Hi's Like, Idiot But Psiko

Hari Pemakaman



Hari Pemakaman

0Pagi itu, Aleandra terbangun dengan keadaan lesu. Wajahnya tidak berseri, senyum pun tidak terlihat. Semua itu terjadi akibat hari berat yang dia lalui, duka kehilangan kakaknya masih memenuhi hati bahkan dia enggan pergi untuk memakamkan kakaknya.     

Rasanya tidak bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi. Dia sangat berharap semua itu hanya mimpi semata dan tidak nyata tapi setiap kali dia beranggapan demikian, wajah Adrian yang sudah pucat tidak bisa dia lupakan.     

Maximus sudah terbangun sejak tadi, dia membiarkan Aleandra tidur karena dia tahu Aleandra membutuhkannya. Maximus keluar dari kamar untuk menghubungi Jared, dia memberi perintah kepada Jared agar menyiapkan makam untuk Adrian. Dia juga memerintahkan Jared untuk mengawal jenazah Adrian yang akan dibawa dari rumah sakit pribadinya.     

Setelah menghubungi Jared dan memberi perintah, dia tidak bisa tidur lagi. Maximus lebih memilih mengecek rekaman cctv di bangunan tua itu karena dia ingin melihat apakah Antonio datang ke tempat itu atau tidak.     

Maximus terus memantau sampai akhirnya dia mendapati dua orang anak buah Antonio mendatangi tempat itu. Ternyata Antonio cukup pintar, sang anak buah bahkan seperti berputar-putar entah pergi ke mana sesuai dengan perintah Antonio.     

Cerdik, dia akui itu. Tapi bukan berarti Antonio bisa lepas dari tangannya apalagi kakak Aleandra harus mati dengan cara yang begitu keji. Sesuai dengan janjinya pada Aleandra, dia akan membalas perbuatan Antonio sesuai apa yang dia lakukan pada kakaknya tapi dia sangat yakin jika saat ini mereka pasti bersembunyi karena sandera sudah dia dapatkan dan anak buahnya sudah dia habisi. Dia bisa menebak jika musuh sedang menyusun rencana selanjutnya sebelum menyerang.     

Setelah melihat rekaman itu, Maximus keluar dari ruangan dan melangkah menuju kamar. Aleandra masih berbaring di atas ranjang, tatapannya kosong. Maximus menghampirinya dan memeluknya, ciuman lembutnya bahkan mendarat di pipi Aleandra.     

"Bagaimana keadaanmu?" bisiknya seraya mengusap lengan Aleandra.     

Aleandra menggeleng, dia malas bicara. Maximus kembali menciumnya dan memeluknya.     

"Tidurlah lagi, kita akan pergi memakamkan kakakmu saat kau sudah siap," ucapnya.     

"Aku tidak akan pernah siap, Max," ucap Aleandra. Dia benar-benar tidak bersemangat.     

"Aku tahu, Aleandra. Memang tidak ada yang siap menghadapi situasi seperti ini. Dulu aku juga seperti dirimu, berpisah dengan salah satu anggota keluarga memang hari paling berat yang harus dilalui semua orang tapi siap tidak siap kau harus mengantarnya ke tempat peristirahatan terakhirnya.     

"Aku belum bisa mempercayai hal ini, Max," Aleandra memeluknya erat dan menangis.     

"Walau sejak awal aku sudah mengira dirinya sudah mati tapi tetap saja, aku tidak sanggup kehilangan dirinya apalagi aku baru bertemu dengannya setelah sekian lama. Aku sangat berharap semua ini hanya mimpi dan aku sangat berharap segera terbangun dari mimpi ini."     

"Sudah aku katakan, kau tidak bisa menghindarinya!"     

"Aku tahu, aku sangat tahu!" Aleandra kembali menangis di dalam pelukannya. Maximus diam, tangannya tidak henti mengusap punggung Aleandra dan membelai kepalanya sesekali.     

Aleandra menangis cukup lama, padahal dia tidak pernah secengeng ini sebelumnya tapi air mata akibat rasa sedih yang dia rasakan sulit dia bendung. Dia juga tidak suka menangis seperti ini, kepalanya sakit, hidungnya sudah bagaikan keran yang tersumbat karena dia sudah menangis dari dua hari belakangan.     

"Maaf, aku jadi cengeng seperti ini," ucap Aleandra seraya mengusap air matanya dan juga baju Maximus yang basah.     

"Tidak apa-apa, aku sudah tahu kau akan mengeluarkan banyak air mata untuk masalah yang kau hadapi. Setelah kakakmu, kau juga akan menangisi keadaan Fedrick atau kedua orangtuanya. Air matamu akan keluar lebih banyak lagi setelah ini," Maximus mengusap punggungnya, dia tidak mungkin marah disaat Aleandra sedang berduka akan kehilangan kakaknya.     

Aleandra tersenyum tipis, matanya kembali terpejam. Dia butuh seperti itu sambil menyiapkan hatinya untuk mengantar kepergian kakaknya.     

"Tidurlah lagi, Jared sedang menyiapkan makam untuk kakakmu. Saat sudah siap aku akan membangunkanmu," ucap Maximus seraya mencium dahinya.     

"Aku lapar, aku juga ingin mandi," ucap Aleandra.     

"Jika begitu ayo lakukan, mandi dan makan. Mungkin dengan begitu perasaanmu akan lebih baik."     

"Aku ingin kau yang menggendong aku ke kamar mandi, aku ingin kau yang memandikan aku dan menyuapi aku makan."     

"Apa lagi, katakan saja!"     

"Gosokkan punggungku, dan pakaikan bajuku."     

"Bukankah itu yang selalu aku lakukan setiap hari?" ucap Maximus sambil terkekeh.     

"Benarkah? Apa yang belum pernah kau lakukan untukku?" Aleandra mengangkat wajah dan menatapnya.     

"Sepertinya sudah semua, bahkan seluruh tubuhmu sudah aku lihat semua," goda Maximus.     

"Mesum, kenapa jadi membahas ke arah sana!" Aleandra memukul bahunya dengan wajah meronta.     

Maximus terkekeh, ciuman lembut Aleandra dapatkan di pipinya. Dia sengaja berkata demikian untuk menggoda Aleandra.     

"Bagaimana perasaanmu, sekarang?" bisiknya.     

"Tetap buruk tapi seperti yang kau katakan, aku tidak bisa menghindarinya. Aku tahu dia sudah pergi dan aku harus pergi mengantarnya."     

"Bagus, mereka sudah membuat Adrian meninggalkan dirimu dengan cepat tapi nanti, aku akan membuat mereka mati tanpa makam!"     

"Maksudmu?" tanya Aleandra mengernyitkan dahi.     

"Ayo bergegas, setelah selesai memakamkan kakakmu, aku akan mengajakmu pergi ke suatu tempat agar perasaanmu lebih baik," ucap Maximus tanpa menjawab pertanyaan Aleandra.     

"Hei, kau belum menjawab!"     

"Aku akan mengajakmu melihat apa yang aku maksud nanti pada saat kita sudah mendapatkan orang yang telah menghancurkan keluargamu."     

"Baiklah, sekarang gendong aku," pinta Aleandra dengan manja.     

Maximus beranjak dan turun dari atas ranjang, tidak lama kemudian Aleandra sudah berada di dalam gendongannya seperti bayi besar. Aleandra bersikap manja seperti itu karena dia tidak mau terlalu tenggelam dalam kesedihan dan dia juga tidak mau membuat Maximus lebih mengkhawatirkan keadaannya. Dia tahu dia tidak boleh egois dan merasa jika dia yang paling menyedihkan, dia juga harus memikirkan orang yang berada di sekitarnya terutama Maximus yang selalu mengkhawatirkan dirinya.     

Suara air sudah terdengar, air bathtub diisi saat Aleandra sedang mencuci wajah dan menyikat giginya. Maximus memberikan sebuah handuk kecil untuknya menyeka wajah. Aleandra tersenyum manis saat mengambil handuk itu, Maximus bahkan menarik pinggangnya dan merapatkan tubuh mereka berdua.     

"Lihat matamu, bengkak karena kau terlalu banyak menangis."     

"Maaf, beberapa hari ini mataku seperti keran bocor."     

"Tidak apa-apa," Maximus mencium pipinya lalu bibirnya berpindah ke bibir Aleandra, sedangkan kedua tangan Aleandra sudah melingkar di leher Maximus. Banyak kejadian tak terduga yang mereka alami akhir-akhir ini membuatnya merasa jika mereka sudah lama tidak berciuman dengan mesra seperti itu.     

Max mengusap pipi Aleandra dengan lembut setelah melepaskan bibirnya. Senyum menawan terukir di bibir, mereka berdua saling pandang dan Aleandra juga tersenyum.     

"Mandi, makan lalu kita pergi."     

Aleandra mengangguk, memang sudah saatnya mereka pergi memakamkan kakaknya. Maximus menggendongnya dan membawanya menuju bathtub. Dia sudah mandi tapi dia akan memandikan Aleandra seperti yang dia inginkan. Menggosok punggungnya, memijatkan kepalanya dan memperlakukannya dengan penuh perhatian agar Aleandra senang.     

Setelah semua itu, Maximus masih melakukan hal yang lainnya. Tentunya semua itu sudah dia lakukan hampir setiap hari. Aleandra ingin di manja maka akan dia lakukan.     

Aleandra terlihat senang, wajah muramnya sudah tidak terlihat lagi walau dia masih sedih tapi dia sudah bisa tersenyum. Semua itu berkat perhatian yang Maximus berikan. Max juga sudah terbiasa bersikap sabar, ternyata dia bisa menguasai emosi yang tidak bisa dia kendalikan selama ini.     

Makanan sudah habis, mereka segera berangkat pergi ke makam di mana Jared menunggu dengan jenazah Adrian yang sudah berada di dalam peti. Bunga juga sudah disiapkan, pendeta dan juga beberapa orang dari gereja juga berada di lokasi.     

Aleandra melangkahkan kakinya yang berat mendekati makam. Tempat itu tidak memiliki banyak makam karena itu adalah makan pribadi keluarga Smith. Para leluhur Maximus di makamkan di tempat itu dan sekarang, Adrian juga akan di makamnya di antara mereka yang sudah berpulang terlebih dahulu. Ini akan menjadi kesempatan bagi Maximus untuk memperkenalkan Aleandra pada seluruh anggota keluarganya yang sudah berada di sana terlebih dahulu.     

Mereka berdua berdiri di sisi makam, sang pendeta memulai proses pemakaman Adrian. Semula Aleandra tidak meneteskan air mata tapi ketika peti mati dimasukkan ke dalam tanah, air matanya tumpah sudah. Dia jadi sangat ingin tahu, apakah ada yang memakamkan kedua orangtuanya? Dia harap ada agar mereka juga bisa beristirahat dengan tenang seperti kakaknya.     

Peti jenazah mulai ditutupi dengan tanah, semua yang ada di sana sadar jika mereka semua akan berbaring di tempat itu suatu hari nanti. Hanya menunggu waktunya saja dan menunggu giliran siapa yang akan menempati tempat seperti itu terlebih dahulu.     

Proses pemakaman berjalan dengan cepat, semua yang hadir sudah pergi begitu juga dengan pendeta yang memimpin prosesi pemakaman. Tinggal Maximus dan Aleandra yang berdiri di sisi makam dengan bunga di tangan.     

Aleandra berjongkok, bunga pun ditaburkan di atas makam. Air mata dihapus sesekali, semoga Adrian beristirahat dengan tenang.     

"Selamat tinggal, Adrian. Kau adalah kakak paling hebat yang aku miliki karena hanya kau kakakku," ucapnya sambil menabur bunga.     

Maximus hanya memandanginya, dia tidak memiliki saudara jadi dia tidak tahu bagaimana perasaan saat kehilangan saudara tapi dia tahu bagaimana perasaan kehilangan anggota keluarga dan dia rasa, rasanya sama saja.     

Bunga sudah selesai ditabur, Aleandra beranjak dan berdiri di sisinya. Dia bahkan memeluk pinggang Maximus dan berusaha tersenyum.     

"Sudah selesai," ucapnya.     

"Jika begitu ayo, aku akan memperkenalkan dirimu pada semua keluargaku yang ada di sini."     

"Semua yang ada di sini adalah keluargamu?" mata Aleandra melihat makam itu.     

"Yes, sudah aku katakan, bukan? Semua keluargaku yang sudah pergi akan di makamkan di tempat ini," mereka mulai melangkah mendekati makam yang ada di paling ujung terlebih dahulu.     

Makam-Makam yang ada di sana terlihat mewah, tidak heran jika itu memang makam milik keluarga Maximus. Maximus memperkenalkan Aleandra pada setiap anggota keluarganya bahkan almarhum istri Jonathan juga dia kenalkan. Mereka berada di makam itu cukup lama, walau sedih masih dia rasakan tapi Aleandra tersenyum setiap kali Maximus mengenalkan Aleandra pada anggota keluarganya. Sepertinya setelah ini dia butuh minum yang banyak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.