpan. Lagi pula jika aku ingin membawa gadis itu kembali ke Rusia maka aku harus membunuh pria yang bernama Maximus itu karena dia akan menjadi ancaman di kemudian hari."     

"Aku kira kau lupa dengan perjanjian kita," ucap Oliver.     

"Aku bukan orang bodoh, aku juga bukan orang yang akan melepaskan musuh apalagi musuh yang sudah berani menantang aku!"     

Oliver tersenyum, benar-benar sekutu yang sempurna. Antonio tahu jika dia tidak bisa membiarkan Maximus hidup karena pria seperti dirinya pasti akan mengejar sampai ke Rusia untuk menyelamatkan Aleandra jadi jalan satu-satunya agar pria itu tidak mengganggu adalah membunuhnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.