Hi's Like, Idiot But Psiko

Misi Penyelamatan



Misi Penyelamatan

0Sebuah bangunan kosong yang sudah tidak terpakai lama menjadi tujuan. Saat itu waktu menunjukkan pukul empat sore, mereka sudah hampir tiba di lokasi. Selama di perjalanan, Maximus memantau lokasi dari sebuah tablet yang dia miliki.     

Para anak buah yang ada di sana masih memantau situasi dan memberikan laporan untuknya jika tempat itu dijaga dengan ketat. Hal itu semakin memperkuat perkiraannya jika Adrian memang berada di tempat itu.     

Untuk pendatang seperti Antonio yang tidak memiliki markas, bangunan tua yang sudah tidak digunakan memang tempat yang paling cocok untuk digunakan sebagai markas. Antonio tidak membawa Adrian ke markas Oliver karena berisiko tinggi. Jangan sampai musuh tahu markas mereka begitu cepat sebelum mereka menyerang.     

Sesuai dengan perkataan Oliver, keberadaan Adrian pasti sudah diketahui oleh Maximus. Mereka sudah berusaha mengacaukan rekaman cctv dengan harapan Maximus tidak mudah menemukan keberadaan umpan dengan begitu cepat. Antonio menempatkan Adrian di tempat itu untuk sementara. Besok dia akan memindahkan Adrian ke tempat yang lebih aman tapi sayangnya dia tidak tahu jika keberadaan Adrian sudah diketahui oleh Maximus.     

Untuk mengelabui musuh nanti, Maximus akan mengacaukan rekaman satelit setelah mereka selesai karena bisa saja musuh mencari rekaman untuk melihat apa yang terjadi. Dia juga mengacaukan alat komunikasi para musuh sehingga penyerangan yang dia lakukan tidak akan tersebar keluar. Itu dia lakukan untuk memberikan kejutan pada musuh.     

Selama menuju lokasi, Aleandra terlihat cemas. Tangannya bahkan tidak lepas dari gagang pistol-nya. Rasanya ingin cepat tiba dan dia sangat berharap, Adrian berada di bangunan tua itu.     

"Kenapa kau terlihat gelisah, apa kau masih sakit?" Max meliriknya sekilas dan setelah itu dia kembali fokus pada tablet-nya karena dia sedang melakukan sesuatu di benda itu.     

"Bukan begitu, aku sudah tidak sabar untuk cepat tiba," ucap Aleandra.     

"Kita sudah hampir tiba, jadi persiapkan dirimu!" ucap Maximus.     

Aleandra mengangguk, dia tidak pernah sesiap ini, bahkan saat syuting film pun dia tidak pernah merasa sesiap itu. Seperti yang dikatakan oleh Maximus, mereka sudah tiba. Mereka berhenti sedikit jauh dari bangunan yang sedikit jauh dari jangkauan musuh. Max melompat turun, begitu juga dengan Aelandra.     

Karena rencana sudah disusun sebelumnya jadi tanpa menunggu aba-aba lagi, mereka segera mengambil senjata api dan bergerak. Jared melangkah maju terlebih dahulu, dia membawa pasukannya ke lokasi yang sudah ditentukan begitu juga dengan dua kelompok lainnya. Mereka akan menyergap bangunan berbentuk persegi itu dari segala sisi dan segera menemukan sandera agar misi penyelamatan cepat selesai.     

Setelah para anak buahnya maju, Max dan Aleandra juga maju. Mereka diikuti oleh beberapa anak buah yang lainnya. Mereka melangkah mengendap menuju bangunan, mereka harus berhati-hati karena mereka tidak tahu berapa jumlah musuh yang ada di dalam sana.     

Para anak buah yang sudah ada di sana sebelumnya mulai bergabung. Mereka terus bergerak maju dengan hati-hati dan bersembunyi di balik pohon sebelum masuk menyergap musuh.     

"Apa kau sudah siap, Aleandra?"     

Aleandra menjawab dengan anggukan, dua pistol sudah berada di tangan. Jantungnya berdebar cepat, dia selalu tahu jika dia tidak sedang berada di lokasi syuting. Satu kesalahan yang dia lakukan maka akan berakibat sangat fatal.     

"Let's go!" Maximus memberi aba-aba dan setelah itu mereka melangkah maju begitu juga dengan yang lainnya.     

Anak buahnya melangkah terlebih dulu, sedangkan Max dan Aleandra melangkah secara bersama-sama. Anak buah yang sudah berada di depan bersembunyi di belakang tembok bangunan untuk mengintip di dalam dan setelah itu, mereka memberi laporan menggunakan isyarat tangan.     

Dua di sisi kiri, tiga berada di kanan dan beberapa tersebar di berbagai tempat. Setelah mendapat laporan, Max menarik dua senjata apinya. Musuh yang ada di dalam sana tidak sadar jika mereka sedang terkepung, mereka terlihat santai dan tidak akan menduga jika musuh siap masuk menyergap.     

Max dan Aleandra saling pandang, dan setelah itu mereka melangkah maju masuk ke dalam bangunan. Max akan menebak yang bagian kiri, sedangkan Aleandra akan menembak di bagian kanan.     

Doorr!! Dorrr!     

Dua letusan senjata api terdengar, timah panas yang dilepaskan menebus kepala dua musuh yang sedang berjaga. Mereka terkejut, mata mereka tertuju pada muda mudi yang sedang berdiri saling membelakangi dan tidak jauh dari mereka.     

"Kita diserang!" salah satu dari mereka berteriak dan setelah itu, terdengar suara letusan senjata api dari arah lain karena anak buah Max yang berada di sisi lain juga mulai menyerang.     

Anak buah yang bersama Max menyergap masuk, baku tembak tidak bisa terhindarkan karena musuh balik menyerang. Mereka di hujani oleh timah panas sehingga mereka harus mencari tempat untuk bersembunyi. Aleandra berlari ke arah kanan untuk mencari tempat perlindungan, sebuah tembok menjadi pilihan bagus. Maximus berada di sisi lainnya, anak buah yang mengikutinya juga berpencar.     

Maximus mengintip sesekali tapi para musuh itu tidak memberikan celah untuk mereka dan menghujani mereka dengan timah panas. Peluru yang menghantam tembok akan meruntuhkan tembok yang menjadi tempat mereka bersembunyi.     

Max dan Aleandra saling pandang, Aleandra memberi sebuah isyarat kepada Maximus. Mereka tidak bisa terus bersembunyi karena tembok itu mulai runtuh sedikit demi sedikit. Mereka bahkan sudah hampir kehabisan tempat untuk menghindari peluru yang terus di tembakan oleh musuh. Aleandra akan keluar dari persembunyian, dia akan berguling di atas lantai dan setelah itu menembak musuh yang sedang menghujani mereka dengan senjata api.     

Maximus menggeleng, itu cara paling konyol untuk mengantar nyawa. Apa Aleandra kira dia sedang berada di lokasi syuting? Aleandre berusaha meyakinkan Maximus, otak pun diputar dan akhirnya dia ingat dengan granat yang diberikan oleh Maximus.     

Benda itu diambil, kali ini Max pasti setuju. Benda itu hanya untuk mengalihkan musuh saja tapi Maximus kembali menggeleng karena dia tidak mau membahayakan Aleandra. Tembakan masih terus terdengar, Max sudah kesal. Bersembunyi seperti itu bukanlah gayanya. Peluru yang di tembakan dari senjata otomatis bergerak ke kanan lalu ke kiri, itu adalah kesempatan dan ketika senjata api di arahkan ke arah Aleandra, Maximus keluar dan menembaki musuh.     

"Sial!" teriakan musuh terdengar karena beberapa rekannya tumbang akibat peluru yang di tembakan oleh Maximus. Senjata api secara otomatis mengarah ke arah Max dan pada saat itu pula, Aelandra keluar dari persembunyian untuk menembaki musuh.     

Umpatan musuh kembali terdengar, anak buah Max yang bersama Aleandra keluar untuk menembak. Maximus juga keluar dari persembunyian. Kini mereka memegang kendali. Maximus dan Aleandra melangkah maju dan terus menembak hingga musuh terpukul kalah. Selongsong senjata api sudah kosong, Aleandra mengisinya dengan cepat. Dia dan Maximus sudah berdiri saling membelakangi sambil menembak musuh yang tersisa.     

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Maximus.     

"Uhm," jawab Aleandra sambil mengangguk.     

"Jangan sembarangan mengambil tindakan karena berbahaya. Sekarang saatnya berpencar untuk mencari keberadaan kakakmu!"     

Aleandra kembali mengangguk, sepertinya Max belum mempercayai kemampuannya tapi tidak jadi soal, yang paling penting saat ini adalah menghabisi musuh dan mencari kakaknya. Suara tembakan dari atas terdengar, itu karena Jared dan anak buah yang lain sudah menyergap naik ke atas untuk mencari keberadaan Aleandra.     

"Kau siap kembali beraksi, Mrs. Smtih?"     

"Yes," jawab Aleandra sambil tersenyum.     

Maximus meraih pinggang Aleandra, sebuah ciuman mendarat di bibir gadis itu. Maximus mengusap wajah Aleandra yang berdebu dan setelah dia kembali mencium pipi Aleandra.     

"Hati-Hati!" ucapnya. Mereka harus berpencar untuk mencari keberadaan Adrian karena bangunan itu luas.     

Aleandra mengangguk, mereka segera berpencar naik karena musuh yang ada di bawah sudah mereka bereskan. Mereka menyelusuri bagian atas dengan hati-hati karena bisa saja ada musuh yang sedang bersembunyi dan menembak mereka.     

Di sebuah ruangan lain, dua anak buah Antonio yang sedang menjaga Adrian tampak waspada. Mereka terkejut saat mendengar suara keributan di bawah sana, mereka ingin melihat tapi mereka tidak bisa meninggalkan sandera. Mereka juga berusaha menghubungi Antonio untuk memberi laporan namun sia-sia karena Max sudah mengnonaktifkan alat komunikasi mereka.     

Adrian tidak bergerak di atas lantai. Dia disiksa oleh anak buah Antonio dengan begitu keji. Dua anak buah yang tersisa melangkah menjauhi pintu saat terdengar suara langkah kaki di luar sana. Mereka tahu jika ada yang hendak menyergap dan mereka menebak jika itu adalah polisi.     

Maximus sudah bertemu dengan anak buah yang lain. Mereka bergabung untuk menyisir setiap ruangan yang ada. Max sangat yakin jika Adrian pasti ada di tempat itu karena dia tidak terlihat dibawa pergi oleh musuh.     

Setiap ruangan yang ada sudah mereka masuki namun Adrian tidak ada. Tinggal beberapa ruangan lagi dan jika tidak juga menemukan keberadaan Adrian maka mereka harus mencari ke lantai atas. Saat itu sudah hampir gelap, mereka harus segera menemukan Adrian jika tidak mereka akan kesulitan karena gelap.     

Langkah kaki mereka yang menyelusuri lorong terdengar semakin jelas oleh anak buah Antonio. Mereka terus melangkah mundur dan saling pandang. Sial, jika tidak mau mati maka mereka harus lari.     

Mereka berada di lantai dua saat itu, cara satu-satunya yang mereka miliki adalah melompat ke bawah. Mereka tidak punya pilihan apalagi langkah kaki sudah terdengar di depan ruangan. Mereka harus pergi untuk memberikan laporan padan Antonio jadi mereka berdua melompat untuk melarikan diri saat pintu di dobrak dari luar.     

"Sial! Ada yang kabur!" teriak Jared saat melihat dua orang baru saja melompat ke bawah. Jared berlari ke arah sisi bangunan untuk melihat dua orang itu, yang satu tidak bisa bergerak akibat patah kaki, sedangkan yang satu mulai merangkak mengumpulkan kekuatan untuk lari.     

Max mendekati seorang pria yang tergeletak tidak berdaya. Seorang anak buah membalikkan tubuh pria itu. Mata Maximus melotot melihat keadaan pria itu, sepertinya mimpi Aleandra menjadi nyata.     

Jared hendak menembak musuh yang ingin melarikan diri, dia sudah membidik tapi tiba-tiba saja musuh tumbang karena mendapat sebuah tembakan yang di tembakan entah dari mana. Jared melihat sana sini untuk mencari siapa yang menembak tapi yang dia dapati hanya moncong senjata api laras panjang dari ruangan yang tidak jauh dari mereka.     

Dia rasa itu salah satu anak buahnya tapi sesungguhnya Aleandra yang melakukan hal itu. Setidaknya apa yang diajarkan oleh Maximus sewaktu di gurun tidak sia-sia. Setelah membereskan dua musuh yang ada di bawah, Aleandra terlihat puas.     

"Segera bawa dia!" perintah Maximus. Sepertinya Aleandra akan terpukul dan shock melihat keadaan kakaknya nanti.     

Anak buahnya segera bergerak membawa Adrian, sedangkan Maximus keluar dari ruangan itu untuk mencari keberadaan Aleandra yang secara kebetulan tidak jauh dari ruangannya.     

"Apa kau menemukan kakakku?" tanya Aleandra.     

"Anak buahku sudah membawanya," jawab Max.     

"Bagaimana dengan keadaannya?" tanya Aleandra ingin tahu.     

"Kau akan melihatnya nanti tapi kita haru segera pergi!"     

Aleandra sangat heran, firasat buruk. sepertinya terjadi sesuatu hal yang buruk pada kakaknya sehingga Max tidak mau mengatakannya tapi memang sebaiknya mereka pergi karena misi mereka sudah selesai. Mereka meninggalkan bangunan yang sudah gelap dan meninggalkan mayat para anak buah Antonio. Saat pria itu datang, dia hanya akan mendapati mayat para anak buahnya saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.