Hi's Like, Idiot But Psiko

Bersiap-siap Menyerang



Bersiap-siap Menyerang

0Setelah kedua orangtuanya pulang, Maximus menjaga Aleandra yang masih tidur. Keadaannya sudah baik-baik saja, demamnya juga sudah turun tapi Aleandra masih saja mengigau, nama Adrian tidak henti dia ucapkan. Entah apa yang dia mimpikan namun keringat mengalir di dahinya padahal ruangan tidak panas. Sebuah kompres masih berada di dahi, Max juga menyeka keringat di dahi Aleandra.     

Sesungguhnya dia tidak tega melihat keadaan Aleandra yang seperti itu, dia tahu Aleandra pasti sedih karena harus kehilangan kakaknya lagi di saat dia baru melihatnya setelah sekian lama tidak bertemu apalagi sejak awal dia mengira kakaknya sudah mati karena ikut terbunuh dengan kedua orangtuanya.     

"Adrian," Aleandra memegangi telapak tangan Maximus yang berada di dahinya. Pegangannya bahkan begitu erat, Max bisa merasakan kekhawatiran yang dirasakan oleh Aleandra.     

Dia sudah berusaha menyelusuri cctv bersama dengan ayahnya untuk mencari ke mana Adrian dibawa pergi namun lagi-lagi mereka menemukan rekaman cctv yang sudah di manipulasi oleh musuh.     

Musuh yang dihadapi cukup cerdik, selain menghilangkan jejak saat mereka masuk ke dalam terowongan, mereka juga melakukan apa yang mereka lakukan tadi. Maximus terus berusaha, dia bisa membongkar trik murahan yang mereka lakukan dan pada akhirnya dia mendapati Adrian dibawa ke dalam sebuah bangunan terbengkalai yang cukup jauh.     

Walau dia tidak bisa melihat apa yang terjadi di dalam bangunan tapi dia sangat yakin jika Adrian disekap di dalam bangunan tua itu. Max sudah memerintahkan Jared untuk mengutus beberapa anak buah menuju ke tempat itu untuk memantau situasi. Mereka harus melaporkan setiap pergerakan yang terjadi di sana. Hari ini juga dia berniat menyergap tempat itu untuk mencari keberadaan Adrian, dia harap kakak Aleandra masih berada di tempat itu sehingga bisa mereka selamatkan.     

"Max," Aleandra sudah membuka mata dan melepaskan tangan Maximus yang dia genggam sedari tadi.     

"Hei, bagaimana dengan keadaanmu?" Max sedikit menunduk dan mendaratkan ciuman di dahi Aleandra.     

"Sudah lebih baik. Jam berapa sekarang?" tanya Aleandra sambil tersenyum.     

"Tiga sore," Max mengusap wajah Aleandra dengan lembut.     

"Astaga!" Aleandra duduk di atas ranjang dengan terburu-buru.     

"Hei, pelan-pelan!" Max mengambil bantal dan meletakkannya di belakang Aleandra.     

"Aku tidur hampir seharian dan kau tidak membangunkan aku?" ucap Aleandra.     

"Tidak apa-apa, Aleandra. Kau memang harus istirahat karena keadaanmu."     

Aleandra tersenyum tapi ketika mengingat kakaknya, senyumnya langsung sirna. Maximus beranjak, dia tahu kenapa Aleandra seperti itu. Max duduk di sisi Aleandra, meraih tangannya dan menggengamnya dengan erat.     

"Hei, kau yakin tidak apa-apa?" tanyanya dengan lembut.     

"Kakakku," Aleandra menunduk, wajahnya terlihat murung dan sedih.     

"Tidak perlu khawatir," Maximus merangkul bahunya dan menariknya mendekat, "Sebentar lagi aku akan pergi menyelamatkan kakakmu," ucapnya lagi.     

"Benarkah? Apa kau sudah tahu keberadaannya?" Aleandra berpaling, menatapnya dengan tatapan penuh harap.     

"Aku sudah menemukan lokasi di mana dia dibawa tapi aku tidak tahu dia masih berada di sana atau tidak. Aku sudah meminta beberapa anak buahku untuk mengintai di lokasi itu dan setelah ini aku akan pergi ke sana untuk menyergap dan mencari kakakmu."     

"Aku ikut!" ucap Aleandra dengan cepat.     

"Tidak, keadaanmu masih belum sembuh jadi sebaiknya kau beristirahat di rumah!"     

"Aku sudah baik-baik saja, lihat...," Aleandra memegangi wajah Maximus agar Maximus melihat ke arahnya, "Aku sudah sangat sehat bahkan aku bisa kau ajak bercinta sampai dua kali jadi kau harus mengajak aku!" ucapnya asal.     

Max terkekeh, tangannya sudah berada di atas telapak tangan Aleandra. Ciumannya bahkan mendarat di atas telapak tangan Aleandra.     

"Kenapa kau berbicara seperti itu? Apa kau sedang ingin bercinta denganku?" goda Maximus.     

"Ti-Tidak, itu hanya perumpamaan saja," Aleandra jadi gugup dan tersipu.     

Maximus tersenyum, ciumannya mendarat di dahi Aleadra dan tangannya sedang membelai rambut kekasihnya.     

"Aku dan Jared bisa menyelamatkan kakakmu, jadi kau istirahat saja di rumah. Aku juga belum bisa memastikan dia ada di sana atau tidak," ucapnya.     

"Please, Max," Aleandra beranjak dan duduk di atas pangkuan Maximus, "Ijinkan aku ikut menyelamatkan kakakku. Keadaanku sudah baik-baik saja, aku sangat ingin menyelamatkan kakakku walau kemungkinan besar dia tidak ada di sana. Aku akan jaga diri dan aku berjanji tidak akan merepotkan dirimu," ucapnya.     

"Aku tidak tahu apa yang ada di tempat itu, Aleandra. Aku khawatir musuh sudah menyiapkan perangkap yang berbahaya di sana."     

"Aku tahu, Max. Jika seperti itu saja aku takut, bagaimana aku bisa menghadapi yang lainnya? Aku tahu kau sangat mengkhawatirkan aku tapi aku ingin pergi menyelamatkan kakakku. Aku tidak bisa diam saja di rumah menunggu kau pulang, aku tidak akan sanggup melewati waktu sendirian menunggumu kembali jadi ijinkan aku ikut denganmu," pinta Aleandra. Tatapan matanya terlihat serius, dia tidak akan sanggup menunggu di rumah, dia tahu itu. Dia sangat ingin tahu keadaan kakaknya jadi dia harap sang kakak berada di tempat yang dimaksud oleh Maximus.     

Maximus menghela napas, dia tahu dia tidak bisa menolak. Bukannya tidak bisa, dia hanya khawatir saat dia pergi Aleandra nekad menyusul sehingga tindakan yang dia ambil lebih membahayakan dirinya.     

"Please, Max," pinta Aleandra memohon, "Aku pasti akan jaga diri dan tidak akan mempersulit dirimu," Aleandra kembali mengulangi ucapannya dan mencium pipinya, dia melakukan hal itu untuk membujuk Maximus. Max memejamkan matanya, dia sengaja belum menjawab karena dia ingin melihat apa yang akan dilakukan oleh Aleandra.     

Aleandra tidak berhenti mencium pipinya, dari dahi, pipi lalu ke bibirnya. Semoga apa yang dia lakukan bisa meluluhkan Maximus sehingga dia diperbolehkan ikut. Max tidak menyia-nyiakan kesempatan, kedua tangannya sudah berada di bokong Aleandra.     

Hanya sebentar saja dan setelah itu dia akan mengajak Aleandra pergi untuk mencari keberadaan kakaknya. Ciuman mereka terlepas, Aleandra terengah-engah namun ucapan permohonan agar Maximus membawanya kembali terucap.     

"Please, Max."     

"Baiklah, aku lebih khawatir meninggalkanmu di rumah karena aku takut kau nekad membuntuti aku."     

"Jadi aku boleh ikut?" tanya Aleandra.     

"Yes, segera bersiap. Kita tidak tahu apa yang terjadi dengan kakakmu jadi sebaiknya tidak membuang-buang waktu!" ucap Maximus.     

Aleandra mengangguk, Max beranjak dan melangkah keluar. Dia akan memanggil Jared dan mengumpulkan anak buah. Mereka juga harus menyusun strategi sebelum menyergap musuh. Dilihat bagaimanapun bangunan itu sangat luas dan terbanyak beberapa lantai. Entah berada di lantai berapa kakak Aleandra disekap, yang pasti mereka harus tiba sebelum hari gelap.     

Aleandra masuk ke kamar mandi terlebih dahulu, walau kedua telapak kakinya terasa sakit tapi dia tidak peduli. Dia juga mengganti bajunya dengan tank top dipadukan dengan celana pendek. Pakaian seperti itu membuatnya bebas bergerak saat melawan musuh.     

Setelah selesai, Aleandra keluar dari kamar. Dia pergi mengambil beberapa potong roti di dapur untuk mengisi perutnya yang lapar dan setelah itu, Aleandra mencari Max ke dalam ruangannya karena dia tahu Maximus ada di sana. Maximus tersenyum saat Aleandra masuk ke dalam ruangan. Keadaannya sudah terlihat lebih baik dari pada tadi pagi.     

"Kau yakin kau sudah baik-baik saja, Aleandra?" Max menghampirinya dan meraih pinggangnya.     

"Kau bisa melihatnya sendiri, Max. Aku sudah beristirahat cukup lama. Aku terlalu ceroboh semalam tapi aku tidak akan mengulanginya lagi. Aku mengambil tindakan tanpa pikir panjang saat melihat Adrian padahal aku bisa saja diculik saat itu juga. Aku minta maaf karena lupa akan nasehat yang kau berikan."     

"Tidak apa-apa, aku tidak marah. Aku tahu kenapa kau melakukan hal itu tapi kejadian semalam harus kau jadikan pelajaran dan jangan pernah mengulanginya lagi. Beruntungnya musuh hanya ingin mengetes saja, jika mereka serius maka kau sudah tidak berada di sini denganku saat ini jadi untuk selanjutnya berpikirlah sebelum bertindak."     

"Pasti," Aleandra berjinjit dan memberikan kecupan lembut di bibir Maximus, "Lagi-Lagi aku merepotkan dirimu," ucapnya.     

"Jangan berkata seperti itu," Max mengusap wajah Aleandra, senyum lembut terukir di bibir, "Kau selalu berkata demikian padahal kau tidak merepotkan sama sekali. Kita hanya harus bekerja sama, maka kita bisa memenangkan pertarungan ini," ucapnya.     

"Kau benar, aku harap aku tidak mengacaukannya."     

"Aku juga berharap demikian!" Max mencium pipinya dan setelah itu Max mengajaknya melihat lokasi di mana kakaknya berada saat ini. Dia juga menunjukkan rekaman saat kakaknya melarikan diri sampai akhirnya tertangkap lagi. Sambil menunggu kedatangan Jared, Max juga mengatakan rencana mereka nanti untuk menyergap musuh.     

Ini bukan pertama kali mereka berkolaborasi menghadapi musuh, tapi dia ingin melihat kemampuan Aleandra saat berada di arena bertempur nanti. Walau dia sudah pernah melihatnya tapi waktu itu di jalanan yang sudah pasti situasi yang dihadapi akan berbeda. Dia juga ingin melihat apakah Aleandra menguasai apa yang selama ini dia ajarkan? Dia harap Aleandra sudah menguasainya.     

Mereka berdua kembali melihat lokasi dan merubah sedikit rencana, saat tiba mereka bisa langsung menyergap. Jared dan anak buahnya juga sudah tiba. Jared masuk ke dalam ruangan di mana Maximus dan Aleandra berada. Max memberikan perintah saat itu juga sambil memperlihatkan peta lokasi di mana mereka akan menyergap. Jared akan memimpin sebuah kelompok yang akan menyergap dari sisi kanan gedung, sedangkan dua kelompok menyergap dari sisi yang berbeda. Dia dan Aleandra akan menyergap dari depan, mereka akan langsung bergerak agar tidak membuang waktu.     

Setelah rencana di susun, senjata pun diambil. Aleandra melengkapi dirinya dengan senjata yang ada. Max bahkan memberikan sebuah granat untuknya.     

"Gunakan benda itu di saat kau terdesak, tapi jika tidak jangan gunakan karena satu ledakan bisa meruntuhkan bangunan tua itu. Kau paham?"     

"Aku tahu, aku akan menggunakannya dengan baik. Aku memang hanya seorang stuntman tapi aku juga belajar dan berlatih dalam hal ini."     

"Baiklah, siap menyelamatkan kakakmu?" tanya Maximus.     

"Tidak pernah sesiap ini dan aku harap dia benar-benar ada di sana sehingga usaha kita tidak sia-sia terlepas itu jebakan yang disiapkan oleh musuh atau tidak!"     

"Kau benar, ayo berangkat!"     

Aleandra mengangguk, mereka segera keluar dari ruangan dan bergegas bergabung dengan Jared dan yang lain. Mereka segera pergi menuju lokasi untuk menyelamatkan Adrian. Mereka berharap, Adrian ada di tempat itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.