Hi's Like, Idiot But Psiko

Selamat Tinggal



Selamat Tinggal

0Aleandra masih menangis, dia tidak kuasa menahan kesedihan yang menyesakkan dada akibat keadaan kakaknya yang begitu menyedihkan. Dia sangat ingin tahu, apa alasan Antonio membunuh kedua orangtuanya dan memperlakukan kakaknya dengan begitu keji?     

Padahal mereka hidup tanpa menyinggung orang lain, mereka juga baik pada siapa saja tapi kenapa mereka harus mengalami kejadian tragis seperti itu? Sebenarnya kesalahan apa yang telah mereka lakukan pada Antonio sehingga pria itu begitu kejam pada keluarganya?     

"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kita harus mengalami hal seperti ini?" tanya Aleandra pelan. Dia sungguh membutuhkan penjelasan kenapa mereka harus menderita seperti itu.     

"Ini perbuatan penjahat yang telah Daddy jebloskan ke dalam penjara, Aleandra."     

"Apa?" Aleandra mengangkat wajah, menatap kakaknya sejenak dan setelah itu dia kembali menunduk karena dia tidak sanggup memandangi kakaknya begitu lama.     

Adrian diam, walau dia kesulitan bicara namun dia harus mengatakan pada adiknya kenapa mereka bisa mengalami hal itu karena bisa saja ini adalah pertemuan terakhir mereka.     

"Penjahat itu tidak terima ayah kita memasukkan kakaknya ke dalam penjara sehingga harus dihukum mati, sehingga malam itu dia menjebak aku di meja judi dan sengaja aku tipu sehingga mereka bisa mengikuti aku pulang ke rumah untuk menghabisi kita."     

"Bukankah sudah aku katakan padamu? Uang itu pembawa masalah!" ucap Aleandra seraya menghapus air matanya.     

"Maafkan aku," Adrian berpaling, melihat adiknya dengan satu mata yang tersisa dan itu juga sulit dia buka karena matanya bengkak dipukuli oleh anak buah Antonio.     

"Tidak perlu minta maaf, itu bukan salahmu," Aleandra masih memegangi tangan sang kakak, rasanya sangat berat melepaskan tangannya.     

"Kenapa kau bisa ada di sini, Aleandra?" tanya Adrian, ringisan terdengar karena dia sedang memaksakan dirinya.     

"Sebaiknya kau beristirahat, Adrian. Kita bisa bicarakan hal ini lain waktu setelah keadaanmu lebih baik."     

"Tidak," Adrian menarik tangannya dari genggaman sang adik dan meletakkan tangannya ke atas kepala Aleandra.     

"Aku rasa waktu yang aku miliki sudah tidak banyak lagi. Bisa bertemu denganmu dan melihat wajahmu saja merupakan sebuah keajaiban untukku," ucapnya sambil mengusap kepala adiknya.     

"Kenapa kau berbicara seperti ini? Aku tidak akan membiarkan mereka menangkapmu lagi, aku akan menjaga dan merawatmu. Aku juga akan memohon pada Maximus agar kau mendapatkan perawatan yang terbaik," Air mata yang sempat berhenti mengalir kini kembali mengalir dengan deras.     

"Maximus, pria itu?"     

"Yes, selama melarikan diri di tempat asing ini, aku bertemu dengannya dan mendapatkan perlindungan darinya. Aku bisa berada di sini setelah melewatkan malam melelahkan karena aku dikejar tanpa henti. Aku sungguh beruntung bertemu dengan muda mudi yang akan melakukan perjalanan ke kota ini sehingga aku bisa datang ke sini," Aleandra menghentikan perkataannya dan menyeka air matanya.     

"Jika aku tahu kau ditangkap dan tidak langsung dibunuh maka aku tidak akan datang ke kota ini. Aku akan mencari bantuan untuk menyelamatkan dirimu."     

"Tidak, jika kau melakukannya maka kau akan tertangkap dan menjadi bahan pelampiasan mereka. Aku dengar mereka menginginkan dirimu untuk dijadikan pelampiasan nafsu."     

Mata Aleandra melotot, apa dia tidak salah dengar? Jadi Antonio menginginkan dirinya untuk dijadikan pemuas nafsu?     

"Sebaiknya kau berhati-hati dengannya, Aleandra. pergilah yang jauh, jangan sampai mereka mendapatkan dirimu."     

"Aku tidak bisa, Adrian. Mereka menangkap Fedrick dan kedua orangtuanya."     

"Apa?" Adrian terkejut. Dia tidak menduga musuh sampai menangkap Fedrick.     

"Aku tidak bisa lari ke mana pun, Adrian. Aku harus menghadapi mereka dan menyelesaikan semua ini. Aku terlambat menolongmu dan aku harap aku tidak terlambat menolong Fedrick. Aku takut dia juga mengalami kejadian buruk seperti yang kau alami begitu juga dengan kedua orangtuanya."     

"Bagaimana caramu menghadapi mereka, Aleandra. Mereka sangat berbahaya dan kuat. Dari pada kau bermain dengan bahaya lebih baik kau melaporkan hal ini pada polisi atau pergi yang jauh."     

"Aku sudah pergi yang jauh, Adrian. Tapi mereka masih bisa menemukan aku. Pihak berwajib juga bukan solusi terbaik, aku hanya mengulur waktu dan pada akhirnya kejadian yang kita alami akan terulang kembali. Tidak ada cara lain selain menghadapi mereka dan menghabisi mereka. Aku memang harus menyelesaikan semua ini, aku akan membalas kematian kedua orangtua kita dan aku akan membalas perbuatan mereka yang telah membuatmu seperti ini!"     

Adrian diam, adiknya memang berbeda dengannya. Aleandra memiliki sifat pemberani, dia tidak takut walau ada bahaya walau sedikit ceroboh dan terkadang bertindak tanpa pikir panjang. Walau Aleandra berkata seperti itu, tapi dia tidak suka adiknya terlibat dalam bahaya apalagi harus menghadapi musuh yang kuat.     

"Sebaiknya lupakan saja, Aleandra. Cukup aku dan kedua orangtua kita saja yang mengalami kejadian buruk. Aku ingin kau hidup dengan damai tanpa perlu terlibat dalam masalah."     

"Aku tidak mungkin bisa hidup damai jika aku tidak menghabisi mereka, Adrian," Aleandra kembali memegangi tangan sang kakak.     

"Kita tahu mereka tidak akan berhenti, mereka datang untuk menangkap aku dan mereka menggunakan dirimu untuk menjadi umpan agar mereka bisa menangkap aku. Aku melihatmu ketika mereka melepaskan dirimu, aku mengejarmu tapi aku harus kehilangan dirimu."     

"Jadi kau yang memanggil aku?" tanya Adrian.     

"Ya, aku harap aku bisa menemukan keberadaanmu tapi lihatlah? Aku gagal menyelamatkan dirimu, maafkan aku, Adrian," ucap Aleandra. Dia kembali menangis tersedu, menyesali kegagalannya untuk menyelamatkan Adrian. Seandainya dia bergerak lebih cepat, dia pasti bisa menemukan kakaknya sehingga Adrian tidak akan mengalami hal seperti ini.     

"Jangan menangis, semua bukan kesalahanmu," Adrian mengusap kepala adiknya. Sudah cukup, dia merasa sangat lelah. Aleandra masih menangis, sedangkan mata Adrian sudah terpejam karena dia sangat membutuhkan itu.     

"Aku berjanji padamu, Adrian. Mereka akan menerima balasan karena mereka telah memperlakukan dirimu seperti ini. Aku dan Maximus akan membalas apa yang telah kau dapatkan, setiap luka yang ada di tubuhmu dan siksaan yang kau terima, pria itu harus membayarnya. Kematian kedua orangtua kita, aku pasti akan memperhitungkan semua itu!"     

Adrian tersenyum tipis, dia tahu Aleandra pasti akan melakukan apa yang dia ucapkan tapi dia sangat berharap Aleandra tidak menyimpan dendam yang mempersulit dirinya sendiri. Setelah berkata demikian, Aleandra kembali menangis tersedu, kenapa dia merasa sang kakak sudah tidak bisa bertahan?     

"Adrian?" Aleandra beranjak, dan berdiri di sisi kakaknya.     

"Apa kau masih bersama denganku?" tanyanya sambil mengusap wajah sang kakak.     

"Do svidaniya, Aleandra" (selamat tinggal, Aleandra)     

"No!" teriak Aleandra. Kini dia membungkuk untuk memeluk kakaknya.     

"Jangan tinggalkan aku seperti ini, Adrian. Kita sudah bertemu, jangan tinggalkan aku. Bagaimanapun keadaanmu saat ini, aku akan merawatmu jadi jangan tinggal aku!" teriak Aleandra.     

"Maaf, aku sudah tidak kuat lagi. Aku sangat bersyukur bisa melihat wajahmu sebelum aku mati. Berjanjilah padaku jika kau akan hidup dengan baik. Jangan kembali ke Rusia lagi karena itu sangat berbahaya untukmu," pinta Adrian, dia rasa itu adalah sisa tenaga yang dia miliki.     

"Tidak, Adrian. Daddy dan Mommy meninggalkan aku, kenapa kau juga mau meninggalkan aku? Aku tidak memiliki siapa pun lagi, apa kau tidak sayang padaku?"     

"Maaf, Aleandra. Aku lelah dan ingin tidur."     

"Jangan tinggalkan aku, Adrian. Jangan tinggalkan aku!" teriak Aleandra.     

Adrian tidak menjawab, dia bagaikan tertidur. Aleandra menangis dengan keras sampai membuat Maximus masuk ke dalam ruangan dan mendapati Aleandra sedang memeluk kakaknya dengan tangisan yang semakin menjadi.     

"Jawab aku, Adrian! Jangan tinggalkan aku seperti ini!" teriaknya.     

Max melangkah mendekati Aleandra, dia rasa Adrian sudah pergi. Aleandra mengguncang tubuh kakaknya dan terus memanggil namanya namun sudah tidak ada reaksi. Adrian menggunakan semua kekuatan yang dia miliki untuk bisa berbicara dengan adiknya. Dia sudah tahu jika dia sudah tidak bisa bertahan lama tapi dia pergi dalam dekapan adiknya dan itu jauh lebih baik dari pada dia mati di markas penjahat.     

"Dia sudah pergi, Aleandra," Max menyentuh punggungnya.     

"Tidak, dia belum pergi!" teriak Aleandra seraya melotot ke arah Maximus.     

"Jangan seperti ini, Aleandra. Hadapilah kenyataan yang ada. Kakakmu sudah pergi, dia sudah terbebas dari penderitaan yang selama ini dia alami," Maximus meraih tangannya dan menariknya mendekat.     

"Kau lihat dirinya, keadaannya sangat mengenaskan. Seandainya dia bertahan hidup pun, hanya penderitaan yang dia dapatkan. Kau juga bisa melihat jika dia sudah tidak bisa bertahan lama dalam keadaan seperti itu jadi kau harus merelakan kepergiaannya. Tidak ada hal yang lebih baik baginya karena kau bersama dengannya saat dia meninggal."     

Aleandra memeluk Maximus erat dengan air mata yang mengalir deras. Dia tidak menduga ini akan menjadi pertemuan terakhir dengan kakaknya. Maximus mengusap punggung Aleandra, untuk menghiburnya. Matanya tertuju pada Adrian yang sudah tidak bergerak. Pemuda itu bagai tidur dengan tenang, penderitaan yang dia alami dan rasa sakit yang dia rasakan sudah tidak ada lagi. Itu jauh lebih baik dari pada dia hidup dengan keadaan yang cacat. Aleandra bahkan belum tahu jika satu telinganya sudah tidak ada lagi.     

"Menangislah, hari ini kau boleh menangisi kepergiannya sampai puas tapi esok, kau harus bisa membalas apa yang telah terjadi pada keluargamu. Kau harus lebih kejam dari pada mereka, kelemahan hanya akan membawamu pada kehancuran. Lihat apa yang kakakmu alami, kau harus membalas orang yang melakukan hal itu dengan lebih kejam lagi. Jika kau tidak berani, maka aku yang akan melakukannya. Aku bersumpah di depan jasad kakakmu bahwa aku akan menangkap mereka dan memperlakukan mereka lebih keji dari apa yang mereka lakukan pada kakakmu!"     

Aleandra tidak menjawab, dia menangis dengan keras dalam pelukannya. Max membiarkan hal itu karena dia tahu Aleandra sangat membutuhkannya. Dia bersumpah dalam hati, mau Antonio atau siapa pun, dia akan membalas mereka dengan caranya sehingga mereka merasakan apa yang Adrian rasakan.     

Setelah semua ini berakhir, setelah Aleandra tenang dan merelakan kepergian kakaknya. Dia akan pergi mencari mereka, dan membuat perhitungan dengan mereka tapi untuk saat ini, Aleandra membutuhkan dirinya. Dia harus berada di sisi Aleandra di saat keadaannya sedang seperti itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.